Namanya Kahill, dulunya sohib Laras. Tapi karena Kahill harus pindah saat kelas 2 SD, hubungan mereka tak lagi sama ketika Kahill kembali sepuluh tahun kemudian. Saat mereka sudah bukan lagi anak kecil yang hobi cari masalah.
Selepas kepergian Kahill, Laras menjadi lebih sering mengurung diri di rumah karena tak memiliki teman seumuran lain selainnya di pemukiman rumah mereka. Hari-hari Laras berubah sunyi dalam sekejap dan semua rencana yang sudah dia susun bersama Kahill lenyap.
Semuanya berubah.
Laras kira lelaki itu akan fokus bekerja setelah lulus, mendengar cerita dari ibunya kalau Kahill telah bekerja bahkan sebelum resmi lulus. Ya, dia memang selalu se-keren itu. Dia memiliki hobi momotret dan dari media sosial yang tak pernah alfa Laras lihat, lelaki itu bekerja sampingan sebagai photographer selama Sekolah Menegah Atas.
Namun siapa sangka, tahun ini dia mendaftar kuliah dan yang lebih tak disangka-sangka lagi mereka satu kampus. Satu kejutan lainnya ternyata kosan mereka depan-depanan.
Pertanda apa ini?
"Hai! Butuh relawan buat angkat barang gak?"
Laras yang saat itu berusaha menarik satu kardus dari bagasi mobil seketika membeku. Lama tak bertegur sapa bukan berarti Laras lupa dengan suara itu, meski kini suaranya telah lebih berat dari suara terakhir yang dia ingat di sudut ingatan otaknya. Gadis itu menghela napas berusaha menenangkan detak jantungnya yang tiba-tiba terasa berdetak dua kali lebih cepat.
"Kahill, gimana di sini? Udah betah?" Tirta menyapanya dengan ringan, kontras dengan adiknya yang berusaha bersikap biasa saja ditengah jantungnya yang memulai orchestra. "Pindahan tuh harusnya kayak kamu, ya? Minimal seminggu sebelumlah, bukannya mepet sehari sebelum."
Laras tau kakaknya itu sedang menyindirnya. Dengan satu kardus dalam dekapannya, Laras memutar badan menatap dua lelaki yang kini berdiri sejajar.
"Ya, ya. Maaf, deh!" Ujar Laras dengan lirikan mata tajam ke arah kakaknya, masih mengabaikan tamu tak diundang itu. "Buruan, Kak! Nanti kamu pulangnya biar gak kemalaman."
"Kahill, kebetulan di sini. Bantuin, ya?" Kata Tirta sambil menepuk pundak Kahill.
"Siap, Kak."
Acara pindahan Laras berakhir menjelang pukul lima sore dan Tirta memutuskan untuk langsung kembali. Drama akan di mulai sesaat setelah Tirta pamit kepada adiknya.
"Kakak balik sekarang, ya."
Laras yang pada saat itu baru meletakkan buku terakhir di meja belajarnya langsung menatap Tirta dengan raut sedih. Langkahnya terseret pelan mendekati kakaknya, lalu memeluknya erat. Suara isak tangis terdengar sesaat setelahnya.
"Loh? Kok, malah nangis sih, Dek?"
"Kak, kamu gak bisa nginep sehari aja apa?" Tanyanya disela isak tangisnya.
"Gak bisalah! Besok, kakak harus kerja."
Pada saat itu, Kahill hanya mampu melihat dari ambang pintu. Memandang dengan iba. Lelaki itu tau, Laras bukanlah tipe anak yang mudah untuk berjauhan dengan anggota keluarganya. 12 tahun menjadi anak bungsu membuat kepribadian manja melekat pada diri Laras. Karena itu, Kahill sedikit terkejut ketika mengetahui fakta bahwa Laras akan berkuliah di kota yang sama dengannya. Jaraknya memang tak sampai menyeberang pulau, tapi mengingat sifat Laras, terpisah jarak satu rumah saja gadis itu sepertinya akan merengek mencari orang tuanya.
"Ras, udah dong! Kalau kayak gini kamu malah bikin orang lain susah. Ini kan keputusan kamu sendiri."
Di tengah tangisnya yang enggan usai, Laras mengeringkan bulir-bulir air mata dari pipinya. Tirta benar. Harusnya Laras tak boleh seperti ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/358582565-288-k88977.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be Friend's With You
Cerita PendekHidup ini penuh dengan misteri. Kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Dan aku rasa, marantau adalah salah satu misteri yang gak pernah aku duga. Misteri lainnya, tetangga yang lama menjadi asing denganku tiba-tiba akrab lagi denganku...