Modulasi Takdir

26 11 0
                                    

Pagi menyapa dengan kesejukan dan ketenangan, udara segar menyelimutiku saat jam menunjukkan pukul 04.40. Cahaya fajar mulai merayap perlahan di cakrawala, menciptakan pemandangan yang indah di atas langit yang masih gelap. Di sekelilingku, timku telah siap dengan penuh semangat, memastikan segala persiapan telah terpenuhi untuk perjalanan kami ke Bali.

Aku membuka pintu mobil sedan pribadiku, merasakan sentuhan dingin di gagang pintu. Di mobil van di sebelahku, Mang Hadi, Bela, dan Jeri sedang sibuk mengatur alat-alat dan perlengkapan, memastikan semuanya tertata dengan rapi. Lampu-lampu jalanan yang masih menyala memberikan cahaya lembut yang memantulkan bayangan mobil-mobil kami di aspal yang basah oleh sisa gerimis semalam.

Aku memasuki mobil dan mulai memegang setir, merasakan kenyamanan kursi yang akan menjadi temanku dalam perjalanan panjang ini. Mang Hadi membuka kaca mobilnya dan bertanya dengan suara tenang, "Hei Non, mau jemput Gemy dimana?"

"Di Gadog, Mang. Kita sekalian lewat tol aja ya," jawabku dengan senyum.

"Siap Non, ayo," balas Mang Hadi dengan semangat, menutup kembali kacanya.

Aku menutup jendela mobil dan mengambil momen untuk berdoa serta melakukan afirmasi. Menenangkan diri sebelum memulai perjalanan yang penuh harapan ini.

"Aku bersyukur hari ini cerah, aku bersyukur dikelilingi oleh orang-orang baik. Terima kasih, Tuhan, aku sangat beruntung. Perjalanan ini akan membawa kebahagiaan serta pengalaman berharga," ucapku dengan lirih namun penuh keyakinan.

Mesin mobil menderu pelan saat aku menyalakannya. Aku bisa merasakan semangat pagi ini, bersatu dengan ketenangan yang membalut suasana. Jalanan masih sepi, hanya ditemani oleh beberapa mobil yang melintas perlahan, seolah tak ingin mengganggu kedamaian pagi. Aku melihat ke arah van, memastikan timku sudah siap untuk berangkat.

"Semua siap?" tanyaku melalui jendela yang sedikit terbuka.

"Siap, Non!" jawab mereka serempak, mengacungkan jempol dengan penuh antusiasme.

Kami pun mulai bergerak, meninggalkan halaman rumah dengan harapan dan semangat baru. Perjalanan ini akan menjadi babak baru dalam hidup kami, sebuah kisah yang akan diukir dengan kenangan indah. Langit pagi yang mulai terang memberikan cahaya harapan bagi kami, menyambut setiap detik
perjalanan yang akan kami lalui bersama.

Kami melaju perlahan melewati jalanan Bogor yang masih lengang, ditemani oleh udara pagi yang segar dan sejuk. Lampu-lampu jalan perlahan padam seiring dengan matahari yang semakin naik di ufuk timur. Suara mesin mobil mengiringi perjalanan kami, memecah kesunyian pagi yang tenang.

Dalam perjalanan menuju Gadog, pikiranku melayang-layang, membayangkan bagaimana perjalanan ini akan berlangsung. Aku merasa bersemangat namun juga sedikit gugup, karena ini adalah kesempatan besar dan perjalanan yang cukup panjang. Namun, keyakinanku semakin kuat dengan dukungan timku yang selalu siap di sampingku.

Setelah beberapa waktu, kami tiba di Gadog. Aku melihat Gemy sudah berdiri di pinggir jalan, dengan ransel di punggungnya dan wajah yang penuh semangat. Saat mobil mendekat, aku melambatkan kendaraan dan membuka jendela, melambaikan tangan kepadanya.

"Hei, Gem! Sudah siap?" tanyaku sambil tersenyum ceria.

Gemy membalas senyuman itu dengan penuh semangat, "Siap! Let's go!"

Dia memasukkan barang-barangnya ke dalam bagasi dengan cepat dan cekatan. Aku mengamati pemandangan pagi yang menenangkan, merasakan betapa segarnya udara di luar dan bagaimana pagi ini terasa penuh dengan potensi.

Setelah Gemy selesai, dia masuk ke dalam mobil dan siap untuk mengemudikan kendaraan. Aku pindah ke kursi penumpang di sampingnya, merasa antusias untuk memulai perjalanan.

The Morning StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang