13.) Pendamping Upacara

403 49 0
                                    

Hellooow.... Yang weekendnya di rumah aja...

Selamat mengintip interaksi Kalila sama Mas Bupati yang singkat ini yaa...

Happy reading

__________


Empat hari yang lalu, saat sesi ramah tamah pada acara pertunangan kami, Mas Satya menyampaikan permintaannya untuk didampingi pada acara resmi hari ini. Untuk tahun ini, dia mendapat undangan secara langsung dari Presiden yang akan segera habis masa jabatannya setahun mendatang. Jadilah ia merelakan kebiasaannya yang selalu memimpin upacara peringatan di Kabupaten Bawera kepada wakilnya.

Seperti biasa, dresscode untuk acara resmi di istana negara adalah pakaian adat masing-masing daerah. Dan karena aku hadir sebagai pendamping Mas Satya, aku pun juga ikut menggunakan kain tradisional khas Bawera sebagai bawahan dan selendang. Untuk atasannya aku memilih model kebaya nasional berwarna gading yang akan semakin menonjolkan kain Bawera yang kugunakan.

Pagi-pagi buta Mas Satya beserta ajudannya sudah tiba di kediaman pribadiku yang berada di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Aku yang sudah selesai berdandan dengan dibantu oleh Shandy pun segera turun menemuinya. Dan tak berlama-lama kami segera berangkat menuju istana negara.

“Ibu Satya cantik sekali pagi ini.” puji Mas Satya memecah keheningan di sepanjang perjalanan.

Aku tersipu mendengar pujiannya.

“Memang kain Bawera ini cantik banget.” kataku mengalihkan.

Mas Satya merapatkan duduknya kepadaku.

“Kain Bawera memang cantik. Dipakai kesayangan Mas jadi semakin terlihat cantik.”

Aku tertawa. “Udah ah, jangan gombal terus. Ga malu apa didengerin ajudannya.”

“Loh, siapa yang gombal? Mas ini bicara kenyataan, Yang. Tanya aja sama Fariz, Bu Kalila cantik banget kan ya?”

Fariz, ajudan Mas Satya yang duduk di kursi penumpang depan mengangguk sopan.

“Iya, Pak. Sudah sangat cocok menjadi Ibu Bupati Bawera.”

Mas Satya tersenyum jumawa. “Tuh kan…”

Aku mencebik mendengar jawaban Fariz yang cari aman.

“Apaan, orang Fariznya aja cuma bilang cocok, bukan cantik.”

“Eh,” Fariz terkesiap. Dengan canggung ia berusaha menjelaskan. “Maksud saya…”

“Sudah, kamu jangan bikin ajudan Mas salah tingkah, Yang.” potong Mas Satya yang paham jika ajudannya merasa segan untuk memujiku secara langsung.

Aku tertawa. “Maaf ya Fariz. Saya cuma berniat mengganggu bapak bupati tukang gombal ini.”

“Astaga, Yang. Susah-susah Mas branding diri sebagai bupati paling muda dengan dipanggil Mas. Ini malah kekasihnya sendiri manggilnya Bapak.” keluh Mas Satya.

Aku menepuk-nepuk paha Mas Satya menghiburnya.

“Makanya, kalau ga mau dipanggil Bapak jangan jadi pejabat. Jadi penjual tahu aja, nanti pasti dipanggil ‘mas’ tuh.”

“Emangnya kalau Mas jadi penjual tahu, kamu mau, Yang?”

Aku tertawa. “Engga lah.” tolakku.

“Kalau Mas jadi penjual tahu, kita ga akan mungkin ketemu. Lagian kalau ketemu mending aku balikan aja sama tunanganku dulu.”

Mas Satya menatapku tajam.

“Ooh jadi gitu yaa.” katanya dengan nada menuduh. “Habis diem-diem ketemu mantan di bar terus sekarang kepikiran mau balikan?”

“Eh?!”

Aku mengalihkan pandangan kemana-mana karena salah tingkah telah membohonginya dua hari yang lalu.

“Kan waktu itu udah aku jelasin…” rajukku kembali menatapnya.

“Lagian juga bisa-bisanya Mas habis itu muncul. Mas nguntit aku ya?” tuduhku balik.

“Engga yaaa. Alreno tuh yang hubungi Mas buat ngawasin kamu.” kata Mas Satya membela diri.

__________

Ada additional part Kalila kepergok Satya di bar... Langsung cek aja ke karyakarsa

See you next... week?

The World Where You ExistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang