8

127 10 2
                                    

"hey sya!!" Tegur Hamdan saat di lihatnya Masya turun dari angkot yang berhenti.

"Oyyy" Masya melambaikan tangan pada temannya yang sedang berkumpul, duduk di bawah pohon beringin yang rindang.

"Ini kayanya buku milik kaka itu"

Masya mengambil buku dari tangan Rega. Di lihat-lihatnya buku itu. Di halaman pertama buku itu tertulis sebuah nama. Clara jesslyn. Nama kaka itu kah? Bisiknya kepada dirinya sendiri.

"Dimana kalian Nemu buku ini?"

"Di bangku tempat kaka cantik tadi duduk" seloroh wiky.

"Husss" sengit Masya.

"Kan memang cantik sya, aduhhh gue selalu ga kuat kalo liat cewe cantik tuhh!" Ujar wiky lagi. Yang di sambut riuh gelak tawa teman-temannya yang lain. Masya diam hanya hatinya saja yang merasa dongkol. Dia tau percuma saja dia beradu argumen dengan wiky, teman lelaki yang terkenal playboy di sekolahnya. Ini bukan yang pertama dia mendengar omongan nakal tentang wanita dari mulut teman-temannya, namun anehnya ini pertama kalinya dia merasa tak senang saat teman-temannya membicarakan seorang gadis. Khususnya kaka cantik pemilik mata teduh itu!

Tapi Masya pun setuju jika yang di katakan temannya itu ada benarnya, Kaka itu memang cantik!

Keesokan harinya. Pagi-pagi sekali Masya sudah bangun. Lalu pergi mandi. Perlu waktu dua puluh menit untuk masya memilih baju yang akan di kenakannya. Di keluarkan semua isi lemari untuk mencari pakaian apa yang cocok di kenakan hari ini. Tak lupa dia menyemprotkan parfum di sekujur tubuhnya. Mengusir bau badan

Bahkan ibunya pun sampai terheran-heran melihat anaknya yang biasa susah di bangunkan itu jam enam tepat sudah duduk di meja makan. Dengan wajah berseri-seri. Lebih heran lagi melihat penampilan anak gadisnya yang sudah sangat rapi itu.

"Pagi mahhhh" sapa Masya kepada sang mama yang sedang sibuk membuat susu dan kopi untuk anak dan suaminya.

"Tumben kamu udah bangun jam segini? Weekend lagi"

"Hari ini aku mau mengantarkan buku ke rumah teman mah.."

"Oalah Mama kirain kamu mau ketemu pacar" gurau mama.

Mendengar itu Masya hanya memonyongkan bibir.

"Idihhhhh.. engga dong!!!" Sengit Masya kepada sang mama. Di minumnya segelas susu yang tersedia di atas meja cepat-cepat.

"Itu.. teman kamu si Bryan -bryan itu kenapa ko ga pernah main lagi ke sini sya?"

"GAK TAU!!!!!! Lagian ya mah, aku sama dia tuh ga temenan dia aja yang caper terus-terusan kesini padahal kenal sama dia aja asya ga mau.. apalagi temenan iyuhhh, gak banget deh"

"Mungkin dia suka kali sama kamu makanya dia terus nyamperin kesini"

"Ah udah ah, asya mau berangkat dulu ya mahhh... Dadahhhhh mamahhhhhh love you muahhh" di ciumnya pipi Arini cepat-cepat lalu berlari keluar sambil menenteng sebuah buku tebal.

Arini hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya gadisnya itu. Seandainya saja Masya tau ada raut kesedihan di wajah Arini saat dia berlalu. Mungkin Masya tidak akan pernah beranjak dari sampai ibunya. Tak sampai hati rasanya jika suatu saat dia harus meninggalkan Masya, membayangkan saja enggan.

Sebagai seorang ibu Arini ingin selalu mendampingi putrinya apapun yang terjadi. Dia ingin melihat putrinya tumbuh dewasa, menikah, dan menimang cucu. Namun keinginan hanya tinggal keinginan, dia sepenuhnya sadar bahwa sangat kecil peluang keinginannya akan terkabul. Apalagi dengan kangker yang terus menggerogoti tubuhnya.

Lama Arini terduduk di kursi meja makan sampai suaminya datang menghampiri. Di peluknya Arini yang tengah berlinang air mata dengan kasih sayang. Di belai lembut rambut hitam panjangnya. Indra pun hampir tidak dapat menahan air mata, kesedihan menyelimuti hatinya. Namun sebagai seorang lelaki dia ingin menjadi penguat untuk istri tercintanya, dia tak ingin terlihat rapuh dan menambah beban pikiran untuk Arini.

"Semua akan baik-baik saja Arini, kamu akan sembuh dan aku yakin itu.." lirih Indra mencoba mendamaikan hati istrinya. Meskipun hati dan pikiran sendiri sedang berkecamuk.

***

"Ka Rara ada tamu!!!!!!!" Teriak Arum. Suaranya yang nyaring menghentak gendang telinga Clara. Membuat daun telinga itu merah seketika.

Dengan berang Clara bangkit dari kursi belajarnya. Kemarahan yang sudah menggunung sedari pagi itu rasanya ingin dia muntahkan saat itu juga. Lagian siapa yang mencarinya pagi-pagi begini, tak tahu kah moodnya sudah hancur sedari pagi tadi. Apalagi kalau dia ingat akan ada kuis Senin nanti, di tambah bukunya hilang!

Jika bukan takut di amuk bunda rasanya ingin sekali dia melampiaskan amarahnya kepada adiknya yang menyebalkan itu.

"Selamat pagi ka" sapa tiga remaja yang tengah duduk di kursi ruang tamu. Di depan mereka ada tiga gelas air putih yang habis setengahnya.

"Ada apa kalian kemari?" Tanya Clara bingung. Dia ingat salah seorang di antara anak remaja itu adalah orang yang mengantarnya pulang kemarin.

"Hum ini ka, kamu ke sini untuk mengantarkan buku kaka. Kemarin buku itu tertinggal di taman"

Clara mengambil buku dari tangan remaja itu. Di lihat-lihatnya buku baik-baik, ya itu memang bukunya!

"Ah syukurlah, saya pikir bukunya hilang terimakasih ya...."

"Masya. Nama saya Masya"

"Ya terimakasih Masya dan kawan-kawan" sebuah senyuman manis Clara lemparkan untuk ucapan terimakasihnya yang tulus.

Masya terpaku. Dia terpesona oleh senyuman itu. Namun matanya tiba-tiba tertunduk, dia tiba-tiba merasa malu. Ini pertama kalinya dia melihat Clara tersenyum setelah sekian lamanya dia hanya bisa diam-diam memandangi wajah itu dari kejauhan di saat Clara sedang membaca buku di taman.

Mungkin hari ini Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya.

Tak sia-sia dia bangun pagi-pagi dan menyeret Rega dan Kevin untuk mengantarnya bertamu ke rumah Clara. Dengan senang hati di amatinya wajah cantik dan manis Clara di hadapannya. Setelah mengobrol beberapa saat Masya dan dua orang temannya pamit pulang.

Clara mengantar sampai depan pintu. Lalu membalas lambaian tangan Masya saat motor bebek tua buatan tahun 90'an itu melaju meninggalkan pekarangan rumah Clara.

Senyum tidak luntur dari bibir Masya sampai tiga-empat hari ke depan. Hatinya terasa hangat dan penuh. Hanya dengan melihat senyum dan melihat paras cantik Clara dari dekat sudah membuat dampak yang begitu hebat bagi Masya.

Sudah lama sekali ingin di sapanya gadis itu, namun Masya malu. Nyalinya ciut sejak langkah pertama, dia tak tau harus memulai dari mana mendekati Clara. Dan sore itu akhirnya terjadi juga, sore dimana kepala Clara terkena bola adalah sore yang paling di syukuri masya, berkata nya dia bisa mendekati Clara bahkan mengantar pulang gadis pujaannya!


Aku, kamu dan logika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang