Park Manajer

1.6K 104 1
                                    

N : Semua yang ada di cerita ini, tokoh, latar, dan adegan adalah fiksi. Hasil dari pemikiran penulis dan tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupan idol. Harap kebijakannya dalam membaca!

*Happy Reading*

.
.
.


"Chicken koll??"

"Aniya, aku sedang diet.. aku akan pulang saja."

Haechan menatap Jisung yang menolak ajakannya untuk makan bersama setelah berlatih untuk lagu-lagu di konser tur nya.

Meski mereka hampir setiap hari melakukannya, tapi mereka sering berlatih. Bukan jika ada waktu luang, tapi memang diberi waktu khusus untuk berlatih. Ini karena mereka sangat ingin memberikan penampilan yang terbaik untuk sijeuni. Bukan hanya penggemar Korea, tapi juga penggemar yang ada di luar Korea.

"Jisung benar Haechan-ah, kau juga harus diet bukan?"

Haechan menghela napasnya, tapi sekarang ia lapar. Ia ingin memakan ayam bersama member.

"Haechan-ah, kau sudah selesai?"
Mereka berenam menoleh, menatap Jung manajer yang ada di ambang pintu ruang latihan.

"Waeyo Hyung?"

"Ri Yan sudah menunggumu," ucap Jung manajer membuat Haechan mendelik. Ia lupa kalau setelah latihan ia harus menghadiri rapat, untuk mendengar demo lagu solo-nya.

"Aku lupa!! Tunggu sebentar," ujar Haechan yang tanpa berpamitan, ia langsung bangkit dan mengambil masker serta ponselnya. Tas? Haechan tidak membawanya. Bukan tertinggal di rumah, tapi Haechan memang tidak membawanya.

"Ri Yan-ssi, kau menunggu lama?"

Laki-laki yang tadinya duduk di kursi tunggu itu bangkit, tersenyum lebar seraya menggelengkan kepalanya. "Aniyo, aku baru datang beberapa menit lalu."

Haechan tersenyum tipis, mengangguk kecil. Mungkin ini hanya perasaan Haechan, tapi ia merasa manajernya kali ini seperti... Menjaga batasan?

Maksud Haechan adalah, laki-laki di depannya ini memamerkan senyum yang begitu lebar namun senyum itu bukan sebuah senyum ketulusan. Melainkan senyum paksaan karena tuntutan pekerjaan. Dan, perkataannya tadi itu adalah kebohongan, Haechan tahu.

"Waeyo Haechan-ssi?"

Haechan tersadar dari lamunannya, tersenyum. "Aniya, ayo.. lantai berapa?"

"Eoh? Sembilan... "
Sebenarnya Haechan tahu letak ruang rapat kantornya, itu hanya basa-basi.

"Biar aku saja."

"Aniya, biar aku--"

"Aku sudah menekannya," ucap Haechan. Hanya masalah menekan tombol elevator, tidak harus manajer 'kan.

"Lain kali, biar aku saja Haechan-ssi.. "

"Nee?"

Haechan sedikit terkejut dengan ucapan yang terdengar seperti teguran itu.

"Jika sunbaenim mengetahuinya, aku akan mendapat teguran karena membiarkan mu menekan tombol elevator."

Haechan terlihat canggung, apa sekarang manajernya sungguh memarahinya? Karena menekan tombol elevator?

"Ani... Tapi ini hanya masalah menekan tombol elevator--"

"Mungkin bagimu 'hanya menekan tombol elevator' tapi itulah pekerjaan ku."

[✓] Hug Me : Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang