[Hanya Fiksi]
.
.
.Di sebuah ruangan yang terisi meja panjang dengan kursi berjejer mengelilingi meja dengan jarak tiga puluh senti, seorang laki-laki duduk sendirian di salah satu banyaknya kursi di sana dengan kepala tertunduk.
Biasanya, ia sangat tidak menyukai ruangan formal itu. Saat keputusan jatuh, ia langsung berkemas dan segera keluar dari sana. Namun, keputusan kali ini tidak bisa ia terima.
Dari sekian banyak keputusan yang tidak sesuai dengannya, kali ini adalah yang paling mengecewakannya. Apakah ia telah berbuat banyak dosa di kehidupan ini hingga Tuhan terus memberinya batu di jalannya?
"Haechan harus istirahat seperti kata dokter, Yu manajer harus selalu memperhatikan pola makan Haechan dan menghentikan dietnya. Agensi akan menuntut Park Ri Yan, dan debut Haechan diundur. Lebih tepatnya di tunda untuk waktu yang belum di tentukan. Jadi, untuk saat ini Haechan hanya harus fokus untuk comeback bersama ilichil dan tur bersama Dream. Rapat selesai!"
Bagaimana bisa mereka tidak mempertimbangkan ucapan Haechan? Kenapa mereka sekejam ini pada Haechan? Seolah, usaha Haechan selama ini sia-sia. Padahal, Haechan melakukan yang terbaik selama ini. Namun seperti ini kah akhir yang ia dapatkan?
Bugh
Bughh
Bugh bugh bughh!!!
Dengan brutal Haechan memukul dinding, dadanya naik turun tidak bisa mengontrol emosinya. Tangannya yang bergetar karena perih pun perlahan turun, kepalan tangannya melonggar memperlihatkan lecet dengan sedikit darah di tangannya.
Air matanya mulai turun begitu saja karena ia tidak tahu harus menyalahkan siapa, atau harus melakukan apa. Kakinya melemah, tidak bisa menahan tubuhnya yang akhirnya ia jatuh terduduk dan terisak kecil. Punggung lebarnya menciut, bergetar samar.
Tanpa sepatah kata, laki-laki itu hanya terisak tanpa bisa mengatakan apapun. Ia benar-benar tidak tahu dimana letak kesalahannya, ia tidak tahu mana yang salah hingga ini semua terjadi pada dirinya.
Apa ia harus mengumpat? Untuk siapa? Sebenarnya siapa yang salah?
Park Ri Yan? Atau dirinya sendiri karena tidak menjaga kesehatannya? Atau, takdir?
Jika ini takdir, lalu Haechan harus menyalahkan siapa? Tuhan? Apa Tuhan memang sekejam ini? Tapi untuk apa Tuhan membuatnya menderita seperti ini?
"Aishhh shiball!!"
Semakin dipikirkan, semakin menyesakkan. Ia sudah kehabisan tenaga, di saat ia hampir jatuh karena tidak mampu lagi bahkan untuk duduk, kehilangan seluruh tenaganya, seseorang menyangga tubuhnya dan memeluknya dari belakang.
"Haechan-ah... Kenapa kau sendirian? Aku menunggumu di luar dari tadi."
Haechan menoleh, sebenarnya dari suaranya ia sudah tahu benar siapa si empu. Namun setelah memastikan, Haechan pun menjatuhkan tubuhnya ke pelukan orang itu dan tangisannya pecah. Bukan hanya isakan kecil, melainkan tangisan keras yang bisa mengiris hati siapapun.
"Markeu-ya ottoke.. hiks!"
Mark mendongakkan kepalanya mencoba menahan air matanya, ia tidak boleh menangis. Tangannya memeluk erat tubuh Haechan yang bergetar hebat. Ingin rasanya Mark memberi kata-kata penyemangat, namun suaranya akan bergetar. Saat ini Mark menahan kuat untuk tidak menangis, jika ia mengeluarkan suaranya mungkin tangisnya juga akan pecah.
"M--mian... Hiks! Mianhae Haechan-ah. Maaf aku tidak bisa berbuat apapun untukmu."
Sungguh, Mark merasa dirinya tidak berguna karena tidak bisa membantu Haechan kali ini. Karena ini menyangkut jadwal solo Haechan, Mark tidak memiliki hak untuk berpendapat.
Dari pintu, keempat member Dream yang melihat keduanya menangis pun segera menghampiri mereka berdua dan memeluk mereka tanpa sepatah kata.
Saat ini bukan kata-kata penyemangat atau kalimat penghibur yang Haechan butuhkan, Haechan hanya membutuhkan sebuah pelukan yang menandakan dirinya tidaklah sendirian. Dan, mereka semua di pihak Haechan.
Sijeunii, sfs, peluk Haechan dongg🥺🫂🌻
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Hug Me : Lee Haechan
Fanfiction[Lengkap] Dalam mempersiapkan debut solo-nya, Haechan malah terus membutuhkan pelukan dari member, penggemar juga memeluknya. Dari jauh tentunya:v Tapi, suatu hari Haechan tidak lagi menerima pelukan siapapun. "Haechan-ah... Kau tidak mau kupeluk...