Nervous

130 19 4
                                    

Pagi yang dingin di suatu hari bulan Desember karena hujan baru saja turun semalaman di Seoul. Embun masih enggan meninggalkan dinding kaca jendela, serupa tanda bahwa saat ini adalah waktu miliknya.

Di atas kasur berukuran ganda kamar itu, dua sosok manusia masih bergelung dalam selimut mereka. Si rambut panjang hitam berikal memeluk bantal kepalanya di sisi kiri menghadap langsung ke jendela. Leher jenjangnya yang putih bersih nampak jelas, tato bunga lili berwarna biru di bahu kanannya yang telanjang juga ikut memamerkan eksistensinya.

Satu yang lain, si pirang lurus dengan kulit yang lebih pucat menyimpan hangat kedua tangannya di pelukan si rambut hitam. Pelukan pagi yang hangat di punggung, cuaca yang mendukung, dan hari libur yang penuh di akhir pekan lebih dari cukup untuk membuat dua gadis itu enggan terbangun.

Setidaknya sampai satu makhluk lagi yang tiba-tiba mendorong pintu kamar dengan kepalanya, lalu serta merta naik ke atas kasur untuk bergabung dengan gadis-gadis yang sedang pesta tidur.

"Meaw..", kucing berbulu panjang berwarna putih itu mengusak-usakan kepalanya di rambut si pirang.

"Mmhh, nanti Moon. Aku masih mengantuk...", ujar gadis itu masih dengan mata terpejam.

Kucing putih berbulu tebal itu beralih pada gadis berambut hitam. Ia mengitari kepala tuannya dan mengusak-usakan kepalanya ke wajah gadis itu lalu menjatuhkan tubuhnya disana. Tertimpa sesuatu sebesar itu membuat Jisoo terbangun meski matanya masih berat membuka.

"Mmhh Moonie..."

Kucing itu tampak senang karena Jisoo mengelus-elus perutnya. Menyerah dengan sikap manja kucingnya yang semakin parah karena meminta sarapan paginya, Jisoo bangun dan terduduk di tepi kasurnya. Matanya sepenuhnya membuka, melihat pada kucing putih bermata biru yang membangunkannya.

"Kajja Moonie..", Jisoo beranjak dari kasur dan kucing itu mengikuti langkah kakinya.

Selesai memberi sarapan Moon, Jisoo mencuci muka di wastafel, menyikat gigi, lalu kembali ke dapur untuk membuat kopi. Menerawang pada taman belakang lewat jendela, pikiran Jisoo terjeda. Berpikiran lebih pada hal-hal yang tak seharusnya, khawatir tiba-tiba pada sesuatu yang belum terjadi, serta pikiran-pikiran yang hanya bisa ia pikirkan tanpa bisa dijelaskan dan dipahami. Jisoo meneguk kopinya satu kali, kali ini pandangannya berpaling pada mawar-mawar merah yang bermekaran di luar jendela.

"Aku menyukai suasana gloomy seperti saat ini meskipun itu membuatku memikirkan hal-hal yang cenderung sedih dan tak perlu..", Jisoo mengucap sendiri.

Kembali ke kamar dan Jisoo membiarkan gelas kopinya tergeletak di meja sisi kasur. Dari sudut sini ia berdiri, ditatapnya gadis berambut pirang berpipi gempal yang masih nyaman dalam mimpinya. Jisoo tersenyum. Hari-harinya mungkin tak kenal bahagia jika gadis cantik itu tidak ada disisinya.
Segalanya mungkin berbeda jika Jennie tidak mendampinginya.

Jisoo beringsut ke atas kasur, mendekati Jennie dan mulai menciumi pipi gadis itu.

"Mmhhh Jisoo yaa..", keluh Jennie dengan mata terpejam.

Jisoo tidak menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti. Lekas-lekas ia ciumi seluruh wajah Jennie dengan lembut. Pipi, dagu, hidung, mata, kening.. dan cukup berhasil membuat Jennie membuka matanya.

"Kau sayang sekali padaku, eonni?", suara parau Jennie tiba-tiba.

Jisoo mengangguk. "Heem, sangat."

Jennie beringsut ke tubuh Jisoo lebih dekat, ingin menenggelamkan dirinya di pelukan Jisoo.
Sapuan lembut di kepala, Jisoo memanjakan gadisnya itu.

Jemari mereka bertaut. Jisoo mengusapnya lembut seperti jemari Jennie adalah sebuah berlian yang paling berharga.

"Aku ingin selamanya begini, Jisoo ya. Menurutmu apa bisa?", Jennie bertanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love PlaylistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang