5

568 78 2
                                    

Dengan kesal dan penuh perhitungan, Nicole segera mandi dan membereskan dirinya. Memakai pakaian kerjanya yang cukup formal dengan blazer biru tua dan celana yang berwarna sama. Nicole segera berlari turun untuk menemui Arlen. Dia tidak dapat mengetuk pintu pria itu dan akan menunggunya saja di meja makan.

Tiba di meja makan, pelayan sedang mempersiapkan makanan untuknya. Dia sudah akan duduk dan menanyakan soal Arlen saat pelayan lebih dulu bicara.

"Tuan mengatakan kalau malam ini dia tidak akan pulang. Jadi anda tidak perlu menunggu untuk makan malam."

Nicole mengerjap. "Dia sudah pergi?"

"Beberapa menit yang lalu, Nyonya."

Nicole memukul meja dengan kesal. Dia membuat tangannya sendiri merah dan satu piring jatuh ke lantai dengan suara mengerikan. Pandangan perempuan itu dipenuhi dengan kekesalan karena sikap pria dingin sialan tersebut. Apa sebenarnya maunya? Dia membuat Nicole semalaman uring-uringan memikirkannya. Tidurnya tidak nyenyak dan pagi harinya dia sudah meninggalkannya dalam ritual sarapan mereka. Entah kesalahan apa yang sudah diperbuat Nicole padanya, apa karena Nicole masuk ke kamarnya? Jika memang begitu, harusnya dia membuat jeruji di depan pintu kamarnya atau bahkan tulisan. Anjing dan istriku dilarang masuk. Itu akan membuat Nicole lebih paham.

"Nyonya?"

Nicole menyentuh tulang hidungnya. Dia menatap pelayan yang tampaknya pucat karena terkejut. "Maaf. Aku tidak sarapan. Juga makan malam. Sebaiknya jangan masak apa pun."

"Baik, Nyonya."

Nicole berbalik dan melangkah pergi. Dia masuk ke mobil dan segera mengendarai mobilnya meninggalkan rumah. Menuju ke tempat Emily yang tinggal di apartemen berbentuk studio.

Emily sudah menunggu di depan gedung apartemen itu dan segera melambai saat dia melihat mobil Nicole. Masuk ke mobil Emily segera terkejut menemukan wajah sahabatnya itu yang tidak biasa. Dia meringis. "Siapa yang mengganggu perasaan tuan putri kita di pagi hari seperti ini?"

Nicole melirik tajam.

Emily segera membuat gerakan menutup mulut dengan tangan yang seperti meresleting bibirnya. Saat ini sepertinya diam lebih baik.

Nicole kembali menjalankan mobilnya dan segera masuk ke jalan raya untuk bergabung dengan banyak mobil yang berlalu-lalang. 4

Nicole kembali menjalankan mobilnya dan segera masuk ke jalan raya untuk bergabung dengan banyak mobil yang berlalu-lalang. Nicole dipenuhi dengan kebisuan beberapa saat sampai dia sendiri sadar kalau Emily membuatnya tidak nyaman. Itu membuat dia mendesah.

"Maafkan aku. Suamiku merusak moodku pagi ini. Itu membuat aku benar-benar sakit kepala."

"Apalagi yang dilakukan pria dingin tidak berperasaan itu sampai kau menciptakan atmosfer yang begitu mengganggu?" Emily bergerak lebih dekat, menyatakan siap mendengarkan. Emily adalah pihak yang tidak terlalu senang dengan pernikahan Nicole dan Arlen.

Karena Emily sendiri tahu bagaimana perjalanan hidup Nicole. Dia tahu betapa besar krisis kepercayaan Nicole pada yang namanya cinta apalagi pernikahan. Hanya karena harta warisan Nicole menikah. Tapi Emily tahu, apa pun yang menjadi keputusan Nicole, perempuan itu akan menjalaninya dengan setia sampai akhir.

Dan Emily lebih suka Nicole bertemu dengan pria yang akan membuat Nicole sadar kalau tidak semua pria akan sama seperti ayahnya. Arlen bukan orangnya, karena kedinginan pria itu membuat Nicole malah semakin menderita. Dan ada pria yang lebih buruk dari ayahnya sudah menjadi salah satu kepercayaan Nicole pada Arlen.

"Dia meninggalkan aku pagi-pagi sekali. Entah apa salahku yang membuatnya marah. Tapi dia harusnya membicarakannya denganku dan bukannya mengabaikanku. Bahkan dia mengabaikan pesanku. Dia sungguh membuat sakit kepala."

Emily segera menyentuh bahu sahabatnya. Meremasnya dengan lembut. "Mari membeli bunga untukmu. Itu akan membuat kau lebih baik. Aku akan membelikan mawar hitam untukmu. Bagaimana?"

Nicole menatap sahabatnya dan mendengus dengan senyuman. "Kau sedang ingin membuat aku terlihat kalau aku sudah berduka karena salah memilih suami?"

"Kau bisa mengartikan demikian."

"Sialan!"

"Aku akan membelikan tuan Morgan bunga. Setidaknya untuk pertemuan pertama, aku akan memberikan kesan yang baik padanya. Saat kau mengatakan dia sepertinya ingin menjadikan aku modelnya untuk perhiasan yang akan dia beli padamu, kau tahu kalau aku tidak percaya. Aku pikir kau membohongku hanya untuk mendinginkan perasaanku pada masalah yang akhir-akhir ini terjadi."

"Dia sungguh mengatakannya. Aku harus merekamnya agar kau percaya. Aku saja tidak percaya kalau dia benar-benar akan memilihmu. Karena aku pikir dia menyukai yang glamor dan penuh dengan mata yang menatap ke arah sosok tersebut. Siapa sangka dia akan menyukai yang kalem dan tampil apa adanya. Kau memang yang terbaik dalam menarik perhatian."

Emily memerah dan sedikit mencibir saat mendengarnya. Dia mendorong pelan Nicole dengan agak malu. "Jika kau mengatakannya seperti itu, aku jadi tidak dapat memberikan kalimat apa pun."

"Kau mau ke toko bunga yang mana? Aku akan membantumu memilih."

"Itu baru temanku." Emily menatap di mana mereka berada. Dia mengingat toko langganannya ada di sekitar sini. Tersenyum cerah, Emily sudah memberikan jalan mana yang harus diambil Nicole. Dia dipenuhi dengan semangat. Karena bagaimana pun, bekerja dengan Morgan sama saja dengan pekerjaan besar untuk pertama kalinya. Emily tidak akan mengecewakan. "Berhenti di sini," ucap Emily dengan agak cepat. Dia takut Nicole akan melewatinya.

Saat Nicole menatapnya, Emily hanya cengir dengan agak berlebihan. Apalag Nicole menggelengkan kepala padanya, pada semangatnya yang membara.

Emily sudah melepas sabuk pengamannya dan akan turun saat dia melihat seseorang di depan toko. Nicole tidak melihatnya karena sibuk dengan beberapa pesan yang masuk ke ponselnya.

Saat merasakan Emily membeku, Nicole bicara padanya Emily tidak merespon dan sibuk menatap keluar.

***

Tungguin e-booknya
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep

Di Ranjang Mantan Suami (SEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang