Bab 3 - nilai yang buruk

13 7 3
                                    

2 minggu sebelumnya

30 juni 2012

"Selamat untuk seluruh siswa yang berhasil lulus pada tahun ajaran ini, semua nilai kalian dapatkan adalah hasil kerja keras kalian masing-masing, bapak sangat bangga kepada kalian karena telah berjuang bersama-sama hingga sampai pada titik ini. Setelah ini, kalian bisa meneruskan pendidikan ke sekolah menengah atas sesuai pilihan kalian masing-masing, bapak harap kalian dapat belajar lebih baik lagi di sana dan menjadi sesosok pribadi yang membanggakan bagi siapa pun yang kalian sayangi."

Seorang pria berbadan kekar nan tinggi itu berbicara di depan seluruh siswa SMP yang masing-masing sedang memegang selembar kertas berisi angka-angka hasil ujian nasional sekolah menengah pertama pada tahun 2012, tentunya lembaran kertas itu sangat berarti apalagi bagi mereka yang mencapai nilai tertinggi dan mendapat kesempatan untuk masuk ke sekolah menengah atas yang terbaik di kota itu.

Berbeda dengan Sherina Belinda, gadis cantik berkulit putih dengan rambut terurai hingga bahu dengan gaya curly, serta riasan yang selalu melekat pada wajahnya membuat dirinya sering dijuluki ratu kecantikan di sekolah menengah pertama yang seharusnya ia menjadi gadis remaja lugu yang belum mengenal riasan wajah sejauh itu, ia memiliki cita-cita ingin menjadi perias wajah terkenal hingga kalangan artis ibu kota bahkan mancanegara, oleh karena itu, ia tidak memedulikan nilai akhir ujiannya yang rendah sekali pun, karena untuk mendaftar ke sekolah tata rias tidak membutuhkan nilai mata pelajaran yang tinggi, melainkan keahlian tangan dalam merias wajah seseorang dengan sangat baik.

"NEM lo berapa Sher?" manik mata Aletha mengarah pada kertas yang sama sekali tidak Sherina tatap, "dua enam koma tujuh empat."

Sherina menarik kedua ujung bibirnya dan menoleh ke arah sahabatnya sejak kecil itu, "ya, lo sendiri berapa?" sorot matanya mengarah pada lembaran kertas yang di pegang Aletha, "tiga empat koma enam lima? Berarti lo bisa masuk SMA Negeri satu dong?"

Aletha menggerakkan kedua alis sambil tersenyum lebar, "that's right, sesuai cita-cita gue yang berharap menjadi siswa di sekolah itu dengan jalur akademik," Tiba-tiba saja raut wajahnya berubah menjadi sedikit murung, "Tapi nanti kita gak satu sekolahan dong? Yah sedih banget kita dari SD, SMP satu bangku sekarang malah pisah sekolah."

Sherina mencubit pipi Aletha dengan gemas, "Ale... SMA Negeri satu sama SMK pelita Nusa itu deket, lo bisa bulak-balik di jam istirahat atau pulang sekolah buat jemput gue pake motor nenek moyang lo yang tiba-tiba suka ngadat di tengah jalan itu."

Aletha menyipitkan mata sambil melepaskan tangan Sherina yang masih mencubitnya, "berani-beraninya lo hina si Kuro! Butut-butut juga dia udah banyak berjasa sama lo."

Sherina menampakkan barisan giginya sambil melipat lembaran kertas itu menjadi berbentuk lebih kecil lalu memasukkannya ke dalam saku baju seragam sekolah, "ya udah, sekarang kita ajak si Kuro jalan-jalan yuk, laper nih gue."

"Queen pizza ya?" Aletha memberi saran dengan semangat.

"boleh, yang penting si Kuro gak Mogok di jalan, soalnya gue gak ada tenaga buat ngedorong motor lo." Sahut Sherina sambil berjalan meninggalkan Aletha.

"Tenang aja, tadi pagi udah gue mandiin pake kembang tujuh rupa kok, pasti aman." Aletha berucap dengan nada suara sedikit lebih tinggi sambil mengejar kepergian Sherina.

***

Srak!!

Selembar kertas terlempar sedikit keras mengenai wajah cantik Sherina, rasanya tidak sakit pada wajahnya, tetapi ternyata sangat terasa sakit pada hatinya.

"SUDAH PAPA BILANG BERKALI-KALI, RAJIN BELAJAR, FOKUS PADA TUJUAN KAMU SUPAYA BISA MASUK KE SMA NEGERI SATU!"

Bentakan yang didapatkan Sherina dari pria yang amat ia segani itu ternyata membuat dirinya terkejut dengan spontan mendongakkan kepala namun kembali ia tundukkan karena tanpa terasa air matanya mulai membendung.

Aryo Wijaya merupakan seorang pengusaha properti terkenal di kota itu yang mengelola sebuah aset tanah dan bangunan berupa kompleks perumahan elite yang letaknya berada di luar kota, ia dikaruniai seorang putri cantik dari pernikahannya bersama sang istri yang bernama Lolita Syafana.

Banyak orang mengira bahwa kehidupan Sherina yang lahir sebagai putri tunggal pengusaha kaya raya bagaikan seorang putri mahkota yang berlimpah kebahagiaan, kasih sayang yang penuh dari kedua orang tua, memiliki harta berlimpah yang memudahkan baginya untuk menginginkan sesuatu yang ia mau, dan hal lainnya yang membuat orang lain beranggapan bahwa kehidupan gadis ini bak kehidupan di surga. Namun nyatanya hal tersebut berbanding terbalik dengan kenyataan yang Sherina alami.

Harta yang berlimpah memang selalu didapatkan oleh Sherina, apa pun yang ia mau pasti selalu dikabulkan oleh kedua orang tuanya dengan syarat ia harus selalu mendapat nilai terbaik pada setiap kenaikan kelas, karena hal itu pula membuat setiap keinginan Sherina tidak dapat terkabulkan karena sejak ia SD hingga SMP tidak pernah mendapatkan peringkat tertinggi di kelasnya, setidaknya ia pernah mencapai peringkat kelima ketika ia naik kelas tiga SMP, itu pun karena orang tuanya mengimingi hadiah berupa handphone edisi terbaru yang sedang booming di kalangan artis. Andai saja ia memiliki satu kali kesempatan untuk mendapat peringkat satu di kelasnya, mungkin sang papa akan memberikan sahamnya pada Sherina? Namun nyatanya hal itu sangat mustahil terjadi karena Sherina sangat membenci kegiatan belajar, apalagi baru-baru ini ia sering mengikuti les merias wajah pada sebuah lembaga yang tidak pernah di ketahui oleh kedua orang tuanya, karena saat ini ia bagai menemukan sebuah jati dirinya yang memiliki cita-cita menjadi seorang perias wajah terkenal di kota bahkan di negeri ini.

"Aku minta maaf pa, tapi aku sudah berusaha semampuku, Cuma hanya itu hasilnya, lagi pula aku gak masalah jika tidak masuk ke SMA Negeri satu, aku bisa sekolah di sekolah swasta yang terkenal kan? contohnya SMK PELITA NUSA, Papa juga salah satu donatur di sana kan?" sahutnya dengan merendahkan suara.

"GAK MASALAH KAMU BILANG?!" Aryo masih membentak putrinya, "TAHUN KEMARIN KAMU BISA DAPAT PERINGKAT LIMA, KENAPA SEKARANG SEPULUH BESAR PUN TIDAK MASUK? KAMU ITU SATU-SATUNYA PEWARIS HARTA DAN PERUSAHAAN PAPA, KALAU KAMU TIDAK FOKUS BELAJAR, BAGAIMANA KAMU BISA MENERUSKAN BISNIS PAPA!"

Lolita merasa iba pada putrinya yang di perlakuan kasar oleh papanya, ia pun segera menghampiri dan memeluk tubuh mungil Sherina, "cukup pa, jangan berlebihan seperti itu, kasihan Sherina kalau di bentak terus."

Sorot mata Aryo berpindah pada Lolita dengan tatapan tajam, "nah, itu, gara-gara kamu sering manjain anak ini, dia jadi hidup seenaknya dan susah di atur!" Pria itu lalu berjalan melewati kedua wanita yang ia sayangi, "bagaimana pun caranya, papa akan urus pendaftaran kamu ke SMA NEGERI SATU, persiapkan diri kamu agar layak menjadi siswa di sana."

Kelopak mata Sherina bergetar hingga tanpa terasa air mata yang menggenang akhirnya menetes dan mengusap lembut pipinya, apalagi ketika Lolita semakin mendekapnya, membuat tangisan pada gadis remaja berusia 15 tahun ini semakin menjadi-jadi, "kamu yang sabar ya nak, ikuti saja semua maunya papa, mama yakin papa ngelakuin semua ini juga demi kebaikan kamu."

"Tapi aku takut gak mampu beradaptasi dengan teman sekelas yang IQ-Nya tinggi ma, apalagi untuk menyaingi mereka, aku pasti gak bisa." Sherina terisak.

Lolita melepaskan pelukannya, lalu memegang wajah Sherina agar mereka kini bisa saling berhadapan, "mama percaya kamu bisa, asal kamu terus berusaha dan percaya pada diri kamu sendiri."

Sebelas NovemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang