11.) Keterlaluan

41 5 3
                                    

Pasti kena hasutan ayahnya! Mana ada anak pengen kayak bapaknya, jadi tukang ojek online yang pemalas. Nariknya juga semaunya. Dilihat dari mana pun masih keren Arga ke mana-mana. Meski Rio masih bocah, tetap saja harusnya dia bisa melihat kalau dokter muda berbakat jelas lebih keren! Pembicaraan dengan Rio masih bikin moodku berantakan bahkan sepanjang perjalanan rasanya lesu bukan main.

Aku masih ingin liburan, tetapi jatah empat hari sudah berakhir. Besok langsung kerja pula duh, sedihnya jadi budak korporat.

"Rio sama Papa yuk!" Aku menatap sinis, sejak obrolan itu, Mas Arya mengambil banyak keuntungan dengan mendekati Rio lebih gencar lagi. Dan Arya tuh tidak pernah belajar sesuatu dengan benar. Lihat, baru aja turun dari taksi, bukannya membawa koper yang sudah menggemuk memilih menggendong Rio yang seharusnya bisa berjalan sendiri. Coba Arga yang di sini, dia sangat peduli dengan orang lain, dia pasti tidak akan membiarkan wanita menggeret koper-koper sialan ini.

Tangannya yang dingin tetapi lembut itu mudah menolong orang lain, ah ... seandainya saja bisa bersama dengan Arga lagi.

Terik menyorot tajam meski sudah pukul tiga sore. Aku membuka pintu, udara yang terperangkap di dalam seakan menyerbu keluar, aku tak menutup pintunya membiarkan sirkulasi udara mengalir dengan baik. Kubuka kulkas dan mencari minuman dingin, ah ... hanya ada minuman soda. Aku lupa mengisi air putih di kulkas.

"Mas, isi galon dong! Aku haus."

"Ra, aku capek kita kan baru nyampe."

"Aku juga capek, Mas. Kamu sih enak nggak perlu nyeret dua koper jumbo sendirian. Nggak usah protes, isiin galon sana."

Aku membuka kaleng soda, desisannya membuat ludah di mulutku seakan terkumpul. "Mas, ih. Ntar kalo Rio haus gimana?"

"Ra, bentar lagi ya, sumpah aku masih capek."

"Isi galon tuh cuma di depan mas, bawa motor nggak nyampe lima menit. Harus banget aku yang beli? Nggak guna banget jadi laki."

"Ra, kok kamu gitu, sih. Ada Rio, Ra."

"Terus aja jadiin Rio senjata!"

Aku sudah melepas galon dari dispenser, menyambar kunci motor dan melempar tatapan tajam ke arah Arya.

"Ma, Rio haus."

"Rio minum ini dulu ya, belum ada air, Papamu nggak mau beliin kita air." Aku mengambil sisa soda dan menyodorkan minuman itu.

Aku membanting pintu dengan keras, kudengar Rio tersedak sampai terbatuk-batuk. Aku tidak peduli lagi, biarkan saja bapaknya mengurusi anak itu. Aku pengen lihat sejago apa dia mengendalikan keadaan.

"Ra, Rio tersedak nih, gimana dong?"

Aku sudah menyalakan motor dan melesat pergi. Sekembalinya dari tempat pengisian air minum, Mas Arya sudah menyambutku siap mengangkat galon ke dispenser. Aku masih belum mau bicara dengannya, kuangkat galon dengan susah payah. Lihatkan, aku bisa melakukan tanpa bantuannya. Dia selalu saja menyepelekan permintaanku.

Capek, lapar, aku tak membeli makanan pas pulang. Mau order online pasti lama banget. Membuat telor ceplok menjadi opsi terbaik sepertinya. Dengan berat hati kugerakan badanku yang letih ini menuju kompor dan mencoba menyalakannya.

Tak ada api yang muncul. Sudah kucoba berkali-kali sampai menimbulkan bunyi yang mengganggu. "Mas, gas abis! Tolong beliin dong."

"Bentar ya Ra, nanggung mau mandi dulu."

Aku melongo melihat Arya sudah berjalan menuju kamar mandi dengan handuk melilit di pinggangnya.

"Mama, Rio lapar," rengeknya menghentikan luapan amarahku yang siap menyembur ke Mas Arya.

"Rio lapar, ya?" tanyaku. Aku telah menghabiskan stok makanan di kulkas dan memang sengaja tidak mengisi kembali karena akan ditinggal liburan, takut banyak makanan rusak akhirnya mubazir. "Rio makan snack dulu, Mama beli gas sebentar ya. Nanti Mama masak kesukaan Rio gimana?"

Rio mengangguk antusias, aku pun mengembuskan napas lega. Kugeret gas 12 kg ke ambang pintu setelah memberi puluhan bungkus makanan bermicin ke Rio. Aku gak peduli lagi tabung gas itu menggores lantai. Tubuhku sudah meronta minta diistirahatkan, tetapi ada saja tugas yang harus diselesaikan. Toko kelontong terdekat berjarak enam rumah dari sini, harusnya tak butuh waktu lama. Hanya saja semesta seakan berkomplot membuatku murka, beberapa toko kelontong terdekat sedang kehabisan gas dengan tabung pink. Aku harus berkeliling dan baru menemukan gas di agen kecil di ujung persimpangan!

Derit tabung dengan lantai lebih keras daripada sebelumnya. Kulihat Mas Arya sudah selesai mandi sekarang sedang membantu menghabiskan snack Rio. Rasanya aku ingin berteriak, meski sudah menoleh, lelaki berengsek itu tak membantuku membawa gas?

Aku mengempaskan diri di kursi, kulirik rumah tetanggaku dari jendela. Aku bisa melihat seorang wanita tertawa begitu lebarnya dengan teliga tersumbat headphone. Dia pasti mendapat telepon dari orang yang dia sayangi. Mungkin kekasihnya, atau menceritakan sesatu kepada salah satu bestienya bahwa hari ini dia mendapat kabar baik yang menyenangkan? Senang sekali punya teman seperti itu.

Seketika ingatanku terlempar kepada sosok yang dulu selalu ada untukku, Arga.

Kapan dia akan kembali dari Bali? Apa setelah ini bisa bertemu lagi?

Seharusnya bisa, ya. Mas Arya mengundangnya makan bersama. Di Bali kami tidak sempat melakukannya. Akan kuatur jadwal bertemu dengannya setelah dia kembali nanti.

Dari jendela kaca, aku bisa melihat gadis yang hanya mengenakan kaos tanpa lengan itu masih mengobrol, ekspresinya serius. Wajahnya makin terlihat cantik saat dia tersipu. Pasti mendapat pujian dari orang yang meneleponnya. Aku menghela napas, aku nyaris lupa Rio dari tadi meminta makan. Astaga ... aku sedang memasak daging untuk Rio dan aku melupakannya!

Aku berlari ke dapur, seketika aroma gosong menyambut hidungku.

Aku kesal, Mas Arya tertidur di samping Rio dengan pulasnya. Memang itu hidung apa gantungan baju? Dia tidak mencium aromanya apa? Tidur sampai kayak bangkai begitu? Sekarang aku harus bagaimana? Aku dah kelewat capek untuk memikirkan solusi. Daging terakhir gosong dan tak bisa dimakan, aku lapar, letih. Yang terlintas di pikiranku hanya menelepon seseorang untuk membagi apa yang kurasakan saat ini.


Is There a Second Chance for Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang