01

1K 64 1
                                    

Dreams

Lentera Biru Karunia merupakan sebuah nama yang diberikan oleh seorang wanita kepada anak perempuannya. Nama yang bermakna sebagai petunjuk yang membawa kedamaian dan anugerah. Nama untuk satu-satunya harapan dalam hidupnya.

Wanita berumur 27 tahun dengan nama Jisa Anggun Widya ikut tersenyum bahagia melihat putrinya. Bayi mungil yang berada di dekapannya itu tersenyum membuat matanya yang sudah sipit semakin menghilang. Dia bersyukur masih memiliki Lentera di sisinya.

"Lentera Biru Karunia, ibu harap hidup kamu sesuai dengan nama kamu."

Lentera tertidur lelap di gendongan sang ibu. Entah apa yang dimimpikannya hingga membuat dia tertidur dengan senyuman.

Bertahun-tahun sudah dijalani kedua pasangan ibu dan anak itu, Lentera pun sudah tumbuh menjadi seorang anak kecil yang memiliki banyak pesona. Di umurnya yang menginjak lima tahun ini, Lentera sangat menyukai menari dengan gerakannya yang masih tidak jelas.

"Lentera nggak capek?" Tanya sang ibu.

"Ndak bu, Lentela masih semangat kok."

"Beneran ya? Istirahat dulu kalau Lentera udah capek. Ibu bisa sendiri kok."

"Emm... Lentela ndak capek, tapi boleh ndak Lentela tunggu ibu sambil nali nali di sana?" Tanya Lentera menunjuk ke arah luar.

Jisa melihat arah yang ditunjuk anaknya, di sana ada kerumunan orang yang sedang latihan menari. Dia bimbang apakah harus mengizinkan anaknya yang masih kecil itu untuk kesana tanpa pengawasannya atau tidak.

"Lentera liatnya dari sini aja gapapa? Ibu takut nanti Lentera hilang."

Lentera terdiam beberapa saat dengan raut wajah cemberut namun dia mengangguk mengerti. "Iya, ndak apa-apa kok bu."

Jisa tersenyum bangga karena sikap Lentera yang penurut dan pengertian di umurnya yang masih sangat kecil ini. Dia mengusap pucuk kepala Lentera dan memberikannya kursi jaga-jaga anaknya kelelahan menunggunya bekerja.

Entah apa gerakan yang dilakukan bocah lima tahun itu, tapi di mata Jisa anaknya sangat hebat mengikuti tarian kerumunan orang di sana. Mungkin saja nanti Lentera bercita-cita menjadi penari. Ya, itu pasti ada kemungkinan yang sangat besar.

Akan tetapi, prediksi Jisa sangat salah. Lentera tidak ada niatan sama sekali ingin menjadi penari. Di umurnya yang baru menginjak delapan tahun, Lentera tiba-tiba mengatakan dia ingin memiliki toko pakaian.

"Kenapa Lentera mau punya toko pakaian?" Tanya sang ibu di meja makan.

"Lentera mau punya toko baju buat ibu."

"Buat ibu? Kenapa buat ibu, sayang?" Heran Jisa.

"Iya, biar ibu tinggal duduk aja tunggu pelanggan. Nggak perlu berdiri atau dimarahin om galak."

Jisa sangat tersentuh mendengar balasan anaknya. Lentera sudah memikirkan tentangnya, dimana pekerjaannya adalah salah satu pelayan butik cukup terkenal di kota itu.

"Bukannya Lentera suka nari? Kenapa ngga jadi penari aja?"

"Kata bu guru hobi sama cita-cita itu beda bu. Lentera hobi nari, tapi cita-cita Lentera mau jadi pemilik toko baju."

Senyuman kembali terbit di bibir Jisa. Dia sangat bangga kepada anaknya.

"Ya sudah, ibu tunggu toko baju Lentera. Sekarang Lentera makan yang banyak biar cepet besar."

"Ngga mauuu, nanti Lentera gendut buuu." Kesal Lentera merajuk.

Jisa tertawa melihat tingkah anaknya. Mungkin jika Lentera tidak bersikap seperti anak-anak pada umumnya, dia akan mengira Lentera sudah besar layaknya anak berumur belasan tahun.

◦•●◉✿✿◉●•◦

"Mamiiiii, Rita gamau pindah."

"Rita, nanti di sana ketemu temen baru kok. Papi juga bakal lama kerja di sana, jadi mau gamau kita harus pindah."

"Tapi, Rita gamau miii."

"Nanti mami beliin apapun yang kamu mau deh."

Setelah dibujuk dengan banyak cara, akhirnya Rita menerima kepindahan mereka ke Indonesia.

Seorang anak kecil yang akan menginjak usia enam tahun dan merengek itu bernama Phaerita Angelia Putri. Putri dari pasangan Lila Angelina dan Nattawut Wanchai.

"Cani amau uja miii."

"Kenapa Canny ikutan gamau? Pasti karena kamu nih Rita." Tanya Lila terhadap anak bungsunya.

"Kok aku yang disalahin? Canny aja itu yang suka ikut-ikutan." Bela Rita terhadap dirinya.

"Udah, jangan ribut-ribut. Kita berangkat sekarang, jadwal pesawatnya bentar lagi." Lerai Nattawut.

Mereka pun bergegas menuju bandara, membawa koper-koper besar dan harapan baru di hati mereka. Di pesawat, Rita dan Canny duduk berdampingan dengan kedua orang tuanya. Rita duduk di antara Nattawut dan Lila, sedangkan Canny berada di pangkuan Lila karena umurnya yang masih balita.

Setelah beberapa jam perjalanan, pesawat mendarat dengan mulus di bandara. Mereka keluar dari pesawat dan merasakan hembusan udara tropis yang hangat menyambut kedatangan mereka. Nattawut memimpin mereka keluar dari bandara, mencari taksi yang akan membawa mereka ke tempat tinggal baru mereka di Bandung.

Saat tiba di rumah baru mereka, Rita langsung terpesona melihat rumah yang luas dan udara yang segar. Jika dibandingkan dengan rumah lama mereka, rumah baru mereka saat ini dua kali lebih luas dan mewah.

"Ini rumah baru kalian, mami sama papi harap kita tinggal nyaman mulai saat ini."

"Mi, itu rumah tetangga kita ya? Kok ukurannya beda sama rumah kita?" Tanya Rita penasaran karena rumah yang hanya dipisahkan oleh lapangan itu sangatlah kecil dibandingkan dengan rumah mereka. Mungkin rumah mereka tiga kali dari rumah itu.

"Iya, dia tetangga kita. Kamu harus berteman baik sama tetangga kita ya, jangan lihat dari rumahnya." Jelas Lila memberikan Rita pengertian.

"Iya mii."

PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang