"Lo kenapa deh, Lam? Kakak gue perasaan nggak ada deh ganggu lo, kenapa lo se-nggak suka itu sama dia?" tanya jujur Nayla dibalas dengan tatapan serius Lami.
"Buat apa gue suka kalau dia cuma sebagai orang baru yang dateng di kehidupan kakak gue?" Nayla mengerutkan dahinya bingung.
*****
Waktu demi waktu tanpa sadar sudah terlewati. Hari inilah yang ditunggu-tunggu Aira. Bohong jika dirinya tidak menunggu sama sekali. Ya mungkin, tidak terlalu menunggu, hanya tidak sabar. Mungkin. Karena akhirnya setelah mereka memiliki banyak pekerjaan, mereka bisa bertemu. Saat ini, Aira menatap cermin yang ada di depannya. Ia merapikan kerudung yang sedang ia pakai. Tak lupa, ia memakai handsock dan kaos kakinya.
Aira keluar dari kamar dan mendapati adiknya yang sudah siap rapi juga menatap ke arahnya. "Udah, kak? Ayo," sahut Nayla.
Kenapa Nayla juga siap dan rapi? Alasannya karena ia akan ikut dengan pertemuan kakaknya dan calon iparnya itu. Itu juga karena sudah mendapatkan izin dari Galang. Aira mengajak adiknya agar adik Galang tidak merasa kesepian dan ada temannya. Siapa tau juga, adik mereka bisa menjadi teman. Apalagi mereka sama-sama perempuan.
Mereka berdua keluar rumah dan terkejut karena adanya mobil yang terparkir di depan. Aira menoleh ke bundanya yang ternyata juga di luar. Nayla dan Aira saling bertatap dengan bingung. Mereka pun berjalan lebih maju lagi dan akhirnya mengetahui siapa yang datang.
"Pak Galang?" panggil Aira membuat Galang, Jiah, dan Lami yang ada di sana menoleh.
"Nah, Airanya udah siap. Berangkat sekarang?" tanya Galang ke Aira.
Awalnya Aira belum ngeh sampai Nayla harus menyenggol lengannya baru ia tersadar. "Oh, ehm iya, bun. Aira pamit dulu ya?" ujar Aira sambil pamit salim ke Jiah, begitupun dengan Nayla. Juga, diikuti oleh Lami. Sedangkan, Galang menyatukan kedua tangannya sopan.
"Kami pamit dulu, tante. Assalamu'alaikum," pamit Galang dibalas salam oleh Jiah.
Mereka berempat pun masuk ke mobil dan berangkat ke rumah makan Lestari Indah. Bisa terasa, selama perjalanan sangat hening dan tidak ada yang berbicara sama sekali. Aira duduk di sebelah Galang, sedangkan Nayla dan Lami duduk di kursi belakang. Hawa canggung menusuk suasana di dalam mobil. Galang fokus nyetir dan Aira fokus menatap pemandangan di kaca jendela.
Tak lama, mereka pun sampai di rumah makan. Aira, Nayla, dan Lami turun duluan untuk mencari tempat. Galang yang mempersilahkan mereka untuk turun duluan, biar ia bisa memarkirkan mobilnya ke tempat parkir. Aira akan memesan minuman dulu untuk mereka berempat, jadi ia bilang ke Nayla dan Lami untuk duduk duluan.
Nayla dan Lami memilih duduk berdua agak jauh, tapi juga dekat di mejanya Aira dan Galang. Tentunya untuk menemani mereka agar tidak menimbulkan fitnah. Nayla yang merasa canggung ingin sekali berbicara. Ia tidak terbiasa diam seperti ini. Ia melirik ke Lami yang setelah duduk, langsung memainkan handphonenya.
"Ekhem," deheman kode Nayla masih belum dihiraukan Lami. Hampir saja membuatnya malu.
"Eh ngomong-ngomong, kata bunda kita seumuran ya? Salam kenal dong, gue Nayla," Nayla membuka topik pertama dengan ramah. Lami meliriknya bentar.
Lami pun menaruh handphonenya dan membalas jabatan dari Nayla. "Gue Lami," jawab Lami sesingkat mungkin, bahkan dengan senyuman tipis yang tidak niat untuk tersenyum.
Nayla bisa merasakan jelas keanehan sikap Lami. Tetapi, Ia berusaha tetap mencairkan suasananya. Sambil mencari topik lain, Nayla menoleh kanan-kiri mencari kakaknya agar bisa lebih cepat datang. Akhirnya, Aira datang bersama Galang yang membawa nampan dan di atasnya ada minuman. Aira mengambil 2 gelas dan memberikannya ke Nayla dan Lami.
"Makasih, kak," ucap Nayla dan Lami bersamaan dibalas dengan senyuman Aira.
Aira pun kembali ke mejanya dan Galang. Nayla meminum minumannya sambil sesekali melirik Aira dan Galang yang terlihat diam canggung. "Ngomong-ngomong, mereka cocok ya," tanpa sadar Nayla mengatakan itu sambil tersenyum haru.
Lami yang mendengarnya langsung melirik ke arah Galang dan Aira. Ia memutar bolanya malas. "Nggak juga, biasa aja," sahut Lami tiba-tiba membuat Nayla menoleh.
Nayla yang akhirnya sebal memilih untuk bertanya. "Lo kenapa deh, Lam? Kakak gue perasaan nggak ada deh ganggu lo, kenapa lo se-nggak suka itu sama dia?" tanya jujur Nayla dibalas dengan tatapan serius Lami.
"Buat apa gue suka kalau dia cuma sebagai orang baru yang dateng di kehidupan kakak gue?" Nayla mengerutkan dahinya bingung.
"Maksud lo?"
"Gue akui kakak lo baik, Nay. Tapi gue rasa berurusan dengan kakak gue itu adalah pilihan yang salah," jelas Lami tetap saja membuat Nayla bingung.
"Apanya yang salah? Mereka mau mulai hidup baru mereka loh, Lam. Ini adalah kesempatan buat mereka bahagia," ungkap Nayla itu tiba-tiba menciptakan kesedihan di hati Lami.
"Gue cuma nggak mau kalau akhirnya kakak gue bikin kakak lo sakit, Nay," ujar Lami serius.
Nayla menatap tak percaya. "Gue nggak paham, Lam. Kenapa? Inikan kesempatan yang baik buat mereka loh," jawab Nayla.
"Percuma kalau masih ada seseorang di hati kakak gue, Nay. Kak Aira itu cuma kayak orang baru yang tiba-tiba buat kakak gue penasaran, nggak lebih. Seharusnya lo paham kalau lo sayang sama kakak lo," ungkap Lami itu dibalas dengan gelengan tak percaya dari Nayla.
"Kakak gue udah mulai bahagia, Lam. Dia mungkin bisa nerima kak Galang dari sekarang. Kalau mungkin kakak lo nggak serius, dia nggak akan ngelamar kakak gue," kata Nayla dengan raut wajah yang mulai sedih.
Lami menggenggam tangan Nayla hangat. "Karena itu sebelum terlambat, sebelum kak Aira bener-bener bisa nerima kakak gue, Nay," mohon Lami dengan jujur. Nayla bimbang tidak tau harus jawab bagaimana.
Mereka berdua melirik ke arah Aira dan Galang yang mulai berbicara serius dan sesekali bercanda. "Padahal kakak gue udah mulai bahagia, Lam. Kenapa lo baru bilang?" batin Nayla.
***
"Apa pak Galang benar-benar serius melakukan ini?"
Pertanyaan awal itu dimulai dari Aira. Galang mendongakkan kepalanya dan menatap Aira yang sedang menunduk. "Saya serius. Saya ingin menjalani kehidupan saya yang baru, dan ketika saya memutuskan itu, entah kenapa hati saya tertarik ke kamu, Ra," ungkap Galang dengan jujur membuat Aira tertegun.
"Kenapa? Eum.. maksud saya, kenapa harus saya? Ada banyak perempuan di dunia ini, pak," Aira bertanya lagi dengan gugup.
.
.
.
.
.Jangan lupa vote dan terus dukung yaa, biar semangat update nyaa❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
TAKDIRA (Takdir Aira)
Teen Fiction[TELAH TERBIT, INI ADALAH BAGIAN SPOILER DARI NOVEL TAKDIRA] Seorang laki-laki tiba-tiba melamar perempuan yang bernama Ivona Aira Husna, dialah Aira. Perempuan yang bekerja menjadi salah satu karyawan laki-laki itu. Aira memberikan keputusan agar...