Five.

160 21 3
                                    

"Sudahku bilang berhenti bicarakan Sasuke! Kau tidak mengertikah? Anak itu sakit." Sayup-sayup terdengar suara menggelegar dari ruang keluarga, suara pria paruh baya yang cukup berat membuat yang baru saja mendengar menghela nafasnya lelah.

"Jika bocah itu sembuh, baru kita akan membawanya."

Sosok dibalik tembok adalah Itachi, putra sulung keluarga Uchiha. Termenung seraya mengepalkan tangan sebelah, jujur saja ingin berontak. Tapi anak itu takut ibunya dipukuli lagi. Iris obsidian tak lepas dari sang Ibu.

"Anata... bagaimanapun Sasuke anak kita.. aku merindukannya Anata." Dengan sedikit keberanian Mikoto angkat bicara bergetar karena sedang menahan tangis. Sungguh Ibu dua anak itu sangat merasa salah.

"Masuk ke kamarmu, Mikoto."

"Anata... tolong."

PLAK! Pipi porselen Mikoto ditampar keras membuat empunya jatuh.

Itachi yang menyaksikan hal tersebut langsung berlari menghampiri, memegang kedua bahu ibunya untuk berdiri. "Bunda!" Manik hitam pekat sulung menatap lirih Fugaku.

"Hentikan ini ayah! Kau... keterlaluan."

"Kalau begitu turuti saja perkataanku. Aku ini kepala keluarga!" Lalu Fugaku melenggang pergi meninggalkan dua sosok di sana.

Di saat itulah tangis Mikoto pecah, wanita paruh baya memeluk anak sulungnya erat sekali. Bahkan tangisnya hingga sesenggukan, Itachi hanya bisa membalas pelukan sang Ibunda seraya mengusap surai halus Mikoto.

"Gomen... hiks-- gomen... gomen... Itachi-Kun, gomenasai."

"Maafkan Bunda telah menjadi Ibu yang gagal untuk adikmu.. hiks.. gomen." Kata-kata itu terus berulang dari mulut Mikoto, tanpa disadari jua si sulung meneteskan air mata.

Merasa gagal menjadi seorang kakak yang harusnya bisa melindungi adik serta senantiasa berada di sisi adiknya.

••

Sasuke membuka kedua matanya, ia tak mengingat apapun selain kejadian saat Kakashi datang untuk menjemput tim 7. Dilihat sekitar ternyata ia berada di kamar rumah sakit. Terdapat banyak orang berdiri di samping ranjangnya.

Bingung karena tiba-tiba Sakura memeluknya erat sekali sambil menangis. Ada apa, sih? Tapi Sasuke tidak protes sama sekali. Nampak Kakashi, Naruto, juga Tsunade selaku kepala sekolah wajahnya senang.

"Astagaaa! Hiks, Sasukeee. Syukurlah kau baik saja!" Tutur gadis gulali melepas pelukan kemudian. Sasuke masih kebingungan.

Kakashi mendengus, menutup buku kesukaannya yang tadi baru saja di baca. "Kemarin kau tiba-tiba jatuh tidak sadarkan diri, Sasuke. Itulah mengapa." Oh, Sasuke langsung memutar bola matanya.

"Cih, kau lemah sekali baka teme! Baru segitu saja pingsan." Terdengar suara cempreng Naruto meremehkan, Sasuke mendengus.

"Urusai! kalau bukan karena aku, kau akan mati terkena ledakan, dasar usuratonkachi." Ayolah, harusnya Naruto berterima kasih sebab Sasuke sudah menyelamatkannya walau dengan cara--ditendang.

Tetap selamat, kan?

Jam berlalu begitu cepat, Tsunade juga Kakashi sudah pergi meninggalkan ruangan. Begitu juga dengan Sakura dan Naruto. Kini Sasuke berada di kamar sendirian. Memainkan jemarinya gelisah, tubuhnya sedang lemas tapi otaknya tengah beradu pikiran berkecamuk.

Terkadang Sasuke terkekeh tipis, lalu tiba-tiba menjadi diam seraya menatap tajam ke arah depan. Bila mana ada orang lain di situ, sudah pasti akan ketakutan melihat Sasuke.

Unstable // SASUSAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang