Surat Terakhir

60 27 2
                                    

                                   •
                                   •
                     Selamat Membaca
                                   •
                                   •

Langkah-langkah kami melangkah mendekati pintu rumah Cordelia, suasana malam yang biasanya tenang terasa berubah menjadi panggung bagi ketegangan yang menyelinap masuk bersama angin malam. Di depan rumah, dua sosok tak terduga telah menunggu kami. Satu-satunya wajah yang aku kenali adalah Nathan, sahabat lama Cordelia. Namun, yang membuatku terkejut adalah sosok lain yang berdiri di sisinya sosok yang pernah aku liat di tempat makan waktu itu. Wajah yang tidak asing bagiku, tetapi ekspresinya memberi kesan kekakuan yang tak biasa.

Cordelia menyambutnya dengan senyum yang mencoba menyamarkan ketidakpastian yang terpancar dari matanya. Aku mencoba membaca situasi, tetapi suasana yang tegang mencegahku untuk benar-benar memahami alasan kedatangan mereka. Di antara kami, terasa ada sebuah rahasia besar yang menggantung di udara, menunggu untuk terungkap.

Nathan berusaha meredakan ketegangan dengan candaan ringan, tetapi kehadiran mereka masih meninggalkan rasa was-was di dalam diriku. Mataku terus-menerus memperhatikan gerakan mereka, mencari petunjuk tentang tujuan sebenarnya dari kunjungan mereka. Dan ketika pandangan saya tertuju pada bungkusan yang mereka bawa, sebuah kecurigaan besar melanda pikiranku.

Cordelia mencoba mencairkan suasana dengan bertanya tentang kabar Nathan, tetapi tatapan kami tetap terfokus pada kedua tamu tak terduga itu. Bahkan Cordelia pun terlihat agak gelisah, mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya di balik senyumnya. Suara langkah berat di lorong membuatku merinding, membuatku bertanya-tanya apakah ada orang lain yang ikut memperhatikan kami dari kegelapan rumah.

Ketegangan mencapai puncaknya ketika salah satu dari kedua tamu itu mulai membuka bungkusan yang mereka bawa. Detak jantungku semakin cepat, pikiranku dipenuhi dengan spekulasi dan kekhawatiran tentang apa yang ada di dalam bungkusan tersebut. Apakah ini akan mengakhiri ketegangan yang menyelimuti kami, ataukah malah membuka pintu menuju petualangan yang jauh lebih rumit dan berbahaya? Aku menatap Cordelia dengan harapan bahwa dia memiliki jawaban untuk semua pertanyaan yang menghantui pikiranku.

Bungkusan itu terbuka perlahan, mengungkapkan isinya yang membuatku terdiam. Di dalamnya terdapat sebuah kotak kecil berwarna cokelat dengan pita merah yang mengelilinginya. Tatapanku berpindah dari kotak itu ke wajah Nathan dan tamu asing itu. Ada sesuatu yang tidak biasa dalam ekspresi mereka, sesuatu yang membuatku semakin yakin bahwa ini bukanlah kunjungan biasa."Nathan, apa maksud  kedatanganmu?,dan kamu orang yang telah membunuh kaka ku kan,ternyata kalian berdua temenan yah"tanya Cordelia dengan suara gemetar, mencoba menahan kecemasan yang terus meningkat di dalam dirinya. Nathan menjawab dengan suara serius, "Ada sesuatu yang ingin kami berikan padamu, Cordelia. Sesuatu yang mungkin sulit untuk diterima, tetapi penting bagi kami untuk memberikan ini padamu."

Aku memperhatikan interaksi mereka dengan ketegangan yang semakin menggelayuti pikiranku juga hal hal yang membuatku emosi dikarenakan cordelia sedang berada dalam tekanan yang seharusnya tidak dia alami. Apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini? Apakah Cordelia tahu tentang benda yang mereka bawa? Ataukah ini merupakan sesuatu yang baru bagi Cordelia juga? Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui pikiranku, membuatku semakin ingin tahu apa yang sedang terjadi.

Cordelia menatap kotak kecil itu dengan rasa ingin tahu yang sama seperti yang aku rasakan. Namun, ada kegelisahan yang terpancar dari matanya, seolah-olah dia merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan benda itu. Aku melangkah mendekatinya, mencoba memberikan dukungan dengan kehadiran fisikku meskipun hatiku juga dipenuhi dengan ketidakpastian.

Nathan menyerahkan kotak itu kepada Cordelia dengan gerakan lambat, seolah-olah dia sadar bahwa benda itu memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar hadiah biasa. "Cordelia, kami berdua merasa bahwa ini adalah saat yang tepat untuk memberikan ini padamu," ujar Nathan dengan suara serius. "Tolong, terimalah dengan hati yang terbuka."

Cordelia memandang kotak itu dengan pandangan yang campur aduk. Aku bisa melihat pertarungan batin yang sedang dia alami, antara rasa ingin tahu dan ketakutan akan apa yang mungkin tersembunyi di dalam kotak itu. Akhirnya, dengan gerakan gemetar, dia membuka pita merah itu dan mengangkat penutupnya perlahan. Dan saat isi kotak itu terungkap, ekspresi di wajahnya berubah menjadi campuran antara keterkejutan, kebingungan, dan ketakutan.

Aku menatap apa yang ada di dalam kotak itu, dan pikiranku terasa seperti melayang jauh. Di dalamnya terdapat sepotong kertas yang terlipat rapi, bersama dengan sebuah surat yang ditulis dengan tulisan tangan yang akrab. Cordelia mengambil surat itu dengan gemetar, dan saat dia membacanya, ekspresinya berubah lagi, kali ini menjadi campuran antara kelegaan dan kesedihan.

"Apa yang terjadi?" tanyaku, tetapi Cordelia hanya menatapku dengan tatapan kosong. Nathan dan tamu asing itu juga terdiam, seolah-olah mereka tidak yakin bagaimana cara menjelaskan situasi ini. Sementara itu, suasana senja semakin malam, menciptakan latar belakang yang suram bagi pertemuan yang penuh dengan misteri ini.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, Cordelia akhirnya mengangkat kepalanya dan menatap kami dengan mata yang berkaca-kaca. "Ini adalah surat terakhir dari kakakku," ujarnya dengan suara yang gemetar. "Dia meninggal beberapa bulan yang lalu, dan dia meminta Nathan dan orang yang katanya membunuh nya 😒 untuk memberikan ini padaku setelah dia pergi."

Saya terdiam, mencoba memproses semua informasi yang baru saja saya dengar dan juga aku baru tau bahwa cordelia punya kakak seingetku dia anak tunggal. Semuanya terasa begitu berat di hatiku, seolah-olah beban besar telah ditumpahkan kepada kami semua. Dan di tengah-tengah semua ini, aku merasa sebuah kekuatan yang tak terduga muncul di antara kami, sebuah ikatan yang terbentuk oleh rasa solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi cobaan yang tak terduga ini.

Dalam keheningan yang menggantung di udara, kami semua duduk di teras rumah Cordelia, merenungkan makna dari apa yang baru saja terjadi. Surat terakhir dari kakak Cordelia menjadi pusat perhatian kami, mengingatkan kami akan kerentanan dan keterbatasan kita sebagai manusia. Dan di balik semua ketidakpastian dan ketakutan, ada juga harapan yang terpancar dari kata-kata yang terukir di dalam surat itu, harapan akan masa depan yang cerah meskipun harus melewati badai yang mencekam.

Ketika kita berada di teras rumah, disitulah momen ku untuk meluapkan emosi ini pada mereka berdua yang telah membuat hati cordelia berantakan yang padahal sebelumnya ia berada dirumah sakit karena sebelumnya dia pingsan.Aku merasa pantas untuk memukul mereka namun,disaat aku mau melayangkan pukulan kepada nathan dan juga teman nya yang katanya telah membunuh kakanya cordelia,disitu pula cordelia meleray dan memarahiku juga menyuruh nathan dan temanya pulang"aku lagi sedih kenapa kamu malah marah marah kaya gitu ga baik tau"jadinya cordelia semakin sedih,itu jelas salahku.Tidak di sangka-sangka orang tua cordelia muncul,disaat itu pula mereka langsung merebut surat dari anaknya tersebut dan kedua orang tua cordelia menesteskan air mata yang membuat suasana malam semakin sunyi tanpa ada nya kebahagiaan

I LOVE YOU TO THE SUN AND BACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang