18.) Mengungkap Kebenaran

330 35 1
                                    

Happy weekend...

Happy Reading, Gaisss...

Vote dan Commentnya ditunggu yaaa

_______

Sore ini juga aku langsung meluncur menuju alamat yang tertera pada berkas yang kuterima pagi tadi. Dengan didampingi beberapa ajudan pribadiku, sampailah kami di sebuah rumah sederhana yang berada di pinggiran Kabupaten Bawera.

Aku mengerutkan dahiku memandang lingkungan rumah ini yang tampak belum selesai di bangun. Hanya ada beberapa rumah saja yang sudah berdiri tegak, sementara yang lain masih berupa tanah kosong yang penuh ilalang.

“Tempat apa ini, Sanca?” tanyaku pada kepala ajudan pribadiku.

“Perumahan layak huni dengan harga terjangkau untuk keluarga menengah, Nona.” jawab Sanca mendekatiku. 

“Salah satu janji Pak Satya untuk warga Bawera pada pilkada kemarin. Sayangnya harus terhenti sementara karena kasus korupsi yang melibatkan kepala dinasnya beberapa waktu yang lalu.” lanjutnya.

“Sistemnya bagaimana?”

“Akan diperjual-belikan ketika seluruh bangunan sudah rampung berdiri, Nona. Untuk calon pembelinya sendiri akan diseleksi dengan ketat oleh tim yang sudah ditunjuk Pak Satya. Salah satu syaratnya adalah keluarga yang belum memiliki rumah dan hanya menerima pembayaran secara kredit. Untuk meringankan perputaran beban keluarga pembeli tentunya.”

Aku mengerling pada bangunan di depan kami yang terlihat lebih hidup daripada bangunan lain yang juga sudah jadi. “Bagaimana dengan rumah itu?”

“Sudah keluar sertifikat kepemilikannya, Nona. Atas nama Ramona Elenora.”

Aku menipiskan bibir mendengar jawaban Sanca. Hanya Mas Satya yang bebas mengeluarkan sertifikat rumah yang tanahnya harus dipecah dengan mudahnya.

Kuamati sekeliling rumah ini yang lenggang tanpa penjagaan berarti. Hanya ada pagar besi kokoh yang menghalangi rumah dengan lingkungan luar.

“Kita masuk.” perintahku.

Sanca membuka pintu pagar yang tidak dikunci dengan benar. Ia mengetuk pintu dan berusaha memanggil sang penghuni rumah untuk keluar.

Salah seorang ajudan yang juga ikut mengamati sekeliling rumah ini memberikan kode kepada Sanca karena tidak ada respon dari penghuni rumah sama sekali.

“Sepertinya penghuni rumah ini sedang sibuk di halaman belakang, Nona.” lapor Sanca.

“Di samping rumah ini ada lorong yang langsung terhubung ke halaman belakang.” tambahnya.

Aku melangkah menuju lorong samping yang ditunjukkan Sanca. Jantungku berdegup kencang seiring dengan ujung lorong yang semakin terlihat. Akankah hal yang kutemui di depan sana membuatku hancur?

Tiba di ujung lorong, kulihat seorang wanita muda berambut panjang tengah duduk di kursi taman, membelakangi diriku.

Kuamati wanita tersebut dengan intens hingga pandanganku berhenti di bagian perutnya yang tampak membuncit.

"Kamu tau sayang. Pak Satya itu sudah tidak sabar menantikan kelahiranmu. Beliau selalu menemani mama waktu memeriksa kesehatanmu. Beliau juga membelikan perlengkapan kehamilan mama dengan merk terbaik di dunia. Bahkan beliau sudah mulai menyiapkan perlengkapan kelahiranmu."

"Kalau di adat jawa saat ini kamu sudah memasuki usia 7 bulan. Seharusnya ada ritual mitoni untuk melindungimu. Tapi apa daya mama tidak memiliki apapun, sayang. Maafkan mama.”

Mataku memanas mendengar monolog wanita tersebut pada calon bayinya. Dengan menahan air mata yang mendesak keluar, kudekati wanita tersebut untuk mengonfrontasinya secara langsung.

The World Where You ExistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang