Aku sedang duduk di sebuah cafetaria tak jauh dari kantor tempatku bekerja. Bersama dua orang rekan kerjaku yang juga teman baikku. Kesempatan membuat kami bekerja di tempat yang sama juga akhirnya.
"Kenapa? Ada masalah?" selidik Felic. Masih dengan tetap memperhatikanku dengan makanan yang hanya ku aduk-aduk tanpa sedikitpun memasukannya ke dalam mulutku.
"Aaarrrggg" Aku mengacak-ngacak rambutku kesal dengan tiba-tiba. Sontak tak hanya Felic dan Mario yang duduk bersamaku yang kaget. Tapi juga orang-orang disekeliling kami, memperhatikanku. Sepertinya mereka berfikiran kalau aku sudah gila. Ya gila! Aku memang sudah gila dengan semua ini.
"Kenapa sih lo? Lo bawa setan apa dari kampung lo sampai kesurupan kayak gini, huh?" Cerca Mario.
"Sialan lo!" Aku Cuma merengut kemudian melanjutkan kata-kataku sesaat setelah aku merasa lebih tenang dan siap untuk bercerita.
"Gue mau di jodohin sama bokap gue" kata-kataku pelan sambil menundukan kepalaku. Bingung, kesal, sedih semua bercampur aduk dalam perasaanku saat ini.
"What? Serius lo? Huwaaah...Gak nyangka gue, masih ada aja ya orang tua yang hidup kayak di zaman Siti Nurbaya. ckckck." Kata Felic sambil mendorong wajahnya mendekatiku dengan wajah kaget dan keheranan dan kemudian menarik kembali wajahnya.
"Asal jangan sama aki-aki kayak datuk maringgih aja" timpal Mario sambil senyum-senyum. Aku? Jangan Tanya jadi sekesal apa aku setelah mendengar ocehan Mario itu.
"Ogah gue, meskipun sama cowok seganteng apapun kalau dijodoh-jodohin. Bukan masalah fisik atau apa tapi kan menikah melibatkan hati." Masih dengan mode mulut yang ku majuin. Kesel. Bagaimana tidak, menikah itu kan momen paling special dalam kehidupan setiap orang. Diputuskan ketika hati sudah sangat yakin dengan pilihan hati bahwa seseorang itu akan menjadi orang yang pertama dan terakhir dalam ikatan pernikahan sampai ajal menjemput. Setidaknya itu pandangan simple ku tentang pernikahan. Intinya dalam pernikahan itu harus ada cinta. Aku pinginnya seperti itu.
"Wow..Sempurna!" Ucap Mario tiba-tiba dengan mata yang tertuju pada seorang perempuan yang sedang beranjak dari tempat duduknya di seberang kami yang hanya terhalang oleh satu meja kosong saja. Perempuan cantik dengan mini dress yang warnanya kontras dengan kulitnya yang putih bersih, mulus. Rambutnya yang panjang hitam terurai menambah kesan anggun dalam dirinya.
"Gue ke toilet dulu ya... Jangan ninggalin gue balik ke kantor. Awas lo" pintaku pada kedua sahabatku itu. Karena memang jam istirahat makan siang hampir habis. Aku keluar dari toilet setelah urusanku dengan sesuatu yang mendesak keluar ini selesai. Didepanku berdiri perempuan cantik tadi sedang mencuci tangannya d washtafel. Aku berjalan menghampiri washtafel disebelahnya dengan tujuan yang sama. Mencuci bersih tanganku. Sekejap saling lirik dan dia melemparkan senyum nya padaku. Manis. Aku membalasnya dengan senyum termanis yang ku miliki. Aroma parfumnya tercium olehku. Wangi yang lembut dan menenangkan. Aku suka.
***
Pagi ini dengan sedikit berlari aku masuk gedung kantor tempatku bekerja menuju lift yang akan membawaku ke lantai lima ruang kantorku. Pintunya sudah hampir tertutup namun seseorang menahannya untuk ku. Karena kedua tanganku ini sedang kerepotan dengan tas dan berkas yang semalam aku bawa kerumah untuk aku selesaikan.
Orang itu tersenyum tentu saja aku membalas senyumannya itu dibarengi dengan ucapan terima kasihku. Dia mengangguk dengan masih menyisakan senyum di bibirnya.
"Kerja disini?" dia bertanya kepadaku.
"Hm..iya" jawabku singkat. Aku pandangi wajahnya. Eh. Dia perempuan yang kemarin kan?!
"Lo...kitaaa...yang bertemu di toilet café kemarinkan?" aku memastikan.
"Iya" dia mengangguk sambil terseyum.
"Gue Oktorienes, panggil gue Oi" Aku mengulurkan tanganku dengan ucapan perkenalan singkatku.
"Arcella" tangannya yang menyambut uluran tanganku. Terasa sangat lembut.
Aku berpamitan lebih dulu setelah pintu lift di lantai lima ini terbuka. Masih dengan terburu-buru aku menuju ruang kantorku. Aku terlambat hari ini karena berkas sialan yang harus menginap dirumahku. Salah siapa? Tentu saja salahku sepenuhnya yang tidak bisa menyelesaikan tepat waktu di kantor. Lantas kenapa aku harus menggerutu dan mengeluh?! Ahh bodohnya aku.
Sudah hampir dua jam aku berada di depan komputer dengan segala jenis pekerjaan yang harus ku selesaikan. Sesekali pandanganku teralih pada berkas-berkas disampingku. Saat Pak Anton memasuki ruangan kami—tim marketing disusul oleh seorang perempuan dibelakangnya. Dia Arcella. Apa yang dilakukannya disini? Apa hubungannnya dengan pa Anton dan kantor ini? Tanyaku dalam batinku. Dia yang sepertinya juga menyadari keberadaanku disini, menoleh dan tersenyum. Pertanyaanku terjawab setelah pa Anton memperkenalkannya kepada kami semua bahwa dia adalah manager baru di tim kami. Menggantikan pa Roy yang katanya di mutasi ke kantor cabang di kota lain.
Aku kaget dan tanpa disadari mulutku terbuka lebar. Bagaimana tidak? Terlintas segimana songongnya aku saat tadi berkenalan dengannya di lift. Dengan bahasa ku 'lo gue'. Ish aku jadi malu sendiri dibuatnya. Bagaimana juga aku bisa berani seperti itu hanya dengan menebak kalau usia nya yang tak jauh beda dariku. Ternyata dia....Aahh. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku sedikit dan perlahan dengan mata kupejamkan. Malu sendiri.
Aku tak berani menatap wajahnya saat ini. Meskipun aku sadari dia sesekali menatap ke arahku. Mejanya berada disisi lain sebelah kiriku yang menghadap ke semua meja kami para stafnya.
"All...sudah waktunya istirahat makan siang sekarang. Di hari pertamaku ini bersama kalian. Ijinkan aku makan bareng kalian. My treat."
Dengan ajakannya itu, membuat kami agak kaget dan ragu menerima. Tapi gak enak juga kalau menolak. Bagaimana tidak. Dia adalah atasan kami dan belum pernah ada yang sebelumnya yang seperti dia. Begitu ramah. Tapi tentu saja kami menerima ajakannya dengan senang hati akhirnya. Karena bukankah kami bisa bekerjasama dengan baik kalau kami juga saling mengenal dengan baik? Ya minimalnya tidak ada sekat yang membedakan pangkat atau jabatan diantara kami. Namun tentu saja dengan dibarengi saling menghargai dan menghormati.
Mario, Dia masih satu tim denganku, begitu juga dengan Felicia. Mario tidak bisa menyembunyikan perasaan senangnya dengan ajakan Arcella, perempuan yang dia kagumi saat pertama kali melihatnya yang dia sebut dengan kata 'sempurna' waktu itu di cafe. Eh tidak. Bu Arcella maksudku. Aih ...Bagaimana pikiranku ini masih saja songong dengan hanya menyebutkan namanya saja. Sedang aku tahu dia atasanku sekarang.
Dalam perjalanan ke café, aku sedikit mempercepat langkahku untuk bisa berjalan beriringan dengannya. Tentu saja bukan dengan niat mencari muka, SKSD atau sebagainya ya..
"Hmm... maaf soal tadi pagi bu" aku sedikit ragu dalam ucapanku, bukan ragu-ragu minta maaf. Tapi karena rasa malu ku ini yang membuatku agak gugup untuk mengatakannya.
"Maaf untuk apa?" dia hanya tersenyum.
"dan bu? Kamu memanggilku 'bu' bukannya tadi 'lo' ya. haha?" sekarang dia tertawa kecil.
" Hehe...iya..Untuk itulah aku minta maaf karena seharusnya mungkin aku memanggil ibu seperti itu. Kalau saja aku tahu ibu adalah atasanku. Bukan seperti tadi, lo gue. sekali lagi maaf ya bu atas kelancanganku" kata-kataku dengan penuh penyesalan.
"Aku sama sekali tidak keberatan. So, never mind" katanya sambil memegang bahuku. Kereen. Ternyata aku masih bisa menemukan orang serendah hati dia juga. Senang rasanya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall for You
RomanceCinta tidak ada yang tahu kapan dia datang dan pada siapa akan berlabuh. karena nyatanya cinta itu datangnya dari hati dan tanpa logika. Seperti cinta pada pandangan pertama yang tak pernah bertanya pada logika tentang kenapa. karena nyatanya cinta...