2

630 44 0
                                    

Enam bulan sudah Arcella menjadi atasanku. Semakin lama kami semakin dekat. Karena pribadinya yang ramah dan low profile tidak sulit untuk kami menjadi dekat. Dia pemimpin yang baik, kharismatik, sabar dan telaten dalam pekerjaannya. Dia juga sangat cerdas dan cantik. Oh iya, tak lupa juga ternyata bu Arcella memang beneran seumuran denganku. Hebat! Di usia kami yang tergolong masih muda tapi sudah sukses seperti itu. Sepertinya takan sulit juga untuk membuat laki-laki manapun jatuh cinta padanya. Jangankan laki-laki, kamipun para perempuan dibuat kagum akan pribadinya itu.

Mario, sekarang juga rasanya lebih sering memuji dirinya dan mencoba mendekati bu Arcella. Kadang-kadang dia juga suka halu sendiri membayangkan macam-macam soal hubungan mereka. Dia dibuat melayang oleh mimpinya sendiri yang sangat jauh dari kenyataan. Namun tak lama dia terjatuh dari mimpinya itu dengan sangat kerasnya mengetahui kedekatan bu Arcella dengan pa Albert yang tak lain adalah wakil direktur di kantor kami. Hwuah kalah saing dia. Aku dan Felic sampai tak tahan menahan tawa saat sedang meledeknya karena halunya itu yang ketinggian.

Mario tak marah kami perlakukan seperti itu, karena saling meledek satu sama lain itu sudah menjadi kebiasaan kami. Jadi kami menganggap itu sebagai gurauan, dan kami sebenarnya memang tidak pernah seserius itu dalam setiap ledekan atau ejekan yang keluar dari mulut kami. Karena kami sesungguhnya saling menyayangi dan saling menjaga sebagai teman baik.

***

Aku masih tidur di kamarku saat HP ku berbunyi, tanda panggilan masuk. Dengan malas aku mencari-cari HP ku yang entah aku lupa dimana menaruhnya. Semalam sebegitu mengantuknya dan sebegitu lelahnya aku sepulang dari Bandung untuk menemui ayahku. Jarak Bandung – Jakarta ini bisa membuatku sangat lelah? Ya bagaimana tidak, karena yang lelah bukan secara fisiknya aku tetapi hatiku yang lelah selelah-lelahnya.

Disaat aku sudah menemukan HP ku, suara deringnya pun berhenti. Mungkin dia juga merasa lelah, seolah berteriak-teriak namun tidak ada yang mendengarnya. Namun tak lama kemudian satu pesan masuk dari Felic.

"lo udah pulang?"

"Udah. Semalam"

"jogging yuk! Dah lama banget kita gak jogging"

"gak ah, males gue"

"ya udah, gpp. Gue jogging sendiri. Eh ... tapi ntar gue ke rumah lo ya. Mau dong denger hasil sidang isbat keluarga lo, hahaha"

"Gila. Kayak apaan aja pake sidang isbat hahah."

Setelah chat sama Felic di WA, tak ada yang ingin aku lakukan lagi, selain tdur lagi. Aahh entahlah, lagi gak ada semangat ngapa-ngapain. Aku masih disini ditempat tidurku sambil mendengarkan lagu-lagu slow mengharu biru. Jam Sembilan saat pintu kamarku diketuk felic.

"Gilaa lo Oi, udah jam berapa nih. Lo masih kayak gini?! Kayak orang yang hidup di gua lo. Lo cewek bukan sih?!" cecar Felic sambil merhatiin terus penampakanku pagi ini yang masih memakai kaos kegedean dengan hot pants yang ku pake tidur, serta rambut yang ku cepol tanpa di sisir terlebih dahulu dan belum mandi. Emang kelihatan banget ya kalau aku belum mandi? cantik gini juga. Kata orang aku tuh ada mirip-miripnya sama Artis Clara Bernadeth tau hahaha.

"Diem lo bawel...cepet gih masuk. Ngapain berdiri aja dipintu?" ketokan kecil dariku mendarat mulus di kepala Felic.

"Ish... lo mah. Bentaaar...."

Aku baru menggamit lengan Felic untuk masuk, bu Arcella muncul tepat di belakang Felic. Sontak aku gugup karena penampakan ku saat ini dan malu, atasan ku melihat aku yang acak-acakan gini! Kaget juga kenapa mereka bisa barengan datang kerumahku?! Aihh malunya aku didepannya sekarang. Namun dia terlihat hanya tersenyum saja, seperti biasa.

Ini kali pertama bu Arcella mengunjungi rumahku. Eh bukan deng, tepatnya sih kost-kostan. Iya memang aku menyewa kostan ini sejak aku datang ke Jakarta ini untuk beradu nasib dan untuk mengghindari bertemu ayahku tiap hari. Sebenarnya sih alasan kedua yang aku sebut tadi dengan datang ka Jakarta ini sebenarnya alasan pertamaku.

"Kok bisa?" tanyaku singkat sambil menunjuk mereka berdua bergantian.

"Iya, tadi kami ketemu di taman pas lagi jogging. Gapapa kan kalau aku ikut mampir ke sini? Kalau gak aku bisa pu..."

Aku memotong omongan Arcella,

"Ya gapapa lah bu, masa iya sih gak boleh. Tapi maaf ya beginilah keadaanku. Maklum ngontrak hehe"

Setelah aku mempersilahkan mereka duduk, aku pamit ke kamar mandi sebentar untuk sekedar cuci muka, gosok gigi dan bersih-bersih sekenanya. Aku menyisir rambutku dan kugulung ke atas dengan jepit rambutku, dari cermin sekilas ku lihat Arcella sedang memperhatikanku. Namun dengan cepat dia palingkan wajahnya setelah kedua mata kami bertemu. Aku beranjak dari meja dipinggir tempat tidurku dan menawarkan mereka minum dan beberapa helai roti untuk sarapan. Aku membuat secangkir kopi untuk ku dan felic, sedangkan untuk Arcella secangkir teh panas. Iya.. karena cuma itu yang selalu tersedia di kostanku, tanpa ada susu karena aku tidak menyukai itu. Jadi buat apa juga aku sediain, iya kan? Heheh.

"Gak ada kamu rasanya ada yang kurang" bu arcella mengawali percakapan kami.

"Hah?"

"Maksudku, dua hari kemarin di kantor rasanya gak rame, biasanya kan rame sama ribut gejenya kamu sama Felic. Kamu ijin dulu pulang ke Bandungkan?! Sekarang sudah selesai urusannya?"

"Hmm" jawabku dengan anggukan.

"Jadi gimana? Cerita dong. Cowoknya keren gak? Kerja dimana?" Tanya felic dengan antusias. Terlihat perubahan ekspresi di wajah Arcella. Entah ekspresi macam apa itu. dia sepertinya menebak-nebak arah pembicaraan kami. Ya karena Arcella kan tidak tahu alasan aku pulang ke Bandung untuk apa. Sedang aku hanya menunduk lemas. Males sih sebenarnya membahas ini. Bikin bad mood. Tapi memang untuk inikan alasan felic, sahabatku ini datang kesini?!

Aku menarik nafasku panjang dan ku buang dengan cepat.

"Lumayan. Katanya sih kerja dipertambangan di Palembang." Jawabku gak semangat.

"Terus?" selidik Fel, penasaran.

"Gue gak tahu banyak lagi soal dia. Gak banyak nanya karena emang gak mau tahu juga."

"Gimana sih lo...tapi lo terima dia?"

"Gue bilang ke bokap dan Ray, gue perlu waktu untuk berfikir. Kemarin Cuma sebatas perkenalan aja"

"Ya udah. Jangan terlalu banyak mikir jangan memaksakan diri juga. Gue tahu dari ekspresi lo. Lo gak mau kan nerima perjodohan itu?"

Aku mengangguk lemah, dan Bu Arcella terlihat kaget namun dia berusaha menyembunyikannya. Kenapa? Aku jadi bertanya-tanya dengan apa yang ada dalam pikiran bu Arcella ini.

"Jangan terima" Apa yang keluar dari mulut bu Arcella cukup mengejutkanku. Aku memandang kearah wajahnya begitu juga dengan Felic. Sedang bu Arcella sangat santai dengan ucapannnya itu sambil menyesap teh panasnya.

"Maaf aku masuk dalam obrolan kalian. Mau gak mau karena aku ada di sinikan?" bu Arcella tertawa kecil. Dan melanjutkan perkataannya. "Buat apa menikah kalau terpaksa, hanya akan membohongi diri kita sendiri, yang pada akhirnya akan menyakiti semua orang. Bukankah kita ingin bahagia dengan pernikahan kita, tapi bagaimana akan ada kebahagiaan kalau tidak ada cinta di dalamnya?!"

Aku terdiam dan lagi-lagi hanya mengangguk-angguk tanda setuju karena itu juga yang ada dipikiranku, begitu juga dengan Felic. Sudah cukup lama kami berbincang. Tak terasa sudah hampir jam makan siang. Felic pulang duluan setelah menerima telpon dari mamahnya. Hanya tinggal Arcella dan aku kini, disini. Kami masih duduk berhadapan dalam diam di meja makan ini. Aku terhanyut dalam pikiranku mengenai perjodohan itu. Aku memikirkan bagaimana reaksi ayah nanti kalau aku menolaknya?! Arcella memegang tangan ku dengan sebelah tanyannya dengan lembut. Seperti menguatkan dan meyakinkan diriku. Sepertinya dia tahu apa yang sedang ada dalam pikiranku. Tapi Entah kenapa aku merasakan ada yang berbeda dari cara dia memegang tanganku. Aku melepaskan pegangan tangannya perlahan dan beranjak dari tempat dudukku.

" Udah waktunya makan siang. Aku masak dulu...makan disini ya?" ajakku tanpa peduli dia mau menerima ajakanku atau tidak. Arcella menjawab dengan anggukan dan senyuman. Obrolan kami masih berlanjut selama aku masak yang dibantu sedikit juga oleh Arcella.

Sesekali juga aku terlarut dalam pikiranku. Teringat bagaimana awal perkenalanku dengan Arcella, dan bagaimana dia memperlakukanku setelah itu dengan segala perhatiannya. Tatapan matanya yang hangat. Aku senang dengan semua itu dan itu membuat aku merasa nyaman berada di dekatnya. Sampai kami dekat seperti sekarang ini. 



TBC

Fall for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang