Happy readinggg..
📢📢📢
___________________"Ibunda.. tidak ada kabar apapun tentang Olivia. Aku sangat mengkhawatirkannya."
"Pangeran, jangan bersedih terus menerus. Aku mendengar laporan, jika kamu tidak fokus akhir-akhir ini. Kamu harus bangkit. Untuk saat ini, lupakan dahulu Olivia. Jika suatu saat kamu bertemu lagi dengannya, tepati janjimu."
***
"Kakek, bagaimana cara memegangnya?"
Luca menoleh ke arah Oliv. Tatapannya tertuju pada Oliv yang nampak tertarik melihat sebuah pedang dengan ukiran yang rumit.
"Belum saatnya kamu berlatih ini."
Luca mengambil pedang tersebut dari tangan Oliv, meletakkannya pada kotak kayu yang sudah terlihat tua.
"Mari, kuajarkan kamu dari yang paling awal."
"Apa itu, kakek?"
Luca mengambil sebuah pedang dengan ukiran sederhana.
"Kamu bisa menggunakan ini untuk berlatih. Besok bangunlah lebih pagi."
***
"Kakek! Aku sudah siap!"
Pagi-pagi, Olivia sudah berseru dengan semangat. Sepertinya, ia memang begitu tertarik untuk bermain pedang.
"Genggamlah dengan erat, jangan sampai terlepas."
Setelahnya, Luca mengajarkan cara-cara untuk memegang pedang dengan benar. Dilanjutkan dengan gerakan sederhana untuk mengayunkan pedang.
Awal mula, Oliv merasa bingung. Alih-alih tergenggam erat, pedang itu justru terlepas. Dengan sabar, Luca menyuruh Oliv untuk memerhatikan dengan seksama.
Tak terasa, matahari sudah berada di arah barat. Sebentar lagi, malam akan tiba. Dari latihan tadi, Oliv mendapatkan banyak pelajaran. Menjelang sore, gerakan Oliv sudah lebih berirama dibandingkan dengan sebelumnya. Luca bersyukur untuk itu.
"Hari sudah mulai gelap. Bersihkan dirimu dahulu Oliv."
"Baik, kakek."
***
"Ibu, dari mana?" Charlotte, kakak dari William.
"Heum, adikmu itu sedang gelisah. Yah, kau tau sendiri."
"Dia terlalu lemah." Cibir Charlotte.
"Jangan seperti itu, sayang."
"Aku akan menemuinya, ibu. Selamat malam."
Charlotte berjalan cepat menuju kamar William. Dengan kekuatan penuh, ia menendang pintu dengan keras. Membuat William yang duduk termenung, terlonjak kaget.
"Kakak! Bisakah tidak menendang pintu?!?"
"Tidak bisa." Jawabnya cuek.
"Ada perlu apa kakak kesini?!"
"Menceramahimu."
Jawaban Charlotte membuat William bingung. Apa yang harus diceramahi?, batinnya.
"Hei, dengarkan aku! Tidak usah sok bersedih, bodoh. Aku tau kau menyukai Olivia. Jadi, anggap saja dia sedang pergi untuk bermain. Dan tidak usah berlagak kehilangan. Aku geli melihatmu seperti itu."
Charlotte berucap dengan napas yang memburu. William memicingkan matanya.
"Ya tidak usah kau lihat. Mudahkan?"
"Gemasnya!" Pekik Charlotte sambil menempeleng kepala William.
"Kau kira tidak sakit?!?"
"Tidak." Charlotte mengendikkan bahunya acuh.
Dengan segenap jiwa raga, William menyeret Charlotte hingga keluar dari kamarnya.
"Hei! Hei! Gaunku!" Charlotte meronta-ronta meminta William melepaskan cekalan tangannya.
"Sampai jumpa, kakakku sayang." Ucap William sambil tersenyum mengejek, dan menutup pintunya dengan keras. Meninggalkan Charlotte yang bersungut-sungut sambil mengelus tangannya.
.
.
.
.
.
***
Lama tidak update yha..
Chapter ini sungguh di luar dugaanku. Jujur, bingung juga sama alurnya. Karena nulis ga pake outline.😔 Mungkin aku akan nulis apa yang keluar dari pikiran.🙂 Doain bisa sampe tamat ini cerita..Thank u, buat yg masih ngikutin cerita inii..
Aku ga berharap ada yg nungguin si, ya emang se-membosankan itu..Owkeyy, jangan lupa vote dan komen📢📢‼️‼️
KAMU SEDANG MEMBACA
The Flower and Time
خيال (فانتازيا)"Aku akan selalu bersamamu, Oliv." . Perkataan yang diucapkan William, dua tahun lalu. Hanya ucapan semata, atau ... janji? ~ 📢Cover by Pinterest