24.) Menuju Pernikahan

210 22 0
                                    

Haloo... Happy Weekend

Nomin datang bawa Mbak Kalila yang lagi persiapan nikah, nih..

Btw, kangen nomin sama vote dan komen kalian yang gemesin itu...

Lagi menurun nih semangat nomin buat nulis,

Spam vote dan komen di chapter lain juga boleh, beb..

Full chapter ya ini...
Happy reading

_______

Selama 4 hari dipingit menjelang pernikahan ini aku diberi berbagai wejangan tentang seni berumah tangga oleh para senior di keluarga kami. Banyak insight yang aku dapatkan dari cerita-cerita perjalanan mereka dalam mempertahankan sebuah keluarga untuk tetap pada satu arah tujuan yang sama. Tantangan yang dihadapi pun begitu kompleksnya karena setiap tindakan yang keluarga kami lakukan akan selalu menjadi sorotan bagi masyarakat luas. Sebagai anggota keluarga tokoh publik, sebaik mungkin kami pun harus selalu menjaga citra diri dan keluarga untuk menjadi contoh luhur bagi yang lainnya.

Hari ini kami akan mengadakan upacara menuju pernikahan di kediaman masing-masing. Ada delapan rangkaian acara yang perlu dilakukan untuk menyambut upacara pernikahan di keesokan harinya.

Di pagi hari Papa dan Mama didampingi penata upacara adat melakukan tradisi pasang tarub. Secara simbolis Papa dan Mama menganyam selembar daun kelapa menjadi berukuran 1 x 1 m yang akan digunakan sebagai atap saat resepsi. Atap anyaman itu sendiri biasa disebut dengan nama bleketepe. Lantas bleketepe hasil tangan Papa dan Mama pun dipasang menjadi atap untuk menutupi tempat yang sedianya akan digunakan saat prosesi siraman nanti. 

Setelah tarub selesai dipasang, acara selanjutnya yaitu pasang tuwuhan. Tuwuhan sendiri merupakan hiasan dalam pernikahan adat jawa berupa tumbuh-tumbuhan yang memiliki simbol dan filosofi tertentu. Secara simbolis juga Papa dan Mama melakukan pemasangan tuwuhan yang terdiri dari dua tandan pisang raja, sepasang tebu arjuna beserta daunnya, sepasang cengkir gading, daun randu dan pari sewuli, serta godhong opo-opo (daun beringin, daun kluwih, daun alang-alang, daun kara, daun maja, daun kemuning dan daun girang) yang dirangkai menjadi satu pasang hiasan untuk dipajang di pintu masuk.

Selesai ritual pasang-memasang, kini saatnya acara siraman yang melibatkan eksistensiku sebagai calon mempelai wanita dimulai.

Kevin Adipramana, satu-satunya saudara kandungku, menggandeng tanganku menuju altar siraman yang terletak di samping kolam renang outdoor. Sudah seminggu ini ia berada di Indonesia untuk mengikuti seluruh rangkaian acara pernikahanku.

“Lo kok mau sih, Kak. Ngadain acara pernikahan seribet ini.”

“Sekali seumur hidup, Kev.” jawabku kalem. “Nanti pernikahan lo pasti lebih heboh dari ini.”

Kevin mendengus pelan. “Mending gue nikah sama bule deh, Kak. Daripada harus ribet-ribet kayak gini.” ujarnya sembari menarik jubah melati yang kugunakan.

Aku menepis tangannya dengan anggun. Sambil mengumbar senyum, aku mendekatkan bibirku ke telinganya untuk memberi peringatan.

“Kalau sampai jubah ini rusak, lo yang harus jahit sendiri melati-melati ini menjadi jubah.”

Dengan segera Kevin langsung bersikap baik menggandeng lenganku untuk keluar menuju halaman belakang rumah. Ia juga langsung memberi gestur terbaiknya ketika menangkap fotografer yang bertugas mengabadikan rangkaian acara hari ini.

Untuk acara ini aku menggunakan kemben dari kain cinde berwarna merah yang membuat kulit pucatku tampak bersinar. Jubah dari rangkaian bunga melati segar yang dijahit tangan kupakai untuk menutup bahuku yang terbuka. Di acara yang sakral ini, kami hanya mengijinkan keluarga dekat saja yang boleh masuk ke kediaman.

The World Where You ExistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang