Chapter 8

4 1 0
                                    

{Happy Reading}

  Ivana membaca komentar pada postingan berisi cover cerita story : white and black magic, kebanyakan komentar yang masuk adalah menjelekkan cerita ini.

Mereka merasa kecewa karena cerita yang awalnya berkualitas, unik dan dikemas apik ini berubah drastis pada bab 22 sampai 31. Para pembaca beranggapan jika penulis tidak lagi memiliki niat untuk menulis karena cerita ini kualitasnya menurun.

Kedua mata Ivana berkaca-kaca saat membaca komentar-komentar ini. Terasa ada yang menusuk hatinya saat tulisan buatannya di dijelek-jelekkan hanya karena perubahan gaya penulisan.

Namun, Ivana juga sadar diri jika disini dirinya yang bersalah karena tidak memiliki kemampuan yang mumpuni dalam menulis cerita.

Ini mungkin hanya cerita fiksi, tetapi cerita ini berkualitas. Mana mungkin ada cerita yang pembacanya banyak namun isi ceritanya sama sekali tidak menarik atau bagus. Ivana sangat tahu sejauh apa perjuangan sang kakak saat masih hidup dalam menulis cerita fiksi.

Intania tidak kenal lelah, berusaha optimis dan yakin jika bisa menulis sebuah karya luar biasa. Intania juga berproses dari nol, dimana awalnya ia sama sekali tidak memiliki pembaca. 

Namun, karena optimis, yakin serta dia yang selalu memperbaiki kualitas tulisan mengantarkan karya yang dibuatnya cukup diminati. Bahkan salah satu karya dengan tema anak sekolah berhasil lolos cetak dan terjual banyak.

Sekarang satu karya Intania bermasalah, di jelekkan pembacanya sendiri dan semua itu karena Ivana yang meneruskan menulisnya.

Ivana mematikan ponsel, ia tidak sanggup untuk membaca komentar lainnya. Panggilan dengan Alisha pun terputus. Tangisnya yang terjeda tadi berlanjut kembali, bahkan semakin kencang.

Ivana memang tidak becus. Dia sudah mengacaukan cerita bagus yang dibuat kakaknya. Mungkin lebih baik Ivana sama sekali tidak menulis lagi atau nanti cerita ini akan semakin jatuh.

 Tidak terasa hampir satu jam berlalu, Ivana yang tadinya menangis sudah tertidur. Matanya sedikit sembab, hidungnya juga memerah, wajahnya tampak lelah karena memikirkan komentar-komentar yang ia baca soal cerita yang ditulisnya.

Apakah Ivana akan tetap bertahan, mengabaikan komentar jahat itu? atau justru memilih untuk berhenti?

***

 Ivana menghela nafas saat melihat pantulan dirinya di cermin. Matanya tampak sembab dan itu cukup terlihat, ia yakin sang papa akan melihat dan pasti bertanya.

Ivana mengambil kacamata hitam dan memakainya. “Seenggaknya ini gak keliatan.”

Ivana turun ke lantai bawah, menuju ruang makan. 

“Pagi papaku,” sapa gadis itu.

“Pagi ju-” Irfan mengernyit melihat putrinya memakai kacamata hitam. “Ngapain kamu pake kacamata gitu?”

Ivana berpikir sebentar, mencari jawaban untuk alasan ia memakai kacamata ini.

“Buat gaya aja kok, Pah.”

“Gaya? Kamu nih ada-ada aja.”

Ivana menghembuskan nafas lega karena sang papa tidak bertanya lebih banyak lagi. Sepasang ayah dan anak itu sarapan bersama, sesekali Irfan menanyakan bagaimana sekolah Ivana.

Hal yang jarang Irfan tanyakan sebelumnya. Kini pria tua itu menanyakannya dan itu sedikit membuat Ivana senang.

“Hari ini papa antar kamu, yah?” Irfan selalu mencoba mengantar sang putri ke sekolah, tetapi entah mengapa Ivana selalu mencari alasan agar Irfan tidak perlu mengantarnya.

Ivana menatap sang papa di balik kacamata hitamnya, ia pun mengangguk setuju jika papanya ini mau mengantar.

Setelah Ivana setuju di antarkan, Irfan pun segera mengajak putrinya berangkat karena waktu terus berjalan. Selama perjalanan, keduanya banyak mengobrol, bahkan Irfan banyak bertanya pada putrinya.

Ivana merasakan perubahan sikap papanya yang semula acuh menjadi lebih hangat. Irfan bahkan tidak ragu untuk bercerita banyak hal, pria tua itu kini bertingkah seperti Ivana yang memang cerewet.

Mobil mewah Irfan tiba di depan sekolah, Ivana melepas sabuk pengaman, kemudian mencium punggung tangan sang papa. “Aku sekolah dulu, Pah.”

“Iya sayang, belajar yang rajin yah.” Irfan mendaratkan kecupan pada kening sang putri, lalu Ivana pun pergi karena bel terdengar sudah berbunyi.

Ivana baru mau melepas kacamata hitamnya setelah tiba di kelas dan duduk di bangkunya. Di sebelah, Alisha memperhatikan Ivana dengan begitu lekat. Mendapati mata sahabatnya tampak sembab, Alisha menduga jika Ivana ini habis menangis.

“Va, kamu bacain komen di ig itu?” celetuknya bertanya secara hati-hati.

Ivana diam tidak menjawab tidak lama ia mengangguk, membenarkan apa yang ditanyakan oleh Alisha.

“Va, kamu habis nangis kan? Jangan bilang kamu nangisin komentar-komentar itu lagi?”

Lagi, Ivana mengangguk sebagai jawaban.

“Va, jangan kayak gitu yah? Abaikan aja komentar-komentar itu, kamu hanya terus fokus pada tulisanmu itu agar bisa diselesaikan,” cakap Alisha.

“Aku gak yakin Sha, semua komentar yang aku baca ada benarnya. Kualitas cerita kak Intania menurun setelah aku yang mulai nulisnya. Mereka gak puas dengan alur cerita yang aku tambahkan. Penulisanku juga dikritik karena saking berantakannya,” ucap Ivana lirih.

“Jangan gitu Va. Gak usah dengerin orang-orang yang komen itu.”

“Gimana caranya Sha? Komentar mereka bikin aku kepikiran, aku takut menjatuhkan cerita yang kakakku buat! Aku takut jika aku terus nulis tapi pada akhirnya cerita ini malah jelek.”

Alisha tidak tahu harus mengatakan apa, sahabatnya ini kini sedang merasa terpuruk. Komentar-komentar yang Ivana baca sepertinya mengganggu gadis ini, bukan hal mudah bagi Ivana mengembalikan rasa percaya dirinya. Jika sudah seperti ini, pasti butuh bujuk rayu dari Alisha kembali agar Ivana mau tetap melanjutkan menulis cerita itu.

 Kenyataan bahwa sebuah ketikan bisa mempengaruhi seseorang, sepertinya benar. Kita dianjurkan bijak ketika berkomentar, jangan sampai apa yang kita komentari justru membuat seseorang terpuruk jatuh.

Ivana korbannya, si gadis perasa yang sedikit sensitif dan mudah menyerah terpengaruh komentar buruk tentang naskah cerita yang dirinya lanjutkan. 

Benar-benar mempengaruhi Ivana sampai saat ini gadis itu tidak sadar jika ia berjalan ke arah jalan raya. Kakinya tidak berhenti melangkah, gadis itu tampak seperti seseorang yang melamun. Pikirannya kacau hanya karena komentar yang dirinya baca.

Ivana benar-benar tidak sadar jika dari arah kiri ada mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi.

Tint tint.

“Iva, awas!!”

Tbc 

💮💮💮


Ivana Story [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang