Duduk di sofa balkon memandangi bintang-bintang, Jennie dan Jisoo menghabiskan sisa malam. Dalam pelukan Jisoo, datang pada Jennie godaan untuk melamun. Ia dipergoki Jisoo karena tidak menyahut untuk panggilan berkali-kali Jisoo yang kemudian diaku kekasihnya itu."Gwenchana? Kau memikirkan apa sampai tidak mendengarku memanggilmu?", aku Jisoo lembut.
Jennie berencana untuk berbohong sebentar. Ia ingin kembali mendalami lamunannya tadi.
"Aku tidak apa-apa. Hanya saja memandangi langit malam di pelukanmu rasanya ambigu. Dingin dan hangat. Sementara itu aku lapar hehe.."
Makanan selalu menjadi topik yang dekat dengan Jennie.
"Ramyeon?" Jisoo menawarkan.
"Apa kita masih punya?", Jennie memastikan.
"Akan berbahaya bagiku hidup bersamamu jika tidak memastikan kesediaan stok makanan kita aman, Jennie ah."
Jennie terkekeh. Jisoo tidak pernah kehabisan guyonan untuk membuatnya tertawa.
"Kalau kelaparan aku bisa memakanmu, kan?"
"Aku bisa habis jika dimakan, tapi kalau dinikmati nah itu lain lagi."
Jisoo menaikkan alisnya yang langsung mendapat pukulan mesra Jennie di bahunya.
"Tolong buatkan untukku ya, jangan tambahkan bumbu cinta. Nanti aku candu padamu."
Jisoo mengangguk lalu bangun dari duduknya.
"Untuk membuatmu cinta, yang kubutuhkan adalah usaha dan doa yang tulus, Jennie ah. Bukan dengan sesuatu yang instan seperti bumbu."
Jennie terperangah pada ucapan Jisoo. Senyum wanita itu menghipnotisnya dengan segera. Meski Jisoo baru saja menutup pintu kamar, Jennie masih terngiang kata-kata Jisoo tadi.
Itulah yang membuat Jennie begitu jatuh cinta pada Jisoo. Kata-katanya, tindakannya, gesturnya, dan dirinya sendiri adalah sepaket kesempurnaan tentang usaha, doa dan keajaiban.
Karena hal itu, Jennie kembali teringat pertemuan pertama dirinya dan Jisoo. Ingatan bermakna ganda, yang terasa pantas untuk dibenci sekaligus layak disyukuri.
.
.
.
.
.
Gerimis mulai turun satu-satu di kepala Jennie. Berdiri di jembatan dengan hati yang penuh luka karena pengkhianatan yang baru saja diterimanya, juga tentang kehilangan rasa peduli pada ayahnya yang pemabuk dan kerap memukulinya. Ia putus asa pada hidup, kemudian dengan sangat yakin membenci dirinya sendiri dan hidupnya yang tak pernah baik-baik saja.
Langkah kakinya terus menyusuri jembatan penyeberangan dengan tangis yang sudah bercampur hujan. Lalu entah bagaimana pikiran itu muncul, Jennie ingin mengakhiri hidupnya dengan menjatuhkan dirinya dari jembatan itu.
Digenggamnya besi penyeberangan dengan gemetar, diiringi tangisnya yang tak mereda ia gerakkan kakinya untuk menaiki pijakan jembatan itu.
"Tidak begitu caranya."
Sebuah suara yang begitu dekat dengannya menghentikan langkah Jennie.
Disana, berjarak langkah yang terhitung seorang wanita berpayung hitam berdiri memandanginya. Jennie menyeka mukanya yang dibanjiri air mata dan hujan.
"Kau siapa? Untuk apa peduli-"
"Aku bilang tidak begitu caranya. Kau hanya akan patah kaki dan tangan jika bersikeras terjun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Playlist
FanficI wrote all this story based on my playlist in my phone, and I put jensoo feels into it to make it better. Enjoy this playlist! Nov 9th, 2019. -Bear