5. Memori

185 24 2
                                    












Panasnya matahari tidak dapat memisahkan perseturuan antara pria berotot dan pria berbadan tinggi, mereka berdua terus menerus saling melawan demi mengalahkan satu sama lain. Salah satu dari mereka menggerakan pedang dengan sangat lincah pertanda bahwa ia memang sangat ahli dalam berpedang tapi bukan berarti membuat lawannya menyerah, ia terus menerus bergerak dengan lincah menghindari tiap serangan dan juga untuk menyerang dengan andalan fisik.

Bulir-buliran keringan bercucuran di setiap tubuh mereka berdua, nafasnya pun mulai memburuh karena lama nya mereka berseturu.

"Kau cukup lincah juga, Fabrice," ujar Baldwin dengan nafas yang memburuh.

"Kalau boleh sombong, aku adalah seorang ahli pedang terbagus di margina," cetusnya dengan senyum meremehkan kearah Baldwin.

"Sombong sekali!" Baldwin menyerang kembali kearah Fabrice, sehingga membuat mereka kembali bertarung demi sebuah kemenangan.

Tidak terasa matahari yang tadinya tepat di atas sekarang menurun menandakan akan munculnya rembulan dan bintang berserakan, keduanya sudah jatuh terduduk dengan nafas yang tersenggal, sudah tidak ada lagi serangan dari mereka karena keduanya sudah melampauin batasnya masing-masing.

Baldwin mendirikan bobotnya diikuti dengan Fabrice, bukan untuk menyerang lagi mereka justru salam bersalaman, "Ku akui diri mu begitu kuat, tapi itu tidak membuatku menyerah dalam kompetisi ini. Nanti! di pertarungan sebenarnya aku akan mengalahkan diri mu!" tegas Baldwin dengan tekad yang memburuh.

Fabrice tersenyum tipis, "Aku juga mengakui kalau kau juga sangat hebat, dan aku juga akan sama seperti kau. Kita lihat nanti siapa yang akan menang di pertarungan sebenarnya!"

Mereka berdua saling mengeluarkan aura yang kuat dan tekad yang besar, jabatan tangan mereka berdua terlepas segera pergi dari tempat pertarungan dan akan menuju kamarnya masing-masing.

Selama berjalan kearah kamar Baldwin terus menerus mengeluh kesakitan di bagian kepalanya.

"Ada apa dengan kepala ku kenapa begitu sakit sedari pertarungan tadi?" tanyanya kepada dirinya sendiri.

Ia mengkerutkan alisnya merasa sakit ketika kilatan memori yang entah milik siapa terlihat, pria bongsor itu menghentikan langkahnya menyender kearah dinding guna untuk menahan tubuhnya agar tidak tumbang.

"Akh! Sakit sekali." Baldwin semakin meringis, jantungnya berdetak sangat kencang. Kakinya sudah  tidak bisa menahan tubuhnya membuat ia jatuh terduduk.

'Kau hanya anak sialan yang tidak di inginkan, jadi nurut lah dengan kami!'

'Berterimakasih lah dengan kami, dasar sialan!'

Suara tersebut terus tergiang-giang di benaknya, ingatannya pun terus memutar suatu kebakaran di rumah entah milik siapa, nafasnya memburuh entah sadar atau tidak air matanya menetes begitu saja bahkan penglihatannya mulai memburam. Sehingga ketika dimana Baldwin akan tidak sadarkan diri ia melihat seseorang berlari kearahnya tapi sebelum tau siapa orang itu ia sudah lebih dulu jatuh pingsan.

"Hei! Baldwin!"











▪▪☆☆▪▪













Baldwin membukakan matanya ia menatap kearah sekitar merasa asing dengan tempatnya, saat mencoba bangun kepalanya kembali dilanda pusing yang menyerang.

"Kau sudah sadar?" Baldwin menatap kearah seseorang yang baru masuk sambil membawa nampam yang berisi semangkuk bubur dan teh hangat.

"Ahh.. Ternyata kapten yang membantu ku."

MARIGOLD FAMILY || Jeongwoo haremTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang