🙆MY FIRST BOOK.
‼️[JANGAN LUPA FOLLOW DAN VOTE]‼️
[THANK YOU]
.
.
"Aku akan selalu bersamamu, Oliv."
Perkataan yang diucapkan William, dua tahun lalu. Hanya ucapan semata, atau ... janji?
~
📢Cover by Pinteres
Pagi ini, Oliv sudah bersiap-siap. Ia tidak membawa satupun barang, karena memang barang-barang tersebut milik kerajaan.
Kakinya melangkah secara perlahan. Luka di pergelangan kakinya belum sembuh. Jadi, ia harus berjalan perlahan. Begitu kata ibunya.
Sampai di halaman kerajaan, ia melihat kerumunan. Tak lama, matanya menangkap objek yang membuatnya terbelalak. Ibunya diseret dengan cara yang kasar! Ia dengan segera menerobos lautan manusia. Butuh beberapa menit hingga akhirnya ia sampai di depan palang.
Terpampang pemandangan yang membuat Oliv meneteskan air mata. Tangan ibunya diikat dengan tali yang kuat. Pakaiannya yang sudah lusuh. Keadaannya sangat tidak baik. Pandangan matanya kosong.
Oliv spontan berjalan tertatih-tatih menghampiri ibunya. Segera Oliv memeluk ibunya erat.
"Oliv, kau harus mendengarkan perkataan ibu. Setelah aku mengucapkan ini, kau harus pergi secepatnya, ..."
"... jaga dirimu baik-baik, sayang. Ibu akan selalu di sampingmu. Temui ayahmu, kembalilah kesana. Sekarang, cepatlah pergi!" Lanjut Karla sambil melepas pelukannya secara kasar.
Oliv langsung menuruti perintah ibunya. Ia berlari sekencang mungkin menerobos kerumunan. Air matanya mengalir deras. Tak peduli dengan kakinya yang pincang, ia terus berlari.
Ketika Oliv sudah menjauhi area kerajaan, Karla mulai menunduk.
"Lakukan hukumannya sekarang!"
'Crass..'
Kepala itu terpisah dari tubuhnya, menggelinding di lantai dengan darah yang menggenang di sekitarnya. Membuat yang lainnya bergidik ngeri.
***
Hari sudah mulai gelap. Oliv melangkah tak tentu arah. Dirinya bingung, hendak kemana harus pergi. Tak ada seorang pun yang dikenalinya. Tubuhnya linglung. Tak sengaja ia menabrak seorang pria paruh baya. Pakaiannya lusuh. Rambutnya berantakan. Tubuh yang agak bungkuk itu menghentikan langkahnya.
"M-maaf, paman."
"Mengapa kau disini, anak manis."
"A-aku ... Tidak tahu, paman." Oliv menjawab dengan takut-takut.
"Dimana orang tuamu?"
"Ibuku diikat di kerajaan, dan ayah ... Aku tidak tahu.."
Pria itu diam sejenak. Setelah itu, senyum tipis terbit dari bibirnya.
"Maukah kau ikut denganku? Tinggal bersamaku. Aku akan mengajari ilmu yang belum kau ketahui."
"Benarkah itu, paman? Tidak apa-apa?"
"Benar. Sekarang panggil aku Kakek."
"Baik, Kakek!"
***
William duduk di taman. Raut wajahnya menyendu. Ia memejamkan mata sejenak. Tangannya menggenggam erat mawar putih yang dibawanya dari kamar.
"Wah.. mawar ini cantik sekali."
"Kakiku sakit.."
"Disini gelap."
"Apakah Pangeran sudah tidur malam ini?"
"Aku sendirian.."
William membuka matanya. Perlahan, air matanya menetes, mengenai mawar putih itu. Pandangannya lurus kedepan. Tanpa sepengetahuannya, mawar putih yang digenggamnya mengeluarkan cahaya terang. Tidak lama. Karena sesaat sebelum William mengalihkan pandangannya ke arah mawar, cahaya terang tersebut menghilang, ... Begitu saja.
.
.
.
.
.
To be continued Thank u sudah membaca..
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.