30. Shadow

220 18 0
                                    

'In the mirror I see my biggest fear but silence is almost here. But I'll tell her how I feel.'

-Carpetman-

***

Heath nyaris mendaratkan pukulan saat seseorang diam-diam menyelundup di balik selimut di kala sedang dibuai mimpi. Namun, jejak-jejak lembut dari sang dewi malam yang menerobos di kaca jendela kamar Heath, membekukan aksinya. Bagaimana tidak, sorot cokelat bak kayu manis itu melebar dengan sikap waspada walau tanganya ikut mengepal, berjaga-jaga jika ada serangan mendadak.

"What are you fucking doing, Pearson!" tegur Heath kesal bukan main sembari menyugar rambutnya yang agak berantakan. Lantas dia menyambar ponsel, mendapati waktu menunjukkan pukul satu lewat tiga puluh menit.

"Kau bilang kalau kau naksir padaku kan?" balas Poppy yang sama sekali tidak ada hubungannya terhadap pertanyaan Heath. "Here I am." Dia menarik selimut, menggeser tubuhnya kian dekat dengan pria bertelanjang dada di sampingnya. "Harusnya kau bersyukur, aku mau menemanimu tidur. Kenapa pula harus memberiku kamar sendiri?"

"What?" Nyawa yang tadinya belum terkumpul lengkap, seketika ternganga bersamaan menimbulkan kerutan dalam di alis Heath begitu mendengar omongan Poppy. "Oh damn ... kuharap Tuhan bersedia mencuci otakmu. Kau sudah gila."

"Meski gila, nyatanya kau suka padaku," ujar Poppy tak mau kalah. "Ah, jadi begini rasanya ditaksir gay palsu? Senangnya."

"Aku tidak menyukaimu, oke," ralat Heath supaya Poppy tidak menjadi-jadi. "Ucapanku di pondok anggap saja aku sedang mabuk."

"Yeah ... dimabuk cinta, thanks Heath," Poppy mengerlingkan mata genit. "Pesonaku memang tiada duanya kan? Akui saja, Alonzo."

Perdebatan ini bakal sampai pagi kalau aku menanggapinya terus, batin Heath ingin menarik semua yang dikatakannya di pondok.

Walhasil, dia membiarkan Poppy tidur di sini tapi posisi Heath agak jauh sampai ke pinggiran kasur. Tentu saja dengan harapan gadis itu punya kesadaran kalau kehadirannya tak diharapkan. Sialnya, Poppy makin gencar merapatkan diri ke tubuh Heath bahkan tak segan-segan melingkarkan kaki juga tangan supaya lelaki yang 'menaruh rasa' padanya tak ke mana-mana.

"Tanganmu salah tempat, Poppy," ketus Heath mengetahui jemari Poppy mengelus kejantanannya.

"Oh, iya kah?" Bukannya menarik kembali, tangan Poppy malah menelusuk masuk ke dalam boxer yang dikenakan Heath. "Jadi yang benar di sini?"

"Kau menggodaku?"

"Bukannya kau sudah terbiasa kugoda?" balas Poppy memijat bagian intim Heath tuk melihat ekspresi lelaki itu di bawah sentuhannya. "Oh, itu Heath tidak bisa berbohong ternyata." Dia terkikik manakala merasakan bagian yang dibelainya mulai menegang.

Ditarik paksa tangan Poppy keluar dari sana sambil mencebik, Heath menutup rapat pangkal pahanya agar tidak diterobos oleh jari-jari nakal Poppy walau sejujurnya hal tersebut sia-sia.

Sebab berandal kecilnya berhasil memantik bara hasrat yang menyala-nyala dalam dada.

"Kau memunggungiku?" tanya Poppy mengguncang bahu Heath. "Susah payah aku datang ke sini, kau membelakangiku? Kau sebetulnya naksir-"

Kalimat Poppy terpotong saat Heath mengubah posisi dan merangkul erat si berandal kecil sekuat mungkin-tak peduli jika gadisnya bakal kesusahan bernapas asal mulutnya diam. Poppy tertawa kecil, menenggalamkan diri ke dalam dada telanjang Heath tuk mendengarkan debaran jantungnya yang bertalu-talu. Simfoni. Begitu yang bakal diikrrkan Poppy jika seseorang mengajukan tanya. Musik indah yang memancar dari snubari Heath, menyiratkan sebuah rasa tulus yang sangat jarang didengar olehnya.

Lie With Me, BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang