"Dia bahkan tidak menyapaku. Dan kau menikah dengannya, Kakak?" tanya Cameron dengan kesal. Mobil Arlen sudah mengebut pergi meninggalkan.
Pelukan mereka terlerai. Dia memandang adiknya itu dengan kesal. "Kenapa? Kau kesal diperlakukan seperti itu sementara kau bahkan tidak setuju pernikahan kami? Oh, dan jangan lupa, kau tidak datang ke pernikahanku. Membuat aku tidak dapat mengatakan pada suamiku sendiri kalau aku memiliki adik kandung yang menyebalkan."
Cameron memberikan wajah jelek mengejeknya. "Bukankah hanya orang buta yang tidak dapat melihat betapa miripnya kita?"
Nicole mendengus dan segera mengambil tasnya yang tadi dia jatuhkan. Dia terlalu bahagia karena Cameron akhirnya kembali ke kota ini. Setelah bertahun-tahun tidak menginjakkan kakinya di kota ini, Cameron entah mengapa memutuskan untuk kembali di saat Nicole sedang dalam fase yang tidak terlalu menyenangkan.
Setelah mengambil tasnya, Nicole masuk ke mobil adiknya dan menunggu sampai Cameron ikut bergabung dengannya. Nicole sudah fokus dengan laptopnya.
Cameron masuk dan memasang sabuk pengaman. "Di mana mobilmu?"
"Ella akan membawanya ke tempat Emily," timpal Nicole yang sibuk memandang laptopnya.
"Kita ambil sekalian. Biar kau tidak perlu ke sana lagi."
Nicole memandang adiknya dengan bingung. "Kenapa?"
"Kenapa apa? Aku tidak mau kau berhubungan dengannya lagi. Apa pun alasannya."
Nicole tersenyum manis. "Mulai ingin menjaga kakak kandungmu ini?"
Cameron mendengus. "Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyakitimu lagi. Apalagi pria. Jangan sampai kau bertemu pria seperti ayah kita."
Nicole yang mendengarnya terdiam. Dia tampak menerawang.
"Maaf, aku tidak bermaksud mengatakannya. Membuat kau menjadi tidak nyaman bukan inginku. Aku hanya tidak mau kau mengalami nasib yang sama seperti ibu kita."
"Kau sudah menemuinya?"
Cameron diam. Dia menyalakan mesin mobilnya dan melajukan mobil dengan cepat meninggalkan bagian depan gedung pengadilan. Mengendarai mobil itu dengan pelan membawa Cameron masih tetap diam. Membuat Nicole tahu kalau Cameron belum pergi menemui ayah mereka.
"Temui dia, Cam. Dia merindukanmu. Beberapa waktu yang lalu dia mengatakannya. Dia sepertinya ingin meminta maaf padamu."
"Kenapa dia meminta maaf padaku?" Cameron terdengar membangun bentengnya sendiri. "Dia sudah membuat ibuku kita meninggal lalu membunuh kekasihnya sendiri. Sekarang dia di penjara dan itu masih cukup bagus dengannya. Kau menyaksikan semuanya sendiri dan membuat kau sampai menderita bertahun-tahun lamanya karena ulahnya. Mengingat apa yang kau alami, aku tidak akan pernah memaafkannya. Tidak akan pernah."
"Cam?"
"Kau harusnya tidak pernah mendatanginya. Tidak pernah memaafkannya. Kenapa kau suka sekali pergi ke sana?"
"Dia ayah kita, Cam? Ayah kandung kita."
"Setelah apa yang dia lakukan? Kau masih mau menyebutnya sebagai ayah? Dia penjahat di hidup kita, Kak. Dia mengancurkan keluarga kita. Dia membunuh mama!"
Nicole yang mendengarnya hanya bisa mendesah. Dia tidak mau memaksa Cameron, karena dulu saat dia akhirnya juga bisa memaafkan ayahnya dan tidak melemparkan kesalahan lagi pada pria itu, tidak ada yang memberikannya pemaksaan. Dia melakukannya karena dia murni ingin melakukannya dan Nicole juga mau Cameron melakukannya karena dia mau melakukannya.
Nicole bergerak ke arah adiknya dan memeluknya dengan sayang. "Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud memaksamu melakukannya. Jangan marah, ya? Mari kita menghabiskan waktumu lebih banyak dengan kebahagiaan. Jangan bermuram."
Cameron menyenggol kepala kakaknya dengan pipi. "Bagaimana dengan mobilmu? Kita akan mengambilnya?"
"Biarkan Ella mengurusnya dan aku tidak akan pernah berhubungan lagi dengannya. Dia sudah jadi mantan suamiku dan kami menikah, kau tahu sendiri alasannya. Demi aku mendapatkan warisan ibu. Jadi dia tidak akan datang lagi."
"Apa dia tahu kau melakukannya demi warisan?"
Nicole duduk dengan tegak. Menggeleng dengan sayang. "Aku tidak dapat mengatakannya sampai detik terakhir. Setiap kali aku ingin mengatakannya, aku tidak tahu harus mulai dari mana. Aku tidak dapat mengatakannya tanpa memberitahu dia masalah keluarga kita. Itu menahanku memberitahunya."
"Karena kau berpisah dengannya, bagus kau tidak mengatakannya. Dia tidak perlu menjadi tambahan bagi orang lain menatap kita dengan penuh kasihan."
Nicole mengangguk dengan setuju.
"Apa yang akan kau lakukan setelah ini? Aku akan menemanimu."
"Aku harus melihat beberapa pesanan yang terlambat dikirim. Sepertinya aku akan pergi ke luar kota dan melakukan penerbangan. Apa kau bisa tinggal di tempat Emily sementara. Sebelum aku dapat menemukan rumah untuk kita. Karena kau sudah di sini, mungkin aku akan membeli rumah lebih cepat."
"Kau harus membelinya. Jangan merepotkan Emily. Dia juga kasihan hidupnya."
"Beberapa bulan merepotkannya tidak masalah. Karena aku sudah membantunya menemukan jodohnya."
"Jodoh?"
Nicole meletakkan jari telunjuknya di belahan bibirnya. "Jangan mengatakan apa pun pada Emily. Dia akan berteriak heboh jika dia tahu aku memberitahumu. Kau hanya perlu melihat dengan baik bagaimana mereka akhirnya akan sampai ke jenjang pernikahan."
"Kau yakin dia pria baik?" Cameron memastikan.
Nicole memikirkannya. "Selain kalau pria itu serius dalam pekerjaannya, dia pria baik. Dia tidak bermain wanita dan menghargai kakakmu ini juga dengan baik. Dia cocok dengan Emily karena dia juga kaya dan memiliki wibawa."
"Jika Emily menyukainya, aku turut senang untuknya."
***
Ready Ebook di playstore
Tamat di karyakarsa ya
Bisa beli pdf di akuSampai jumpa mingdep 😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Ranjang Mantan Suami (SEN)
RomancePernikahan satu tahun antara Nicole Adams dan Arlen French berada pada titik dinginnya, pernikahan yang tidak memiliki masa depan itu membuat Nicole akhirnya mengambil keputusan yang tampak begitu pahit dalam hidupnya, yaitu perceraian. Saat dia men...