{Happy Reading}
Suasana duka masih menyelimuti kediaman Jovanka setelah kepergian putri sulung mereka. Semua begitu kehilangan, tidak ada lagi sosok ceria dan kuat seperti mendiang Intania di rumah yang besar ini.
Ivana duduk termenung di teras balkon kamarnya, dalam pelukan gadis itu terdapat satu bingkai foto berisi foto dirinya dan sang kakak.
Ivana amat kehilangan sang kakak tercinta, kakak yang selalu ada untuknya, kakak yang mengerti dan menyayanginya begitu besar. Intania selalu jadi garda terdepan bagi Ivana, jika sang adik di ganggu, dalam masalah atau dalam bahaya.
Ivana begitu beruntung memiliki kakak sebaik Intania, yang begitu menyayanginya. Namun, kini semua itu telah hilang, ia di tinggalkan selamanya oleh sang kakak.
Tidak ada lagi pelukan hangat, Ivana tidak dapat mendengar kembali nasihat bijak sang kakak. Ia akan merindukan masa-masa indah yang di habiskan bersama kakak tercintanya.
Air mata seolah habis karena Ivana melewati hari dengan tangisan, terhitung hampir satu minggu Intania meninggal dunia. Satu minggu ini pula Ivana mengurung diri, enggan beraktifitas.
Samar-samar indera pendengarannya mendengar suara ribut dari luar kamar. Karena penasaran, gadis yang masih memakai baju tidurnya itu melangkah pergi keluar kamar.
Pemandangan yang ia lihat di lantai satu adalah kedua orang tuanya yang sedang bertengkar. Teriakan sang mama, bentakan papanya menjadi makanan bagi Ivana selama satu minggu ini semenjak kepergian Intania.
Di bawah, Irfan dan Julia selaku orang tua Ivana saling beradu argumen. Sejak beberapa menit lalu, tidak ada yang mau mengalah atau berhenti beradu mulut.
“Sebagai kepala keluarga bukankah kamu harus bertanggung jawab dengan baik, Pah!” kelakar Julia dengan kesal. Kedua matanya sudah berkaca-kaca.
“Tanggung jawab apa? Tanggung jawab dimana aku harus menghidupkan Intan kembali, hah?” sentak pria tua itu.
“Seharusnya kamu pedulikan putrimu sendiri, yang saat itu memerlukan pertolongan!” Bulir-bulir bening menetes dari mata Julia, suaranya terdengar bergetar.
“Apa kamu mau berkata jika kematian Intan adalah kesalahanku?”
Julia mendongak kemudian mengangguk membuat sang suami merasa emosi.
Plak.
Satu tamparan di dapat Julia, Irfan menatap penuh amarah istrinya sendiri. Dia belum sadar jika putri bungsunya melihat di atas sana.
“Apakah kamu tidak berkaca, Julia! Kamu sebagai seorang ibu sibuk mengurus butik daripada memperhatikan anak-anakmu sendiri dan kamu malah menyalahkanku!” berang Irfan dengan nada tinggi.
“Ta-tapi aku masih menyempatkan diri merawatnya ketika sakit. Tapi apa kamu pernah melakukan itu?”
Irfan terdiam, ia akui jika dirinya memang terlalu abai terhadap keluarga. Dirinya selalu sibuk dengan pekerjaan, bahkan ketika Intania di nyatakan tiada, Irfan masih berada di kantor.
"Kenapa hanya diam? Merasa bahwa kamu yang terlalu abai?"
Irfan menatap tajam sang istri, kedua tangannya mengepal kuat guna menahan emosi yang hampir meledak. Ia sebenarnya merasa lelah karena setelah kepergian Intania, Julia selalu saja menyalahkan Irfan tentang kematian putri sulung mereka.
"Sekarang Intan sudah pergi selamanya. Dia tidak akan pernah kembali lagi!" Julia berteriak sembari mengguncang lengan sang suami.
"Cukup! Jangan bertingkah seolah diriku saja yang abai selama ini. Bukankah kamupun sama? Kamu fokus pada butik mu itu, kamu menyerahkan urusan kedua putri kita pada pembantu!" seru Irfan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ivana Story [Revisi]
Teen FictionIvana kehilangan kakak tercintanya lalu orang tuanya bercerai. Hidupnya perlahan mulai terasa hampa, tetapi ia berusaha tetap baik-baik saja. Gadis remaja yang selama ini hanya ingin kehangatan keluarganya, tetapi sulit ia dapatkan. Perpisahan orang...