CHAPTER 06.

9 4 0
                                    

Happy readinggg, all.
🔥

_________________

"Kakek, apa yang kakek bawa dari hutan?"

"Kakek membawa buah-buahan, ayo kita makan."

"Baik, Kakek."

Oliv dan pria paruh baya itu, duduk di pondok kecil. Suasana hening. Oliv yang tampak menikmati buah, dan pria paruh baya yang dipanggil Kakek Luca itu mencoba mengajak Oliv berbicara.

"Oliv, dua tahun ini, kau belum menceritakan padaku tentang dirimu."

"Apakah aku harus?"

"Tentu saja. Bagaimana aku bisa membantumu jika aku tidak tahu permasalahannya?"

Oliv menunduk. Dirinya mulai bercerita asal-usulnya. Mulai dari ia dan ibunya yang tinggal di kerajaan. Ibunya sebagai pelayan pribadi William. Ia yang diusir, dan ibunya yang terakhir ia lihat adalah diikat dan diperlakukan tidak baik.

Luca menganggukkan kepalanya.

"Jadi, ibumu menyuruh untuk menemui ayahmu?"

"Aku tidak bisa membantu apa-apa. Tapi aku akan membekalimu ilmu yang mungkin suatu saat akan berguna. Dua tahun ini, aku sudah memberimu kebebasan. Saatnya, kau memiliki pelajaran yang bermakna."


***

"Pangeran, saatnya kembali ke kerajaan."

"Aku ingin disini, paman."

William kembali memejamkan matanya. Tubuhnya duduk bersandar pada pohon besar di sekitar danau.

"Pangeran, ayo kita bermain air. Disini sangat segar."

"Pangeran! Bajuku basah!"

"Pangeran, hari sudah mulai gelap. Ayo kita kembali."

"Pangeran sangat tampan."

William menghela napas panjang. Ia memikirkan Oliv yang tak kembali hingga saat ini.

"Bagaimana aku bisa menepati perkataanku, Oliv? Jika kamu saja tidak ada di sampingku." Batin William.

William beranjak pergi. Di umur delapan tahunnya, ia sering mengunjungi danau dan taman kerajaan. Hanya dua tempat itu yang bisa mengobati rasa rindunya.

William merasa semakin sepi setelah dua tahun tak ada Oliv. Ia mendengar bahwa pelayan pribadinya, Karla, mendapat hukuman mati.

William bahkan tidak bisa berkata-kata. William memikirkan bagaimana hari-hari yang akan dilewati Oliv selanjutnya.

"Pangeran, jangan melamun." Sahut James membuyarkan lamunan William.

"Ada apa denganmu? Akhir-akhir ini kau kehilangan fokusmu."

"Tidak ada, Ayah. Bolehkah aku ke kamar?"

"Baiklah, sesuka hatimu saja." James berpikir, tidak ada gunanya memperpanjang pembicaraan ini. Ia yakin pasti William tidak akan menjawabnya.

***

William memandang bunga mawar putih yang ia letakkan di dalam tabung berukuran sedang. Lagi-lagi, ia menghela napas panjang. Isi pikirannya penuh dengan satu nama, Olivia.

Pintu kamarnya terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya dengan rambut tergerai indah.

Wanita paruh baya itu berjalan mendekati William yang tidak menyadari kehadirannya. Wanita itu menepuk pelan pundak William.

"Pangeran, kamu masih memikirkannya?"

Pemilik nama yang disebut, mendongakkan kepalanya ke arah suara.

"Ibunda..," sahutnya lirih sambil menatap sendu wanita itu.

.

.

.

.

.

Thank u..
Don't forget to vote

Setelah ini mungkin aku akan jarang up, dikarenakan sudah masuk sekolah. Sebisa mungkin aku akan menyempatkan diri untuk nulis.

Terima kasih untuk yang masih stay disini😄

The Flower and Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang