2. Sebuah Kepastian

87 14 0
                                    

"Aku benar-benar pengen serius sama Aira."
~ Galang Hisyam ~

●□●

"Kamu tuh gimana sih? Mau ngelamar beneran?" selidik Nia membuat Galang mendongakkan kepalanya sedih.

"Kenapa pertanyaannya gitu, ma..?" sendu Galang. "Aku serius, ma. Aku mau ngelanjutin hidup aku dengan nikah sama Aira," jelas Galang.

*****

Tak lama Aira pergi, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumah dan hal itu membuat bingung Jiah dan Pendro. Mereka pikir, Aira kembali lagi karena ada sesuatu yang tertinggal. Begitu terkejutnya Jiah saat ia membuka pintu rumahnya. Ia memanggil suaminya yang duduk di ruang tamu agar cepat datang.

"Assalamu'alaikum, ibu, bapak..." Jiah dan Pendro terdiam saat laki-laki di depan mereka ini minta izin salim kepada mereka.

"Wa'alaikumussalam," akhirnya mereka segera sadar dan membalas salaman dari laki-laki tersebut. Jiah dan Pendro kembali memperhatikan siapa orang yang ada di depannya sekarang.

Tentu yang membuat terkejut bukan hanya itu. Akan tetapi, karena laki-laki itu tidak sendirian. Melainkan, bersama keluarga besarnya. Iya, itu dia. Galang Hisyam, orang yang akan melamar Aira. Galang tersenyum menatap Jiah dan Pendro yang terdiam menatapnya.

"Maaf karena saya baru sempat datang, ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa saya tinggalkan, pak, bu," jelas Galang dibalas anggukan dan kekehan canggung Jiah dan Pendro.

"Ah, iya. Silakan masuk, ibu, bapak, dan nak Galang. Ayo masuk dulu," ujar Jiah setelah panjangnya hening di antara mereka.

"Aduh, maaf kami tidak sempat menyiapkan apa-apa, karena kami pikir... tidak jadi datang," ujar Jiah yang kemudian, langsung disahuti oleh ibu Galang.

"Eh nggak apa-apa, bu. Kami memang datangnya terlambat, jadi tidak perlu menyiapkan apa-apa," sahut ibu Galang, yaitu Nia.

Tetap saja, Jiah langsung berdiri dan pergi menuju dapur untuk menyiapkan minuman. Keluarga Galang yang datang ada ibunya, Nia, dan bapaknya, Umran. Ada juga adik perempuannya, yaitu Lami. Tentunya mereka berempat datang tidak dengan tangan kosong. Galang membawa parcel buah khusus untuk keluarga Aira. Kedatangan mereka yang tiba-tiba, membuat Jiah dan Pendro tidak sempat menghubunginya.

Pendro hanya bisa duduk menemani keluarga Galang di ruang tamu. Ayah dari Aira itu berusaha agar tidak terlalu canggung, karena ini pertama kalinya untuk mereka. Keluarga Galang tidak hanya datang sebagai tamu, tetapi bisa saja menjadi menantunya suatu saat nanti. Tak lama, Jiah datang dengan nampan yang sudah ada minuman dan beberapa camilan di atasnya. Ia menaruh nampan tersebut di meja.

"Silakan diminum dan dimakan, maaf cuma seadanya aja ini," ucap Jiah dengan tak enak hati.
Galang dan keluarganya tersenyum membalas ucapan Jiah.

Setelah itu, selama beberapa detik terjadi keheningan. Keluarga Galang saling menatap satu sama lain. Hal itu juga membuat bunda dan ayah Aira saling menatap. Tak selang lama, ayah Galang, yaitu Umran berdeham. Reflek semua orang yang ada di ruang tamu itu langsung menatapnya.

"Ekhem, kami di sini ada niat baik. Putra pertama kami, yaitu Galang, ehm..," Umran menatap sekitarnya sekilas. "Memiliki niat untuk melamar putri bapak dan ibu, yaitu Aira. Galang mengenalnya dari kantor, bahwa Aira juga merupakan salah satu stafnya di kantor," lanjutnya dengan serius dan sebenarnya tidak dipungkiri kalau ia sedikit gugup.

Pendro dan Jiah yang mendengar itu langsung dari keluarga, lebih membuat mereka tertegun daripada saat diberitahukan oleh Aira. Karena ini artinya, semua yang diceritakan Aira itu menjadi nyata. Apa yang ditunggu Aira, akhirnya memberinya kepastian. Membuktikan kalau lelaki itu benar-benar melakukan apa yang dikatakannya. Keheningan berlangsung lama setelah Umran mengatakan hal itu. Sampai akhirnya, Pendro mulai angkat bicara.

TAKDIRA (Takdir Aira)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang