5

481 41 0
                                    

Seriak angin berhembus menyapa kulitku. Ia juga menyentuh lembut dedaunan yang menjadikannya nampak seperti sedang menari-nari dan sesekali juga seakan sedang melambai padaku. Hening... ya, bagaimana tidak ini sudah sudah larut malam. Jarum jam yang berdetak di dinding kamarku sudah hampir menunjukan angka 12. Namun, aku masih disini, berdiri menatapi suasana malam ini dari jendela kamarku yang sengaja ku buka lebar di temani secangkir kopi di tanganku.

Aku teringat Arcella. Hari ini, Arcella tak masuk kerja. Tak ada informasi yang kudapat mengenai alasannya kenapa. Kejadian kemarin masih terbayang jelas dipikiranku. Memori-memori kebersamaan dengannya pun bermunculan. Bagaimana dia terhadapku yang selalu menunjukan perhatian dan kasih sayang. Itu sudah dari dulu bisa aku rasakan. Tapi aku menganggap semua itu sama dengan perhatian dan kasih sayang antara aku dan Felic. Sebagai teman baik. Aku tak mengira perasaan Arcella lain terhadapku. Bagaimana mungkin? Tanpa sadar aku memegangi bibirku, teringat bagaimana dia menciumku.

Satu minggu setelah kejadian itu. Aku dan Arcella tak saling menyapa. Hanya berbicara seperlunya itupun urusan pekerjaan. Lama-lama seperti ini aku tak tahan. Memalingkan wajahku setiap saat dia memandangiku ataupun sebaliknya ternyata bisa begitu menyakitkan. Perih. Jam kerja sudah berakhir. Aku diantarkan Mario pulang hari ini. biasanya Felic, tapi dia ada urusan keluarga jadi harus buru-buru pulang. Arcella melihatku dan Mario bersama diparkiran kemudian dia memalingkan wajahnya. Mario dan Felic sering menanyakan alasan perubahan antara aku dan Arcella. Meskipun Arcella tidak menunjukan kemarahan, kekesalan atau emosi lainnya, tetapi tetap saja dengan banyak saling mendiamkan diantara kami. Sudah kentara ada sesuatu yang terjadi.

Aku melempar tas ke sofa, dan melemparkan diriku sendiri ke atas ranjang. Aku menutup mataku, terdiam menyelami perasaanku sendiri. Dengan persaaanku yang seperti ini, apakah itu? Apakah berarti aku juga menyukainya atau hanya perasaan simpati? Teringat kenyataan bahwa Arcella hanya sebatang kara, aku teringat perasaanku untuk ingin menemaninya pernah terlintas. Ya mungkin memang benar aku menyukainya atau bahkan lebih. Tapi secepat itukah? Dan apa itu semua bisa diterima?

Aku bangun dari tempat tidurku. Duduk disofa dan ku rogoh HP yang ada dalam tasku. Menarik nafas dan meyakinkan perasaanku. Mencoba untuk mengirimkan pesan kepadanya tentang perasaanku, namun kuhapus lagi. Memilih kata-kata yang tepat dan ku hapus lagi. Sampai beberapa kali ku coba menulis yang pada akhirnya tak satupun pesan yang ku kirimkan untuknya.

Ku buat secangkir kopi untuk membuatku rileks dengan menikmatinya. Masih dengan moda berfikir dan meyakinkanku dengan perasaanku. Setelah aku yakin dengan semua perasaanku ini. Biarlah...aku membiarkan diriku menyimpang karena menyukai sesama perempuan, karena perasaan ini real dan tak bisa aku tahan dan tak ingin juga aku menahannya. Aku mengambil gitarku, ku rekam video diriku sendiri dan menyanyikan sebuah lagu Taylor Swift yang berjudul 'everything has changed'. lalu kukirimkan video itu ke Arcella. Karena aku tak sanggup berkata-kata. Aku bingung juga harus bicara apa. Setidaknya Arcella akan memahami maksudku melalui lyric lagu itu. Pesanku belum di baca. Huft..lebih baik aku mandi saja.

Aku baru keluar dari kamar mandi saat pintu kamarku diketuk. Dengan masih memakai handuk aku membukakan pintu. Arcella berdiri disana. Perlahan dia masuk dan memeluku erat. Air matanya mengalir membasahi kedua pipinya, kedua mata dan hidungnya memerah. Sudah lama kah dia menangis?

Aku menuntunnya masuk dan kududukan dia di sofa. Ku usap kedua mata dan pipinya dengan lembut. Ingin menghentikan tangisannya. Aku ingin dia merasakan perasaanku sekarang.

" Heey..Jangan nangis lagi ya. Aku gak mau melihat kamu sedih".

"Tapi kamu sudah membuat aku sedih selama seminggu kemarin" kata-katanya terbata sambil berusaha untuk manahan air matanya agar tidak jatuh.

"Maafkan aku. Kemarin-kemarin aku betul-betul bingung dengan semua yang terjadi dan dengan perasaanku sendiri. Tapi dengan kita saling mendiamkan kemarin. Menyadarkanku kalau itu hanya menyakiti diriku sendiri dan kamu".

"Maafkan aku juga soal kejadian minggu kemarin. Tak seharusnya aku menciummu seperti itu"

"Hmm iya soal itu tak perlu di bahas lagi. Tapi aku penasaran waktu itu kenapa tiba-tiba kamu marah? Itu yang membuatku bingung"

" Maafkan aku. Jujur waktu itu aku cemburu. Aku cemburu sama Mario. Aku sudah lama menyimpan perasaan sama kamu. aku...aku cinta kamu"

"Hey. Kenapa bisa kamu cemburu sama Mario? Kamu tahu dia sahabatku jauh sebelum aku mengenal kamu. Dan hubungan kami tidak lebih dari itu. Dan hanya karena chat itu saja kamu cemburu?"

"Maaf karena aku melihat kamu mengetik I love you waktu itu. Jadi aku pikir kalian bersama"

Lucu sekali Arcella ini. Ternyata di balik pribadi yang aku anggap dewasa ada sifat itu. Aku tidak menganggapnya childish tetapi aku punya pandangan lain tentangnya. Dia pecemburu dan possessive. Tetapi aku menyukainya. Dengan menahan tawa aku membuka kembali chat waktu itu dengan Mario. Dan menyerahkannya ke Arcella. Kebetulan aku belum menghapusnya.

Wajah Arcella terlihat memerah. Mungkin dia malu karena dia sudah salah paham, dan dia tahu kalau itu hanya candaan saja dalam obrolan kami. Setelah dia menemukan kata 'Dad' di dalamnya.

"lalu bagaimana dengan Pa Albert. Kalian punya hubungan? Aku lihat dia dekat denganmu"

"Aku tidak akan pernah mengungkapkan perasaanku padamu kalau ada orang lain di hatiku. Kami tidak punya hubungan apa-apa. Percayalah." Arcella terdiam sejenak.

"Jadi bagaimana dengan perasaanmu, Oi? Apakah kamu mencintaiku? Benarkah maksud dari lagu yang kamu nyanyikan itu?" Tanya Arcella dengan penuh harapan.

"tidak" kataku sambil bangkit dari sofa dan meninggalkannya duduk sendiri

"Oi" wajahnya sendu, matanya mulai memerah lagi, hampir menangis.

Aku memburu kembali ke arahnya dengan sedikit meloncat. Aku takut dia nangis lagi karena candaanku. Aku memeluknya dan mencium keningnya. Kubisikan kata 'That's true that I love you, honey. Now let me put my clothes on"

"ya, tentu saja. Lihatlah dirimu sayang. hahaha" Arcella tertawa sambil menunjuk kearah tubuhku. Gosh...handukku melorot. Sontak aku menariknya kembali dengan cepat, aku pergi kearah lemari untuk mengganti pakaianku. Arcella tertawa lebar, dan aku meskipun malu tapi tak bisa ku tahan diri ini untuk tidak tertawa juga. Malam ini, Arcella bermalam di kamarku.


TBC

Fall for YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang