Chapter 6

10 3 0
                                    

{Happy Reading}

Ivana merasa sedih setelah membaca beberapa komentar pada bab cerita yang dibuatnya hari ini.

“Va, mungkin aja mereka terbiasa dengan penulisan yang kakak kamu lakukan. Setiap penulis punya gaya menulis berbeda, mungkin itu yang membuat para pembaca merasa kalau penulisannya acak-acakan,” jelas Alisha mencoba menenangkan Ivana.

“Kamu yakin kayak gitu?”

“Berpikir positif Va dan jangan berpikir untuk nyerah gitu aja. Kamu sudah memulainya dan kamu harus menyelesaikannya, paham?”

“Tapi Sha, kalau pada akhirnya aku malah merusak cerita ini gimana?”

Alisha menghela nafas sabar karena rasa kurang percaya diri sahabatnya ini.

“Va, berulang kali aku selalu bilang untuk jangan meremehkan diri kamu sendiri. Jangan merasa bahwa apa yang sedang kamu lakukan itu akan merusak sesuatu!” komentar Alisha sedikit kesal.

“Percaya diri Va, yakin kamu bisa meneruskan cerita ini. Kak Intan di atas sana gak mungkin menyerahkan karyanya yang bagus ini kalau dia gak menilai jika kamu memiliki potensi seorang penulis yang baik.”

Ivana menunduk, merasa bersalah karena selalu saja merasa kurang percaya diri. Ia selalu meragukan kemampuannya sendiri hanya karena hal sepele.

“Jangan goyah cuma gara-gara komentar itu, lanjutkan dan jangan lupa sambil kamu pelajari materi penulisan yang baik dan benar,” nasihat Alisha seperti biasa selalu menjadi dukungan untuk Ivana.

Ivana mengangguk paham, ia tidak boleh mudah menyerah seperti ini. Dirinya sudah memulai dan tidak boleh berhenti di tengah jalan.

“Oh iya Va, jangan lupa kamu berdoa juga supaya cerita buatan kakakmu bisa tamat dan memuaskan para pembaca,” usul Alisha.

“Iya, aku pasti gak akan lupa untuk berdoa.” 

Kedua gadis saling melempar senyum, lalu diam menikmati perjalanan menuju rumah Alisha.

***

Dua hari ini Ivana menginap di rumah Alisha dan hari ini ia baru pulang ke rumahnya sendiri. Bersamaan dengan sang papa yang baru kembali dari Surabaya.

“Iva, papa dengar kamu nginep? Di rumah siapa?” Irfan langsung bertanya saat putrinya baru memasuki rumah.

Ivana melihat ke arah sang papa. Diperhatikan Irfan yang tampak tenang, Ivana menjadi kasihan kepada papanya yang dikhianati istrinya sendiri.

Ivana mendekati Irfan kemudian berhambur ke dalam pelukan sang papa. Irfan yang di peluk sang putri membalas pelukan. Mengusap-usap lembut kepala Ivana.

“Kenapa? Kamu kangen papa, ya?” tanya pria itu seraya melepas pelukan, lalu menangkup wajah Ivana. “Kamu nangis?”

Ivana mengusap wajahnya, “Pah maafin aku yah karena aku gak ngertiin papa.”

Irfan mengernyit bingung dengan apa yang dikatakan oleh putrinya ini. “Maksud kamu?”

“Aku tau alasan mama mau ceraikan papa, aku tau dan aku kecewa sama dia pah. Aku bahkan gak suka lagi sama mama, kenapa dia tega sih, Pah?” Ivana berbicara dengan suara bergetar, air mata terus menetes membasahi pipinya.

Irfan menatap sendu Ivana, gadis ini pasti akan kecewa dengan keputusan dan alasan yang dibuat oleh mamanya sendiri.

“Sayang, papa tidak akan memperdulikan itu lagi. Papa benar-benar akan melepas mamamu, tidak masalahkan?”

Ivana tidak menjawabnya dan kembali memeluk sang papa dengan begitu erat. Isak tangis kecil terdengar dari mulutnya, gadis itu menumpahkan kesedihan di pelukan sang papa.

Irfan hanya bisa membalas dan mencoba menenangkan putrinya.

“Apa papa sudah tau soal niatan mama menikah lagi?” Irfan segera mengangguk membuat Ivana tidak percaya.

“Lalu, apa juga tau mama akan menikah dengan siapa?”

“Papa gak tau dan gak mau tau! Intinya papa akan segera bercerai dengan mamamu itu!”

Ivana menangis kembali membuat Irfan sedikit cemas. Pria itu yakin jika putrinya pasti sangat kecewa dengan keputusan yang di ambil mamanya.

“Mama gak sayang kita pah, dia tega pergi demi orang lain. Dia bahkan gak peduli soal pendapat aku anaknya sendiri, mama emang gak bisa berpikir dengan baik,” lirih Ivana.

Irfan hanya bisa menganggukkan kepala. Ia tidak tega melihat putrinya yang jadi korban perceraian dirinya dan sang istri. Namun, mau bagaimana lagi? Irfan terlalu sakit hati dengan tingkah istrinya itu.

“Mulai sekarang kita akan hidup berdua saja dengan baik. Iva gak sendirian, kamu punya papa dan papa punya kamu. Papa juga janji, mulai detik ini akan lebih memperhatikan kamu sayang,” ujar Irfan sembari merapikan rambut putrinya.

Ivana tidak menjawab apapun, ia terlalu lemas untuk mengatakan sesuatu. Karena lelah, Ivana pamit ke kamar untuk istirahat. Ia harus mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya saat ini.

***

Setiap tiga hari satu kali maka Ivana akan mengupload bab naskah cerita sang kakak.

Sudah lewat tiga hari dan kini saatnya Ivana memperbarui bab terbaru. Walau komentar pada bab sebelumnya sedikit menggoyahkan kepercayaan diri Ivana tetapi gadis itu berusaha untuk tetap bertahan dan meneruskan apa yang sudah kakaknya tuliskan.

Karena hari ini Minggu, Ivana tidak kemana-mana. Hanya di kamar, menulis cerita. Selama menulis banyak drama yang di lalui gadis itu, entah salah kalimat, entah karena ia mengantuk atau mungkin karena ia lupa alur akan di buat seperti apa.

Akan tetapi, walau begitu sehari ini ia bisa menyelesaikan bab ke-25 dan segera ia publish agar para pembaca bisa segera membacanya.

Ivana tersenyum saat menatap foto dirinya dan sang kakak yang tersenyum begitu lebar. Di ambillah bingkai foto itu, kemudian Ivana mengusap-usap foto Intania.

“Kak, keluarga kita sudah kacau kak. Aku benar-benar kecewa sama mama karena memiliki rencana menikah lagi disaat dia masih memiliki hubungan sama papa,” cakap gadis itu memperhatikan foto sang kakak.

“Aku kasian sama papa kak. Dia benar-benar sedih dan kecewa sama mama seperti aku. Sekarang hanya aku dan papa yang bersama, andai aja kakak masih hidup setidaknya aku gak akan kesepian.”

Ivana tersenyum paksa kemudian meletakkan kembali bingkai foto. Gadis itu pun kini beralih membuka buku pelajarannya, memahami materi yang sudah diajarkan.

Tbc 

💮💮💮


Ivana Story [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang