Terus Mencoba

10 2 0
                                    

                                  •
                                  •
                    Selamat Membaca
                                  •
                                  •



Pagi itu, meski rasa aneh masih menyelimuti hatiku, aku memutuskan untuk tidak menyerah. Aku ingin terus mencoba mendekati Cordelia, meskipun kami sedang dalam masa "break". Aku tahu Cordelia adalah orang yang kuat dan mandiri, namun hatiku tak bisa berhenti berharap.

Setiap pagi, aku menunggu di tempat biasa kami bertemu sebelum ke kampus. Hari ini pun aku berdiri di sana, berharap melihat sosoknya muncul. Cordelia datang dengan langkah cepat, tampak terburu-buru dan fokus. Aku melambaikan tangan, mencoba menarik perhatiannya.

"Cordelia, pagi! Aku bawakan kopi kesukaanmu," kataku sambil menyodorkan secangkir kopi hangat.

Cordelia berhenti sejenak, tatapannya menunjukkan keheranan dan sedikit ketidaknyamanan. "Lucas, terima kasih, tapi aku sudah minum kopi di rumah. Lagipula, aku sedang terburu-buru. Ada kelas yang harus aku hadiri," jawabnya singkat, sebelum melanjutkan langkahnya.

Aku terdiam, merasakan penolakan yang halus namun menyakitkan. Meski begitu, aku berusaha untuk tetap optimis. Mungkin hari ini dia sedang sibuk, pikirku. Namun, rasa sakit itu tetap ada, menambah beban di hatiku.

Hari-hari berikutnya aku terus mencoba berbagai cara untuk mendekati Cordelia. Aku mengiriminya pesan singkat, menanyakan kabar dan menawarkan bantuan untuk belajar bersama. Namun, jawaban yang kudapat selalu singkat dan formal. Tidak ada kehangatan atau tanda-tanda bahwa dia ingin melanjutkan komunikasi lebih jauh.

Pada suatu siang, aku melihat Cordelia sedang duduk sendirian di perpustakaan. Dengan semangat, aku menghampirinya, membawa buku yang dia butuhkan untuk persiapan beasiswa.

"Cordelia, aku lihat kamu butuh buku ini untuk belajar. Aku sudah meminjamnya untukmu," kataku sambil menyodorkan buku tersebut.

Cordelia menatapku dengan raut wajah yang sulit dibaca. "Lucas, terima kasih, tapi aku bisa meminjamnya sendiri. Aku menghargai perhatianmu, tapi aku benar-benar butuh ruang untuk fokus," ucapnya dengan nada yang lembut namun tegas.

Aku menunduk, merasa diriku semakin kecil. Namun, aku tidak ingin menyerah begitu saja. "Aku hanya ingin membantu, Cordelia. Aku tahu kamu bisa melakukannya, tapi aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu ada untukmu," kataku dengan suara yang nyaris berbisik.

Cordelia menghela napas, lalu mengangguk perlahan. "Aku tahu, Lucas. Tapi tolong, beri aku ruang. Aku mohon," pintanya dengan mata yang tampak lelah.

Aku mengangguk, merasa hancur namun berusaha memahami. "Baiklah, Cordelia. Aku akan berusaha memberi kamu ruang," jawabku dengan suara yang tercekik.

Setelah itu, aku berusaha untuk benar-benar menjauh, meski hatiku selalu ingin mendekat. Setiap kali melihat Cordelia bersama Nathan, rasa cemburu dan sakit hati membuncah di dadaku. Namun, aku mencoba menahan diri, menghormati keinginannya untuk fokus pada beasiswa.

Clara, yang selalu memperhatikan, mencoba menghiburku. "Lucas, kadang memberi ruang adalah cara terbaik untuk menunjukkan cinta. Jika Cordelia benar-benar mencintaimu, dia akan kembali padamu," kata Clara dengan lembut.

Aku tahu Clara benar, namun rasa sakit ini begitu nyata. Setiap hari terasa seperti perjuangan, antara keinginan untuk mendekat dan kebutuhan untuk memberi ruang. Aku mencoba fokus pada hal-hal lain, seperti studi dan kegiatan kampus, namun bayangan Cordelia selalu ada di pikiranku.

Suatu hari, aku menerima pesan dari Cordelia. Hatiku berdebar saat membacanya. "Lucas, bisa bertemu di taman setelah kelas selesai?" tulisnya singkat.

Aku tidak tahu apa yang akan dia katakan, namun aku merasa harapan kembali muncul. Setelah kelas selesai, aku segera menuju taman, tempat kami sering berbagi cerita dan tawa. Cordelia sudah menunggu di sana, duduk di bangku favorit kami.

"Lucas, aku ingin bicara," katanya dengan suara pelan. Aku duduk di sebelahnya, mencoba menenangkan diri.

"Ada apa, Cordelia?" tanyaku, berusaha terdengar tenang meski hatiku berdegup kencang.

Cordelia menatapku dengan mata yang penuh kesedihan. "Aku merasa kamu tidak benar-benar memberi aku ruang. Aku tahu kamu berniat baik, tapi perhatianmu yang berlebihan justru membuatku semakin tertekan. Aku butuh waktu untuk fokus pada diriku sendiri, tanpa distraksi," jelasnya dengan nada yang tulus.

Aku terdiam, merasakan kepedihan di setiap kata yang diucapkannya. "Maafkan aku, ayy. Aku hanya ingin membantumu. Aku tidak bermaksud membuatmu merasa tertekan," jawabku dengan suara serak.

Cordelia mengangguk. "Aku tahu, Lucas. Tapi tolong, beri aku ruang yang aku butuhkan. Aku masih peduli padamu, tapi untuk saat ini, aku harus fokus pada beasiswa ini," katanya dengan tegas namun lembut.

Aku menghela napas, berusaha menerima kenyataan ini. "Baiklah, ayy. Aku akan berusaha lebih baik untuk memberi kamu ruang. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku selalu mendukungmu, apapun yang terjadi," kataku dengan tulus.

Cordelia tersenyum tipis. "Terima kasih, Lucas. Aku menghargai itu," katanya. Lalu, dia bangkit dari tempat duduknya dan pergi, meninggalkanku dengan perasaan campur aduk.

Hari-hari berikutnya, aku benar-benar berusaha untuk tidak mengganggu Cordelia. Aku fokus pada studi dan kegiatan lain, meskipun bayangan Cordelia masih sering menghantui pikiranku. Clara terus mendukungku, selalu ada untuk mendengarkan dan memberi semangat. Meskipun aku tahu hatiku masih terluka, aku berusaha untuk menjadi lebih kuat.

Dalam keheningan malam, aku sering merenung, mencoba memahami perasaan dan situasi yang aku hadapi. Aku tahu bahwa Cordelia adalah orang yang sangat berharga bagiku, dan aku harus belajar untuk menghormati keinginannya. Meskipun sulit, aku yakin bahwa jika kami memang ditakdirkan bersama, waktu dan jarak tidak akan menjadi penghalang.

Hari demi hari berlalu, dan aku mulai merasakan perubahan dalam diriku. Aku menjadi lebih fokus pada diriku sendiri, mencoba menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil di sekitar. Meskipun rasa sakit itu masih ada, aku tahu bahwa aku sedang dalam proses penyembuhan.

I LOVE YOU TO THE SUN AND BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang