16

283 52 2
                                    

Lentera and University

Malam ini merupakan malam kelam bagi Lentera. Malam yang dirinya tidak pernah duga akan terjadi. 

Ujian kelulusan sudah lewat beberapa hari lalu. Lentera merasa sangat yakin dirinya akan lulus dengan nilai sempurna dan membanggakan Jisa. Dia berharap dengan nilainya itu, Jisa dapat dibujuk untuk tidak jadi pindah dari tempat tinggalnya saat ini.

Namun, semua usaha itu serasa sia-sia saat ini. Baru saja dirinya mendapatkan sebuah email dari suatu instansi pendidikan yang sangat terkenal. Email yang berisi kabar baik, tapi tidak bagi dirinya.

Saat selesai membaca email itu, Lentera langsung menemui Jisa untuk menanyakan pendapatnya. Berharap Jisa mengatakan tidak dan menyerahkan semua keputusan kepadanya. Akan tetapi, semua itu tidak pernah sesuai keinginannya.

"Ibu sangat bangga sama kamu, Lentera."

Jisa memeluk Lentera dengan sangat erat. Dia sungguh bangga melihat anaknya diterima di universitas ternama itu.

"Bu, apa aku harus terima?" tanya Lentera di sela-sela pelukannya.

"Kenapa kamu bertanya hal itu? Tentu saja kamu harus menerimanya," ucap Jisa menatap Lentera heran.

"Tapi, Lentera nggak mau. Lentera lebih memilih kuliah di dalam negeri."

"Kenapa kamu lebih milih kuliah di dalam negeri?" tanya Lentera menyelidik.

Mendapat tatapan menyelidik seperti itu tentu membuat Lentera gugup. Pastinya Jisa tidak akan menerima alasannya jika tidak masuk akal baginya.

"Lentera... Hanya tidak ingin saja," balas Lentera ragu.

"Apa karena kamu tidak mau jauh dari teman-teman kamu? Terutama Rita?"

Ah.

Kenapa Jisa bisa tepat sasaran seperti itu? Alasan Lentera tentu saja tidak ingin jauh dan berpisah dari teman-temannya. Tapi, Lentera takut mengakui itu di depan Jisa.

"Ma-maksud ibu apa?"

"Ibu tidak bisa berpura-pura tidak mengerti perasaan dan hubungan kamu dengan temanmu itu, Lentera. Kamu menyukai Rita, bukan?"

Deg.

Mengapa tiba-tiba Jisa bertanya hal itu? Itu tidak ada hubungannya dengan pembahasan mereka saat ini menurut Lentera.

"Ibu bicara apa sih? Kita lagi bahas tentang universitas."

"Kamu sendiri yang memulai duluan, Lentera."

"Aku hanya tidak mau kuliah di luar negeri, Bu. Aku ingin kuliah di sini, di negara kelahiranku!" tegas Lentera.

Jisa menatap Lentera. Tatapan seolah menggambarkan rasa kecewa dan sakit hati. Tatapan yang baru pertama kali dilihat oleh Lentera.

"Kamu mau tetap di sini walaupun ibu menginginkan kita untuk pindah?" tanya Jisa.

"I-iya, aku mau di sini, Bu."

"Apapun yang terjadi kamu akan tetap memilih di sini?"

"Te-tentu," balas Lentera ragu karena Jisa terlihat berbeda.

"... Kamu sudah besar, Lentera. Ibu bangga dan senang melihatmu tumbuh dengan baik," ucap Jisa sambil mengelus pipi anaknya.

"Tapi, apa kamu juga akan meninggalkan ibu suatu saat nanti, Lentera?" lanjutnya dengan lirih dan tersenyum getir.

Mata Lentera terbuka lebar saat mendengar penuturan ibunya. Bisa-bisanya Jisa mengatakan hal itu, padahal dirinya sudah berjanji tidak akan meninggalkan sang ibu apapun yang terjadi.

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang