Bab: 45

182 15 0
                                    

Waktu tak bisa di ulang. Seseorang juga akan datang lalu pergi. Dan pelajaran yang berbeda akan menghampirimu dengan orang yang baru lagi. Bersiaplah.

***

Meninggalkan Balqis sendirian di rumah sebenarnya pilihan yang sulit, mengingat wanita itu sedang down sekarang. Tapi ia berusaha meyakinkan sahabatnya bahwa keadaannya akan membaik jika dibawa tidur.

Alhasil saat ini Medina dan Dania mampir ke rumah Kiana. Terlebih katanya Dania sudah lama tak berkunjung.

Setibanya di rumah, gadis itu langsung tertarik begitu melihat kucing Rama, Fauna. Tanpa sungkan, ia langsung membawa hewan itu masuk ke kamar Kiana, seolah Fauna adalah salah satu di antara mereka juga. Ngomong-ngomong, meskipun terkesan jutek dan ketus, Dania memang pecinta hewan. Beda halnya dengan Kiana.

"Btw, gue jadi takut nikah gara-gara denger masalah rumah tangganya Balqis." Ucap Dania tiba-tiba.

"Tenang aja, Dan. Suami lo gak bakal berani macem-macem kalau istrinya lo." Balas Medina.

"Kalau itu sih gue percaya. Tapi gue rada takut kalau sampai dapet mertua atau ipar yang toxic."

"Yaudah, gausah nikah dulu sampai rasa takut lo hilang." Sahut Kiana.

Medina langsung membantah. "Gak bener tapi gak salah juga sih."

"Apa abis nikah gue langsung pindah negara aja ya? Biar gak digangguin sama mertua." Dania mulai ngelantur.

"Stres lo, Dan. Mending nyari suami yang yatim-piatu tapi kaya." Saran Medina.

"Gak gitu juga kali konsepnya." Sungut Dania.

Kiana mengembuskan napas pasrah. "Yang namanya pernikahan pasti mau gak mau bakal ada ujiannya. Mau menghindar gimana keraspun, pasti bakal ada celah kecil yang bikin rumah tangga itu keguncang."

"Iyadeh, ampun suhu." Ucap Dania sambil menempelkan kedua tangannya. "Persiapannya udah mateng ya, Ki? Tinggal prakteknya kan?"

"Apaan?"

"Gue tebak yang selanjutnya bakal nyusul Balqis pasti lo." Celetuk gadis itu.

"Kok gue?!" Bantah Kiana tak terima.

"Bener gak, Me? Kita tinggal tunggu waktu yang pas buat jadi Bridesmaid lagi."

Kiana geleng-geleng kepala mendengar ucapan sahabatnya.

Medina balas mengangguk. Gadis itu sibuk berkeliling mengamati kamar Kiana. Pandangannya terfokus pada tumpukan novel.

"Cie, yang udah mulai produktif lagi." Goda gadis itu. "Hiatusnya udah selesai ya? Udah mulai semangat nulis lagi nih ceritanya? Jatuh cinta ternyata bisa bikin lo sesemangat ini ya. Salut gue."

"Gue cuma lagi pengen baca buku. Suntuk banget jadi pengangguran." Balas Kiana. Mati dia jika jujur mengatakan bahwa novel itu pemberian Rama.

"Mau main rahasia-rahasiaan nih ceritanya?" Goda Medina lagi.

"Astaga, apanya yang rahasia, Me?"

"Lo sama Rama pacaran ya?" Tanya Dania to the point.

Kiana menggeleng kuat.

"Bohong. Buktinya dia dateng di acara tunangan kakak lo." Bantah Medina.

"Dia tetangga gue, Dan. Wajar."

"Itu gak wajar, Ki. Tunangan itu biasanya ngundang orang-orang terdekat. Itu artinya kalian..."

Kiana mengembuskan napas pasrah. Lantas beralih memainkan ponselnya sambil berbaring. Jujur saja, saat ini tangannya terasa dingin. Pipinya juga terasa kebas.

Kita Pernah Berhenti (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang