00:00:10

53 2 10
                                    

Pantai, bukannya langsung pulang Lunar malah pengen pergi ke tempat ini. Mumpung pantai sedang sepi.

Kini mereka tengah duduk di bawah pohon kelapa dengan nasi goreng yang sengaja Daniello bungkus agar Lunar leluasa memakannya tanpa takut diliat orang.

"Makan, Nar. Terus minum obat."

"Gak sambung makan nasi goreng di pantai."

Daniello menyipitkan mata seraya tersenyum. "Kamu gak lagi nyari alasan biar gak makan, 'kan?"

Lunar menggeleng.."Enggak."

"Nar, inget kata dokter! Kamu gak boleh telat makan. Maag kamu itu udah parah loh!"

Lunar sangat inget pesan dokter. Katanya Lunar tidak boleh telat makan, semenjak kejadian itu sampai hari ini pun Lunar segan, ia tak berani pergi ke dapur untuk makan. Makan hasil kerja keras ayahnya setelah menyakitinya. Lunar juga tak punya uang untuk membeli.

Ia juga harus cukup istirahat, jam tidur Lunar sekarang berantakan. Ia bahkan pernah tidak tidur tiga hari.

Terakhir pesan dokter, mengelola stress. Terdengar konyol dikuping Lunar.

"Nanti aja, yah, aku masih mual," tolak Lunar.

"Dikit aja. Aku udah effort loh ngesot ke abang nasgornya."

Lunar langsung tertawa, kebohongan macam apa itu?

00:00:10

Daniello dan Lunar menapaki pasir, menyusuri sisi pantai.

Baru kali ini Daniello melihat Lunar berani mencopot maskernya, mungkin karena kondisi pantai tengah sepi hanya hitungan jari orang-orang disana, jaraknya pun berjauhan.

"Mau duduk disini gak?" ajak Lunar.

"Jangan nanti basah."

"Gak papa." Sedikit lagi bokong Lunar mendarat cowok itu menahannya. "Eit, tunggu bentar."

Lunar berganti berjongkok, memperhatikan Daniello yang berlari mengambil sendal miliknya untuk Lunar jadikan alas.

"Biar gak basah." Lunar berterimakasih lalu duduk diatasnya.

Daniello mengangguk sebagai jawaban.

Akhirnya mereka duduk berdampingan dipingir pantai, sesekali kaki mereka tersapu air laut. Bahkan, berisik ombak lebih enak di dengar daripada berisik mulut manusia.

"Maaf, kalo aku terlalu berisik seolah-olah aku yang paling sakit, maaf kalo aku keliatan lemah ngehadapin masalah ini," ucap Lunar.

Daniello meneleng, senyum manis diwajahnya terpatri."Gak papa, Kok, Nar. Aku juga sebenernya sama berisiknya, selalu spam minta tolong sama Tuhan."

"Kamu luapin aja semuanya jangan dipendem. Kalo sakit ya bilang sakit, kalo pengen nangis ya nangis. Jangan jadi orang munafik bilangnya gak papa padahal kenapa-kenapa."

"Gimana perasaan kamu hari ini? Kamu cerita, aku dengerin." Daniello siap mendengarkan keluh kesah Lunarnya.

"Kepala aku masih ramai, hati aku masih sakit, mental aku kacau." Lunar menatap balik Daniello. "kalo kakak gimana?" Lunar juga ingin mendengar kisah Daniello yang tak pernah cowok sampaikan.

"Aku juga sama kayak kamu."

"Sama gimana? Jangan copy aku." Jika Daniello siap meminjamkan telinganya mendengar keluh kesahnya, begitupun Lunar. Ia siap menampung ceritanya.

"Aku gak pinter ngerangkai kata-kata untuk menggambarkan perasaan aku ke orang lain. Tapi, aku jago ngadu, Nar."

"Aku aduin semuanya pada tuhan," sambung Daniello.

Gak ngeluh sana-sini ternyata cowok itu ngeluhnya sama sang pencipta.

Lunar mengulum senyuman. "Semoga cerita kita happy ending, yah, Kak."

"Pasti! Kalo sad ending berarti kisah kita belum selesai." Yakin Daniello yang moga aja gak di sleding ekspektasi.

Daniello meregangkan tubuhnya. "Badan kamu sakit-sakit gak?"

Kontan Lunar menggeleng. "Enggak."

Raut wajahnya berubah khawatir. "kakak kenapa?"

"Dikeroyok."

"Sama siapa?"

"Masalah."

Lunar diam sesaat.

"Bukan badan aku yang sakit-sakit, tapi pipi aku," balas Lunar ikut permainan Daniello.

"Kenapa?"

"Ditampar kenyataan."

"Bukan ditampar lagi ini. Ditonjok kenyataan, dibanting mentalnya, dicekik omongan, diinjek harga dirinya. Udah babak belur gini masih aja belum ada obatnya," timpal Daniello.

Hening, mereka saling tatap lalu tertawa. Dunia itu memang selucu itu, ya. Bercandanya suka kelewatan.

Ponsel Daniello bergetar, ada panggilan masuk.

Saat akan menjawab, tapi keburu mati. Delon menyusul mengirim chat.

Delon
Online

Niel, jadi gak ikut suprisein Rigen?

Gue juga sebenernya males

Tapi, karena umur Rigen gak ada yang tau jadi gue ikut

Harus ikutnya biar gue ada patner ngebully Rigen

Jadi, abis nganterin Lunar gue kesana

Lo lagi sama Lunar?

Iya

Yaudah, ajak aja!

Sampein sama Lunar kalo si kembar gila beda liang Orin, Gisellma pengen ketemu

Oke

Tapi kalo dia mau

Daniello kembali memasukan ponselnya kesaku celana. Kembali mengalihkan pandangan ke Lunar yang tengah mencoret-coret pasir dengan jemarinya.

"Rigen ulang tahun," papar Daniello.

Lunar mengangkat pandangan seraya menyisir rambutnya panjangnya. "Oh, ya?"

"Anak-anak osis rencananya mau suprise-in Rigen ke rumahnya malam ini. Kamu mau ikut gak? Orin sama Gisellma pengen ketemu katanya."

Lunar geming. Air mukanya tampak bingung sekaligus gelisah. Gadis itu memang dekat dengan Orin dan Gisellma walaupun mereka berdua kakak kelasnya.

"Boleh, tapi aku gak janji."

"Oke, nanti aku jemput kamu jam 7 malem ditempat biasanya kalo kamu mau."

00:00:10

Tbc

Thank you💙

00:00:30Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang