22

215 61 4
                                    

Nicole mendesah beberapa kali. Dia ingin segera sampai karena gerakan mobil membuatnya semakin menderita. Beberapa saat mengabaikan rasa sakitnya, kali ini benar-benar tidak bisa diabaikan. Itu membuat Nicole akhirnya mendesis kesakitan.

"Kau kesakitan?" tanya Arlen dengan suara yang khawatir. Nicole menekan bagian pahanya, itu membuat dia menebak.

"Perih."

"Kita ke rumah sakit. Kita periksa."

Nicole menggeleng. "Bisa kita berhenti sebentar? Aku tidak nyaman."

"Kemari." Arlen meraih tubuh itu. Nicole ingin mempertahankan dirinya sendiri tapi keras kepala Arlen sudah membuat Nicole berada di pangkuan pria itu. Gadis itu merasa malu tapi tidak ada jalan melarikan diri dari kedekatan itu. "Mampir rumah sakit."

"Arlen, jangan rumah sakit. Aku malu."

Arlen menatap Nicole dengan tidak senang. "Simpan malunya. Aku lebih suka memeriksa dan membuatmu aman. Biarkan kau sembunyikan rasa malumu padaku."

Nicole segera memasukkan wajahnya ke ceruk leher pria itu. Merasakan malu luar biasa, apalagi di depan ada sopir yang mungkin melihat mereka. Tahu seperti ini, dia lebih suka naik ke mobil Arlen tadi. Tapi kalau Arlen menyetir, dia juga tidak dapat membantu.

"Pelankan saja mobilnya dan hindari tempat berlubang," perintah Arlen.

"Baik, Bos."

Mobil berjalan dengan pelan seperti yang diinginkan Arlen. Dan jalanan berlubang benar-benar tidak ada yang dilewati.

"Aku ingin menenggelamkan diri ke laut sekarang. Ini benar-benar memalukan."

"Aku akan menanggung malumu. Jangan khawatir." Arlen mengatakannya sembari mengusap-usap punggung lembut itu. Satu tangannya sibuk dengan ponselnya. Dia sedang menyuruh asistennya membuat janji temu dengan dokter perempuan yang bisa mengatasi masalah Nicole.

"Kau tidak merasakannya, aku merasakannya," protes Nicole.

"Rasa yang mana? Sakit yang mana atau malunya?"

"Keduanya."

"Kalau malunya, aku tidak dapat berpura-pura dengan mengatakan aku juga merasa malu, karena aku tidak merasakannya. Tapi jika kau mau melampiaskan, kau bisa melukaiku."

"Mudah bagimu mengatakannya," kesal gadis itu yang hampir ingin menangis. Bukan karena sakitnya melainkan malunya. Dia benar-benar seperti anak kecil yang tidak bisa menahan rasa sakit dan harus dipangku orangtuanya.

Tapi dalam detik yang sama, ada sesuatu yang hangat yang menyusup ke perasaan Nicole. Perhatian Arlen yang tidak pernah diberikan orang lain padanya, membawa perasaan Nicole menjadi lebih hangat dan lebih menyenangkan untuk dirasakan.

"Aku bersungguh-sungguh jika kau mau."

Nicole tidak menimpalinya. Dia lebih suka diam sekarang, semakin dia bicara semakin rasanya dia kehilangan wajahnya. Diam adalah emas, untuk saat ini di setuju dengan kalimat itu.

Beberapa saat berkendara dalam kepelanan, Nicole akhirnya bisa merasakan mobilnya berhenti. Dia mendesah dengan lega, segera ingin turun dari pangkuan pria itu, Arlen menahannya.

"Lepaskan aku, ini sudah cukup memalukan bagiku. Jangan membuat aku semakin kehilangan wajah."

"Ian akan mengambil kursi roda untukmu."

"Oh, terima kasih, tapi tidak! Aku akan berjalan kaki. Aku tidak cacat, Arlen!"

"Aku akan menggendongmu kalau begitu," tawar Arlen dengan wajah yang benar-benar serius. Saat ini dia sedang khawatir jadi dia tidak memikirkan apa pun selain cara membuat Nicole merasa nyaman dan aman.

"Kalau kau mau aku membencimu, maka lakukan."

Arlen akhirnya mengalah dan melepaskan Nicole. Itu membuat gadis itu segera turun dan keluar dari mobil. Dia berusaha merapikan penampilan seadanya dan segera menatap ke depan. Melangkah perlahan menahan perihnya, Nicole berusaha tidak santai.

Tidak lama Arlen bergabung dengannya. Pria itu beberapa kali hendak membantunya berjalan tapi Nicole menepisnya dan memberikan pandangan tajam ke arah mantan suaminya itu.

Mata Nicole yang penuh ancaman membuat Arlen menahan diri. Meski saat ini yang ingin dilakukan Arlen adalah menggendong gadis itu dengan selembut mungkin.

Nicole melangkah dengan biasa, menekan rasa sakitnya, dia melangkah terburu-buru agar segera sampai ke depan dokter dan mengetahui apa yang salah dengannya.

Arlen sendiri menunjukkan jalannya, mengatakan kalau dia sudah membuat janji temu dengan dokter pribadi. Itu membuat Nicole jelas lebih nyaman, dokter pribadi akan lebih baik.

Tiba di depan ruangan si dokter, Nicole mengetuk. Dokter membuka pintu dan si dokter adalah seorang wanita yang suda cukup berusia. Dia tersenyum ke arah Arlen dan menyapa dengan sopan. Itu membuat Nicole memiliki kemungkinan kalau dokter di hadapannya ini yang tampaknya memiliki banyak sekali gelar, adalah dokter keluraga.

Dulu Nicole tidak pernah sakit. Arlen juga tidak. Jadi mereka tidak pernah memiliki situasi di mana mereka harus memanggil dokter ke rumah. Jadilah Nicole sendiri tidak tahu seperti apa kehidupan Arlen di luar pekerjaannya sebagai pengacara. Tapi Nicole memiliki keyakinan kalau jelas Arlen bukan kaya karena dia pengacara. Meski menjadi pengacara kelas satu yang tidak pernah kalah dalam kasusnya, tetap saja kekayaan yang dimiliki pria itu datang dari orangtuanya juga. Karena Nicole berjanji tidak akan pernah masuk ke dalam hidup pribadi Arlen jadi gadis itu tidak pernah menanyakannya.

"Tuan French, senang bertemu dengan anda. Dan jelas yang ada di depan saya adalah Nyonya French yang selalu disembunyikan." Dokter itu ramah dengan cara yang wajar.

Nicole yang mendengarnya segera hendak mengoreksinya, bagaimana pun mereka sudah bercerai, dia tidak mau membuat kesalahpahaman lebih jauh terjadi.

Tapi Arlen lebih dulu menyahut. Memberikan jawaban yang membuat Nicole melongo. "Istriku agak pemalu, Dokter. Jadi dia tidak bisa kubawa keluar begitu saja. Kuharap kau mengerti dan tidak tersinggung karena kami datang saat kami membutuhkanmu."

Nicole memandang Arlen kebingungan, pria itu tidak mengoreski hubungan mereka.

***

Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di aku

Sampai jumpa mingdep 😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Di Ranjang Mantan Suami (SEN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang