14

427 75 5
                                    

Nicole berdiri di sudut memperhatikan mereka. Ella sedang sibuk dengan suaminya yang terlambat datang karena harus mengurus anak-anak mereka. Dalam rumah tangga yang adem itu, Nicole menemukan kebahagiaan indah di wajah Ella yang terlihat lelah.

Sedangkan Emily lengket dengan Morgan seolah mereka tidak akan lagi dapat terpisahkan. Keduanya tampak begitu serasi dalam kebahagiaan mereka. Tidak dia sangka kalau mereka benar-benar bersatu. Perbedaan usia mereka yang jauh tidak membuat mereka menjadi tidak serasi, itu malah membentuk pribadi yang menyenangkan untuk ditatap.

Membawa kebahagiaan ke kedua orang yang dia sayangi, Nicole sendiri menemukan kesenduan dalam kisahnya. Dan dia berdiri di sudut dengan agak terkucilkan karena dia tidak memiliki pasangan. Ingatannya yang membawanya ke Arlen dan kemungkinan bahwa mereka tidak akan pernah bahagia meski mereka masih bersama, memberikan pertanyaan ke diri Nicole, apakah dia benar-benar tidak layak mendapatkan seseorang yang akan bisa berdiri di sisinya dan tidak meninggalkannya? Memberikan dia kasih sayang dan cinta yang memang selalu dia butuhkan selama ini.

Langit seolah tidak adil padanya. Dan Nicole hanya bisa berkeluh di dalam diri tanpa dapat mengeluarkannya. Kini perempuan itu kembali menenggak botol ketiga wiskinya. Memberikan lebih banyak gerakan tidak pasti pada pergerakannya yang tidak dapat dilihat oleh siapa pun. Dia menyembunyikan dirinya dengan sangat baik.

Setelah yakin tidak dapat lagi bertahan di sana, Nicole pergi. Dia menyelinap karena kalau dia mengatakannya pada teman-temannya, mereka akan meninggalkan pasangan mereka demi mengantar perempuan mabuk itu.

Nicole lebih suka pergi sendiri. Dia bisa berjalan sendiri karena rumahnya memang dekat. Dia menggelengkan kepalanya melewati jalanan yang begitu mendamaikan karena malam yang terasa dingin membuat beberapa orang mungkin enggan meninggalkan ranjangnya.

Waktu sudah menunjukkan angka sebelas. Itu membuat Nicole mempercepat langkahnya. Dia berusaha berjalan dengan tegak dan tidak terlalu menanggapi alarm di kepalanya yang memberikan peringatan. Entah apa bunyi peringatan itu, Nicole tidak tahu.

Peringatan demi peringatan itu terus berbunyi dan memintanya berhenti lalu memutar arah dan langkah. Tapi peringatan itu tidak memberitahunya kenapa dia membunyikan diri. Itu membuat Nicole mengabaikan dan terus melangkah sampai dia sendiri tiba di depan sebuah rumah yang tampak tenang itu. Merogoh tas tangannya, Nicole menempelkan kartu kuncinya ke gerbang kecil yang ada di sudut. Gerbangnya berbunyi pelan meminta siapa pun pemilik rumah yang datang untuk masuk.

Nicole tersenyum dengan lega. Entah kenapa dia lega, mungkin karena sebentar lagi dia akan mendapatkan ranjang empuknya. Melangkah masuk dengan bersemangat, Nicole kembali menempelkan kartunya ke pintu dan pintu putih itu terbuka. Dia bergerak masuk dan menemukan pelayan yang menyambutnya dengan wajah super kebingungan.

"Nyonya?"

Nicole yang mendengarnya menatap dengan ragu. Tapi dia menggelengkan kepalanya kemudian. "Suamiku belum kembali?"

Pelayan itu semakin mengerut bingung. "Suami anda ... tuan belum kembali, Nyonya. Anda mau saya menyiapkan air hangat untuk anda?"

"Tidak." Nicole meringis. "Aku lebih suka selimut. Aku akan ke atas. Jika suamiku pulang, katakan padanya untuk membawakan aku makanan. Aku lapar. Aku menunggunya di kamar kami."

Pelayan mengangguk pelan. Dan menatap kepergian Nicole yang terus bergerak ke atas tanpa mempedulikan apa pun.

Pelayan itu masih berdiri mematung di tempatnya. Tapi dia segera sadar kalau dia harus menyiapkan makanan. Jadi dia segera ke dapur dan menyiapkan makanan sederhana. Hanya butuh dua puluh menit untuk memasak makanan itu lalu dia menatanya di baki dan segera keluar dari dapur hanya untuk menemukan Arlen yang sudah selesai bicara dengan asistennya dan meminta pria itu meninggalkannya.

Arlen menatap pelayannya. "Sudah kukatakan aku tidak makan di rumah. Kenapa masih menyiapkan makanan," tegur Arlen.

"Ini buat nyonya, Tuan. Nyonya bilang dia lapar."

"Nyonya?" Arlen menarik dasinya. "Nyonya apa?"

"Nyonya Nicole. Dia baru saja datang dan bilang akan menunggu anda di kamar. Anda diminta membawakan nyonya makanan. Saya—"

Arlen tidak menunggu suara pelayan itu. Dia menjatuhkan tas dan jasnya lalu berlari ke arah kamar Nicole yang tidak pernah berubah. Dia masuk ke kamar itu dengan membuka pintu kasar. Dia pikir mungkin saja keberuntungan akhirnya berpihak padanya. Jadi perempuan itu datang padanya dan ingin mereka kembali bersama. Tapi saat dia masuk ke kamar, dia tidak menemukan apa pun. Tidak ada jejak kamar itu pernah dimasuki. Aroma pengharum dari yang biasanya disemprotkan pelayan di ruangan itu masih sama. Jadi tidak ada Nicole. Memeriksa ke kamar mandi, Arlen juga tidak menemukan jejak apa pun. Memang tidak pernah ada orang di sini.

Dengan kesal karena berpikir pelayannya mengerjainya, dia segera berteriak memanggil pelayan itu marah. Pelayan datang dengan baki makanan tampak bingung.

"Ya, Tuan?"

"Jika kau ingin mengerjaiku dengan cara ini, kuharap kau segera angkat kaki dari sini. Aku tidak sedang ingin bercanda dengan siapa pun." Telunjuk Arlen menusuk ke depan wajah wanita tua itu.

"Saya mengatakan yang sebenarnya, Tuan. Nyonya benar-benar datang dan mencari anda. Nyonya bahkan menanyakan keberadaan anda. Dia mengatakan suami ke anda."

"Berarti kau benar-benar tidak pandai mengarangnya. Nicole tidak pernah memanggilku suami. Aku tidak mau tahu, kau dipecat."

"Tuan, saya mohon. Saya tidak berbohong. Nyonya sungguh datang dengan gaun merah yang terlihat begitu terbuka. Nyonya kedinginan dan mengatakan akan menunggu anda di kamar kalian. Dia tidak mengatakan kamarnya. Dia mengatakan kamar kami."

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Di Ranjang Mantan Suami (SEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang