Aku terbangun tiba-tiba dari tidurku, rasa kantuk yang masih melekat seketika hilang begitu saja ketika sayup-sayup terdengar suara piano dari arah aula musik. Melodi lembut dari "Moonlight Sonata" mengisi udara, membelai setiap sudut villa dengan keheningan yang damai. Suara piano itu begitu tenang dan menenangkan, seakan memanggil jiwaku untuk mencari tahu siapa yang tengah memainkan musik indah itu di tengah malam.
Dengan penasaran, aku mencoba memeriksa ke arah aula. Kamarku tidak jauh dari sana, hanya beberapa langkah melewati lorong. Saat aku mengecek handphone, jam menunjukkan pukul 02.45 dini hari. Dalam hati aku bergumam, "Siapa yang main piano malam-malam begini? Apa Jeri?" Aku ragu. "Tapi enggak mungkin, ah. Jeri biasanya sudah tidur pulas di jam segini."
Aku memutuskan untuk keluar dari kamar, perlahan membuka pintu agar tidak mengganggu yang lain. Angin malam menyusup masuk, membuatku merapatkan outer yang kupakai. Udara dingin semakin menusuk kulit, namun ada sesuatu yang membuatku terus melangkah. Suara piano itu. Semakin aku mendekat, semakin jelas terdengar, melodi-melodi yang mengalun membuatku semakin penasaran.
Ketika aku sampai di ruang tamu, langkahku terhenti sejenak. Pandanganku tertuju pada Jeri yang tertidur pulas di samping Bela di atas sofa. Mereka berdua terlihat begitu lelap, tenggelam dalam kehangatan selimut dan tidur yang tenang. "Bukan Jeri," pikirku, setengah lega tapi juga semakin penasaran. "Kalau bukan Jeri, siapa lagi? Mang Hadi? Ah, enggak mungkin. Dia kan enggak bisa main piano."
Aku kembali melangkah menuju aula, mengikuti setiap nada yang terdengar semakin jelas dan kuat. Irama "Moonlight Sonata" itu begitu menghipnotis, mengalun dalam keheningan malam dan bercampur dengan desir angin yang datang dari pantai. Aku bisa merasakan setiap nada itu menyentuh hatiku, membawa kedamaian yang misterius namun juga membangkitkan rasa ingin tahu yang semakin besar.
Begitu sampai di depan pintu aula, aku berhenti sejenak, menenangkan diri sebelum membukanya. Aku tarik napas dalam-dalam, lalu perlahan membuka pintu. Pemandangan di dalam aula membuatku terkejut sekaligus terpana.
Gemy.
Dia duduk di depan piano, jari-jarinya menari di atas tuts, menciptakan melodi indah yang seolah-olah berasal dari dunia lain. Jendela aula terbuka lebar, membiarkan sinar bulan masuk dan menyelimuti Gemy dalam cahaya perak yang lembut. Rambutnya sedikit berantakan, mungkin karena angin yang masuk dari luar, namun justru menambah kesan natural pada sosoknya. Sebatang rokok terselip di antara jemarinya yang lain, asapnya melayang lambat di udara, menyatu dengan melodi yang dimainkan.
Aku berdiri di ambang pintu, tak mampu berkata-kata. Gemy terlihat begitu tenang, seolah dia benar-benar tenggelam dalam musik yang ia mainkan. Setiap not yang dia sentuh membawa emosi yang mendalam, seakan-akan piano itu berbicara melalui jiwanya.
Sinar bulan yang menyorot langsung ke arahnya membuat pemandangan ini semakin magis. Gemy benar-benar terlihat seperti bagian dari malam itu, menyatu dengan alunan musik dan cahaya bulan, menciptakan momen yang begitu indah dan sulit dipercaya. Angin malam yang dingin menerpa wajahku, tapi aku tak peduli. Di depanku, ada keindahan yang tak tergambarkan.
Aku hampir tak berani mengganggu. Namun, Gemy seakan merasakan kehadiranku. Dia menghentikan permainannya, menoleh perlahan ke arahku, dan tersenyum. Sinar bulan yang menerpa wajahnya membuat senyumnya tampak begitu menawan, seakan mengundangku untuk masuk lebih dalam ke dalam dunianya.
Aku tersenyum balik, lalu melangkah masuk ke dalam aula, mendekati Gemy yang masih duduk di depan piano. Keheningan malam yang indah, dengan hanya suara alunan "Moonlight Sonata," terasa begitu sempurna. Namun, seketika ketenangan itu pecah ketika tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan dari arah belakangku.
Aku tersentak, menoleh cepat. Di sana, berdiri Simon, Mark, Nessie, dan Julie—teman-teman bule Gemy yang tadi kami temui di pantai. Mereka melangkah maju dengan senyum lebar di wajah, memberikan pujian kepada Gemy. Tapi ada sesuatu yang aneh, sesuatu yang tidak benar. Sejak kapan mereka ada di villa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Morning Star
Romance"The Morning Star" adalah sebuah kisah romantis yang mengisahkan perjalanan cinta antara Regina Theodora dan Gemy Ali, dua jiwa yang dipertemukan kembali oleh takdir setelah bertahun-tahun berpisah. Dibesarkan dalam keluarga TNI yang penuh dengan ni...