Bab 9 : Break Up?

222 26 9
                                    

Tak lagi terhitung hari yang telah mereka lalui bersama. Segenap hati dan jiwa raga berharap akan terus bertahan. Namun, jika semesta tidak mengijinkan apa yang bisa mereka lakukan untuk melawan?

Disini Narajia berdiri, di sebuah taman yang dulu pernah mereka kunjungi. Sendirinya menunggu seseorang yang entah sejak kapan menjadi pusat dunianya.

Mereka tidak pergi bersama. Tepat di pukul delapan malam, masih sama dengan hari kenaikan kelasnya menjadi kelas sebelas. Ares menelpon, menyuruhnya untuk pergi ke taman yang paling Narajia sukai. Tak ada alasan khusus, mungkin setiap tempat yang ia kunjungi bersama sang kekasih akan dicap sebagai tempat favorit.

Hari ini adalah hari bahagia, setidaknya untuknya. Ia berhasil meraih peringkat satu seangkatan dan kali ini tentu mendapat beberapa hadiah dari sang papa. Namun ada yang kurang, yaitu kehadiran sang kekasih. Jika saja lontaran kata pujian yang ia dapat, mungkin Narajia akan terbang ke angkasa.

Tapi nyatanya ia dilempar ke tanah.

Siang tadi, lebih tepatnya dimulai dari beberapa hari yang lalu. Dinding tumbuh diantara mereka. Tinggi dan kokoh, seakan memperjelas jika butuh usaha untuk dihancurkan, atau mungkin selamanya tidak akan hancur.

Berdiri di bawah pohon rindang nan teduh, ditemani  benda langit yang bersinar terang. Insan itu mendekap dirinya, berulang kali kalimat terulang dalam kalbu, tidak apa.

Ingatan kala mereka menghabiskan waktu bersama, canda tawa dan air mata tak ragu ia tumpahkan di depan semestanya. Mungkin sekarang semua itu hanya jadi kenangan dan berubah menjadi angan.

Tiga puluh menit dan akhirnya tepat di jam sembilan malam. Yang katanya semesta membuatnya menunggu selama satu jam.

Bibir plum itu kini pucat dan sekujur tubuhnya bergetar terkena angin malam.

Jika dulu Ares yang akan menjaga, sekarang Ares yang menjadi penyebab.

Belah pucat itu terbuka, mencoba melontarkan kata, "Kak.." suara itu begitu lirih, tak mungkin mampu menjangkau insan yang baru saja hadir dan masih terlarut dengan sebuah ponsel.

Netra jernih itu menatap lurus ke sosok di hadapannya yang kini juga ikut menatap, membuat keduanya berkontak mata.

Hening menerpa. Tak ada yang berniat untuk memulai percakapan. Hingga terdengar helaan napas dari yang lebih tua membuat Narajia meremang tak mampu bergerak.

"Let's break up."

Ah, akhirnya kalimat itu terucap. Satu jam penantian untuk beberapa kata yang mampu membuatnya merasa sekarat.

Narajia masih gencar menatap sayu pada Ares yang memasang wajah datar, seperti saat ia melihat sesuatu yang bahkan tidak pantas dilihat. Itu membuatnya merasakan sakit lebih dalam.

Memang ini adalah jalan terakhir. Hubungan mereka sekarang sudah tak lagi sehat. Namun biarkan di malam yang dingin ini Narajia mencurahkan isi hati, untuk sang semesta yang menjadi penyembuh sekaligus luka yang paling dalam.

Satu kata yang beberapa hari ini Narajia tahan untuk tidak keluar, mungkin ini saat yang tepat.

"Kenapa?"

"Just because. Gua bosen, udah?"

Kini terdengar tawa. Bukan tawa yang berisi kebahagiaan, namun isinya hanya hampa.

Bosan.

Bukankah itu alasan yang paling sering didengar saat seseorang mengakhiri hubungan? Hanya karena tak lagi merasa puas, dan mungkin perasaan yang dulu muncul di awal telah hilang.

Tentang Kita: Our Daily Life! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang