[9]. Salah paham?

418 31 0
                                        

Derungan motor seketika menggema memenuhi pekarangan rumah. Di depan gerbang menjulang tinggi berwarna putih berisi emas emasan dikit. Sebuah motor berhenti.

Baru saja beberapa detik motor berhenti. Vansa turun dengan terburu-buru bahkan dirinya hampir saja jatuh akibat terlalu buru-buru. Namun, itu tidak jadi masalah asal tidak di lihat oleh Rama, kalo di lihatkan malu.

"Thanks udah nganterin, mau mampir dulu?" tawarnya basa basi.

Kaca helm diangkat hingga memperlihatkan sorot gelap tajamnya itu, Rama menggeleng pelan.

"Lain kali aja, gue mau jemput Nayla dulu"

Bibir membentuk gestur O, Vansa mangut mangut gak jelas.

Di balik helm nampak ada seulas senyuman. Namun, tidak ada yang bisa melihatnya termasuk Vansa sendiri. Kembali menurunkan kaca helmnya, Rama melambaikan tangan, kemudian menacap gas hingga nyaris terbang.

Setelah Rama menghilang dari pandangan. Vansa mengedikan bahu pelan, lalu berbalik dan melangkah mendekati gerbang. Menyentuhkan jari pada tombol, secara otomatis gerbang besar tersebut terbuka.

"Siapa tadi?"

"ASTAGA SETAN!!" latah Vansa bersikut mundur, mengelus dada kaget tatkala sosok aneh berdiri di hadapannya sambil bergacak pinggang.

"Setan mulutmu. Udah berani ya sekarang kamu ngumpatin bunda!?"

"Lagian bunda ngapain berdiri di depan gerbang segala, mana pakaian bunda aneh gitu"

"Terus, ngapain bunda pakai masker siang siang bolong begini?" heran Vansa melihat wajah bundanya penuh warna ijo.

Mendelik tajam. Hannie masih bergacak pinggang, dan siap melayangkan omelan lagi.

"Itu tadi siapa? Kenapa gak pulang bareng Erick?" interogasi Hannie menelisik manik indah putranya itu.

Membuang nafas secara cuma cuma, Vansa menepuk kedua pundak bundanya, "Bunda sayangg, jadi gini. Tadi itu temen Vansa. Kenapa Vansa gak pulang bareng Erick? Jawabannya, Erick lagi ada kelas tambahan. Karena Vansa gak mau nunggu, jadinya numpang sama temen Vansa aja"

Mata di sipitkan hingga terlihat hanya segaris, Hannie berusaha mencari letak kebohongan di mata putranya. Namun, sepertinya Vansa adalah orang yang pandai berbohong. Di rasa anak manisnya itu tidak bohong, Hannie mengangguk kemudian menepis kedua tangan di pundaknya.

"Ooh, yaudah. Sana masuk, kamu bau matahari, nanti bunda gosong" ocehnya kembali.

Menggaruk kepala binggung, Vansa bergumam "Lah? Hubungannya bau matahari sama gosong apa?" 

"Dasar emak emak aneh" monolognya sambil berjalan melewati Hannie.

"Neavansa!! Bunda denger ya!" Ngegas Hannie.

Langkah berhenti, Vansa Berbalik badan, lalu memutar mata males. "Gak usah teriak teriak juga, itu masker bunda Retak."

Meraba raba wajahnya, Hannie melotot hingga kedua bola matanya nyaris melompat keluar. Tepat saat itu pula, ia langsung berlari seperti naruto.g.

Mengangkat tangan sedikit seperti ingin menghentikan, Vansa membuang muka kearah lain sambil meringis. Membayangkan seberapa sakit bundanya yang habis menabrak pintu kaca yang masih ketutup rapat tersebut.

"Dasar pintu bangsat. Yang naruh disini siapa lagi sih?"

"Udah telat mau arisan, masker retak, jidat makin besar. Astagaa, bagaimana besok gue syutingnya kalo begini?"

Vansa geleng geleng sendiri mendengar omelan bundanya yang seperti rel kereta api, tidak ada hentinya. Bahkan ada tetangga yang sampai menginitip dari balik pagar, karena memang omelan Hannie lumayan keras.

A true mate? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang