Andwae

691 65 5
                                    

[Hanya Fiksi]
.
.
.

Waktu berlalu dengan cepat. Jika seseorang mengatakan hal seperti itu, tandanya ora itu sedang bahagia. Atau mungkin, orang itu tidak memiliki apapun yang ditunggu-tunggu. Waktu terasa berjalan dengan cepat baginya.

Namun saat ini, satu hari bagaikan satu tahun bagi Mark.

Baru saja Mark merasa lega karena akhirnya ia bisa melihat senyum lebar Haechan selagi laki-laki itu mempersiapkan debutnya. Namun lihatlah sekarang, Haechan tidak lagi memamerkan senyumnya yang menular. Satu hari, dua hari, hingga tiga hari.

Sudah tiga hari Haechan terbaring di brankar rumah sakit dan tidak kunjung membuka matanya. Dokter mengatakan hanya patah tulang ringan, tapi kenapa Haechan masih belum bangun?

"Markeu-ya ayo pulang... " Mark menoleh, menatap Doyoung dengan tatapan sayunya lalu menggeleng pelan.

"Jika kau di sini terus, kau tidak akan tidur. Ayo pulang, ada Jisung dan Jaemin yang menggantikan mu. Pulang, makan, dan tidur lalu ke sini lagi. Heum?"

Mark menghela napasnya, ia berjalan pelan dan membuka pintu kamar Haechan. Di dalam, Haechan masih tidur dengan tenang dan Eomma Haechan tidur di kursi dengan menggenggam tangan Haechan. Sementara di sofa, Lee Gyeom adik Haechan tertidur meringkuk tanpa selimut.

"Markeu-ya... " Doyoung menepuk pundak Mark, sedikit memaksa untuk pergi.

Akhirnya Mark mengalah, ia membalikkan tubuhnya dan menutup pintu kamar Haechan. Melihat Jaemin dan Jisung yang berjalan hendak masuk ke kamar Haechan, Mark menepuk pundak Jaemin.

"Telepon aku," ucap Mark yang dibalas anggukan kecil oleh Jaemin.

Jaemin menuntun Jisung untuk masuk, meski gips sudah dilepas tapi Jisung masih kesulitan berjalan.

Jisung meneteskan air matanya tanpa tertahan, namun mencoba menahan isakannya karena tidak ingin membangunkan Eomma atau adik Haechan.

Bahkan luka di kening Haechan karena terbentur aspal pun sudah mulai sembuh, tapi Haechan tidak kunjung membuka matanya.

"Kita keluar jika kau akan menangis, Jisung-ah... " Jisung menggelengkan kepalanya saat Jaemin mencoba menariknya keluar.

"Euhh? Emnhh... Jaeminie datang rupanya?"

Eomma Haechan terbangun karena suara isakan Jisung, menegakkan tubuhnya dan merenggangkan ototnya.

"Maaf mengganggu tidur Eommonim," ucap Jaemin sopan.

"Aniya aniya, aku ingin mencari makanan. Apa kalian menitip?"

Jaemin menggeleng. "Aniyo, gwenchanayeo."

"Arraseo, tolong jaga Donghyuck. Dan, katakan pada Gyeom kalau aku pergi mencari makan jika bangun."

"Nee Eommonim... "

Setelah mengelus kepala Haechan dan menyelimuti Gyeom, Eomma Haechan pun pergi.

Jaemin menuntun Jisung untuk duduk. "Anja."

Dengan patuh, Jisung duduk di kursi yang tadinya Eomma Haechan duduki, menggenggam tangan Haechan erat. Haechan lebih tua darinya, tapi tangan Haechan lebih kecil dari tangan Jisung. Melihat tangan mungil itu dipasang jarum infus membuat Jisung semakin terisak. Jisung tidak tega melihat Hyung yang sangat ceria menjadi seperti ini.

Jaemin menatap lekat Haechan. Bahkan Haechan belum memulai promosi debut solonya, kenapa hal buruk terjadi pada Haechan? Kenapa?

"Ireona Lee Haechan... Kau tidak melihat Jisungie menangis karena mu?"

"Peluk Jisungie seperti biasa."

"Peluk Jisung atau kau yang ku peluk?" Percayalah, sebenarnya Haechan tidak menyukai skinship. Haechan selalu mencoba skinship dengan member, namun saat member berbalik melakukan skinship pada Haechan, laki-laki itu malah menghindar.

"Haechan-ah... Kau tidak mau kupeluk? Apa kau sudah bosan?" Jisung menggenggam tangan Jaemin, mencoba menenangkan.

Tiba-tiba, Jisung merasakan pergerakan di genggaman tangannya yang ternyata itu jari Haechan. Jari Haechan bergerak!

"Hyung!!"

Jaemin tersentak, menatap Jisung panik. "Wae? Kau sakit?"

"Anii, bukan aku-- Haechan Hyung!!"

Jisung yang berdiri dan menatap Haechan membuat Jaemin juga menatap Haechan. Pelan-pelan namun pasti, kelopak mata Haechan terlihat mengerjap. Jaemin pun menekan tombol yang ada di dekat brankar agar dokter segera datang.

"Haechan-ah," panggil Jaemin masih menunggu Haechan benar-benar membuka matanya.

Keduanya tidak bisa menahan senyum mereka, meski begitu entah kenapa air mata mereka malah mengalir deras.

"Haechan Hyung... "

Haechan menggerakkan kepalanya gelisah dan keningnya berkerut, erangan yang lirih terdengar menandakan laki-laki itu tengah kesakitan.

"Haechan-ah, gwenchana--"

"Permisi permisi... "

Dokter datang dan sedikit menggeser Jisung. Jaemin pun dengan sigap menuntun Jisung untuk sedikit menjauh karena dokter dan suster akan memeriksa Haechan.

"Eunghh mwoya??"

Jaemin melirik Gyeom terlihat bangun dari tidurnya, Jaemin menghampirinya. "Gyeom-ssi, bangunlah... Haechan sudah sadar."

"Mwo?! Hyung???!"

Segera Gyeom bangkit dari tidurnya meski sedikit pusing namun ia berdiri di depan suster dan menatap Haechan.

"Hwanjabun, bagaimana keadaan anda? Apa anda merasakan sakit?"

Namun ada yang aneh. Haechan terlihat bergerak gelisah, dan dadanya naik turun.

"Hwanjabun? Gwenchanaseyeo? Apa anda mendengar suara saya? Bisakah anda menjawab saya? Jika iya, bisa katakan siapa nama anda?"

Jaemin mengernyit, Haechan menangis? Haechan menggelengkan kepalanya, dan air mata Haechan semakin deras.

"Dokter aku tidak bisa mendengar," ucap Haechan gemetar.

"Hyung... " Ucap Gyeom dan Jisung bersamaan.

"Apa yang kau katakan Jisung-ah, katakan dengan benar!!"

"Hwanjabun tenang dulu--"

"Aishhh aku tidak bisa dengar apapunnn!!!! Kenapa kalian berbicara seperti itu?! Jangan hanya menggerakkan mulut, keluarkan suaranya juga!!"

"J--jaemin? Jaemin-ah katakan sesuatu!"

Jaemin menggeleng pelan, tidak mungkin. Ia mengelak apa yang sedang otaknya pikirkan.

Dokter menghela napasnya. "Hoksi, dimana wali pasien?"

"Kita akan melakukan tes, karena sepertinya pasien kehilangan pendengarannya pasca kecelakaan."

"Andwae... "

Aku udh nulis part ending😶

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku udh nulis part ending😶

[✓] Hug Me : Lee HaechanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang