1/1

581 54 12
                                    


Jeffrey sedang menatap Joanna yang tengah mencoba gaun pengantin. Wanita itu tampak senang skali. Sembari memutar badan di depan pria berlesung pipi ini.

"Kamu suka?"

Tanya si lelaki. Membuat si wanita mengangguk kecil. Lalu mendekat dan menyentuh pundak pria ini. Dengan tangan kiri yang sudah tersemat cincin.

"Aku suka sekali. Tapi yang tadi juga cantik. Badanku terlihat lebih ramping."

"Ya, sudah. Ambil dua-duanya. Atau tiga sekalian? Untuk after party juga. Tapi jangan yang terlalu terbuka. Tahu sendiri teman-temanku mata keranjang. Aku tidak rela milikku jadi bahan imajinasi kotor mereka ketika pulang."

Joanna terkekeh pelan. Lalu memilih gaun yang lebih terbuka. Gaun tanpa lengan dan panjang selantai ruangan. Namun memiliki belahan hingga paha.

"Kalau ini bagaimana? Aman?"

"Coba dulu saja. Aku tidak bisa menilai kalau hanya ditenteng di depan wajah."

"Hahaha. Oke, deh. Aku coba sebentar."

Jeffrey mengangguk singkat. Menunggu Joanna kembali mencoba gaun yang akan dipesan. Sebab dia sangat menantikan.

Dua jam kemudian Joanna dan Jeffrey sampai di masing-masing rumah. Setelah makan malam bersama tentu saja. Karena mereka mendatangi butik pada jam dua siang dan cukup lama mereka berada di sana.

"Bagaimana persiapannya, Jeff? Sudah dapat gaun yang pas?"

Tanya Jessica, ibu Jeffrey yang baru saja selesai menyetrika. Karena besok dia dan suaminya akan pergi ke luar kota. Guna memberi tahu saudara jika Jeffrey akan menikah bulan depan.

"Sudah, Ma. Sudah fitting juga. Mama dan Papa jadi ke luar kota besok?"

"Syukurlah. Iya, jadi. Tiga hari, Papa sudah mengajukan cuti. Joanna jadi ambil cuti berapa hari?"

"Dia dapat sepuluh hari, Ma. Tujuh hari sebelum dan dua hari setelah acara."

"Oooh, bagus kalau begitu. Kamu jadinya hanya dapat tiga hari saja?"

"Iya, Mama tahu sendiri perusahaanku seketat apa."

"Ya sudah, tidak apa-apa. Terima saja. Tapi kamu harus lebih hati-hati, ya? Orang mau menikah itu banyak sekali halangannya. Oh, iya, kamu sudah menghubungi Rosa?"

Jeffrey diam sejenak. Karena dia belum menghubungi Rosa, satu-satunya mantan pacar yang dipunya. Sebab mereka pernah berpacaran cukup lama sebelum berpisah.

"Belum, Ma. Besok mungkin, sekalian bawa Joanna."

"Apa tidak awkaward nanti? Kenapa tidak sendiri saja? Datangi ke rumah. Bawa sesuatu untuk orang tuanya juga. Bagaimanapun juga kalian pernah tujuh tahun berhubungan. Orang tuanya pernah memperlakukan kamu sangat baik juga."

"Ya sudah, nanti aku coba bilang Joanna dulu. Takut ada apa-apa jika dia tahu dari orang lain kalau aku datang ke situ."

"Benar, juga. Ya sudah, Mama ke atas dulu. Mau tidur. Kamu langsung istirahat! Jangan kebanyakan begadang!"

"Iya, Ma."

Setelah Jessica pergi, Jeffrey langsung menghubungi Joanna. Dia melakukan video call dengan si wanita. Karena sudah merindukan.

Sekedar informasi, mereka baru dua tahun berpacaran. Namun sudah memutuskan untuk menikah. Karena merasa sudah sama-sama siap. Apalagi mereka sudah berkepala tiga. Jeffrey tiga puluh lima dan Joanna tiga puluh tiga.

Beberapa minggu kemudian.

Hari ini Joanna dan Jeffrey menyebarkan undangan. Karena satu minggu lagi pernikahan akan dilangsungkan. Membuat mereka mulai menjadi bahan perbincangan teman-teman. Sebab kabar pernikahan mereka memang tidak banyak diketahui orang.

"Bagaimana reaksi teman-teman kantormu hari ini?"

Tanya Jeffrey yang baru saja menjemput Joanna. Mereka akan makan bersama. Karena mulai besok pagi, mereka tidak diizinkan bertatap muka. Dipingit katanya. Mengingat mulai besok Joanna sudah cuti kerja.

"Kaget, lah. Hahahaha. Aku suka sekali melihat ekspresi mereka. Kalau teman-teman kantormu?"

"Hampir sama. Aku dikira menghamili kamu, makanya nikah buru-buru. Padahal kita sudah mempersiapkan ini sejak tahun lalu. Kita sengaja menunda karena tabungan belum cukup."

Joanna terkekeh pelan. Karena apa yang diucapkan Jeffrey benar. Sebab dia tidak hamil sekarang. Mengingat gaya pacaran mereka masih sehat meski usia mereka sangat cukup dewasa.

Tidak lama kemudian mereka tiba di tempat makan. Jeffrey yang memesan dan membayar seperti biasa. Sedangkan Joanna mencari tempat duduk yang paling nyaman untuk mereka.

Namun setelah setengah jam menunggu, Jeffrey tidak kunjung muncul. Bahkan hingga makanan mereka tiba, pria itu tidak kunjung datang. Membuat perasaan Joanna mulai tidak enak.

"Permisi Kak, tahu pria yang datang dengan saya? Pria yang—"

"Tahu, Kak. Di sana, di smoking area."

Joanna merasa kecewa saat mendengar penuturan si kasir wanita. Karena dia sangat concern terhadap kesehatan. Jelas merokok bukan sesuatu yang akan disuka.

Dengan perlahan Joanna membuka pintu ruangan merokok yang ada di restoran tempat dirinya makan. Sembari menggenggam ponsel Jeffrey yang sejak tadi dibawa. Itu sebabnya dia tidak bisa menghubungi si pria.

"Dengan siapa dia?"

Tanya Joanna pada dirinya sendiri. Saat melihat Jeffrey yang duduk bersama wanita berambut pirang. Mereka tidak sedang merokok sekarang. Entah apa tujuan mereka datang ke ruangan yang penuh polusi udara. Karena sejak berada di sini Joanna tidak nyaman. Dia bahkan menahan nafas sekarang.

"Aku tidak bisa lama-lama berada di sini. Calon istriku sudah menunggu sejak tadi. Aku akan bertanggung jawab, Ran. Aku akan membantu secara finansial agar Rian hidup dengan nyaman. Tapi aku tidak bisa merawat dia. Aku juga tidak ingin calon istriku tahu hal ini sekarang. Aku belum siap. Aku tidak ingin pernikahan yang kurang satu minggu ini gagal."

"Tapi Rian anakmu, Jeff. Anak kita. Dia—"

Ucapan wanita ini terjeda saat melihat wanita yang dilihat dalam undangan digital bersama Jeffrey mendekat. Joanna sudah berkaca-kaca. Karena sudah mendengar semuanya. Sudah mendengar jika mereka punya anak bersama.

Jeffrey yang melihat wanita di depannya menegang jelas langsung menolehkan kepala. Dia terkejut saat melihat Joanna sudah berdiri di belakang kursinya. Dengan raut kecewa dan air mata yang sudah membasahi wajah.

"Hpmu terbawa. Aku tunggu di lantai dua, kursi dekat tangga seperti biasa."

Setelah mengatakan itu Joanna langsung pergi. Dia memasuki kamar mandi. Guna menangis. Karena tidak mungkin dia melanjutkan hubungan ini jika Jeffrey sudah memiliki anak selama ini.

10 comments for next chapter.

Tbc...

KIND-HEARTED PERSON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang