36. Got Burned.

167 20 6
                                    

'In the back of my mind, you died.'
-D4vd-

***

Memori yang hilang telah menemukan jalan pulang pun enggan berhenti mencabik-cabik hati hingga sembilu yang diciptakan olehnya kini tak lagi terasa. Terlalu sakit. Terlalu pahit. Walau berusaha merangkak mencari jalan keluar pun, Poppy terlanjur terperangkap dalam labirin berisi ribuan kenangan, termasuk kali terakhir mengingat sosok Grace.

Yang artinya dua puluh tahun Poppy hidup dalam kepalsuan di mana semua orang di sekitarnya berlagak bak seekor ular. Tampak diam tapi meracuninya perlahan-lahan dengan rentetan kebohongan.

Kini jiwanya tak lagi menemukan tenang, sirna ditelan gelegak amarah sampai kehilangan akal. Memaksakan diri kembali walau sekarang tak tahu apakah apartemen yang ditinggalinya saat ini pantas dijadikan tempat bernaung. Begitu permohonannya untuk pulang paksa dari rumah sakit dikabulkan, Poppy mengemasi barang-barangnya sesegera mungkin daripada harus berlama-lama berinteraksi bersama orang yang dibenci.

Tak lama kemudian, Joey datang dan merebut tas Poppy sembari berseru, "No! Poppy, wait!"

Tak sempat menghindar, justru gadis itu menyambar vas bunga dan mematahkannya ke pinggiran laci sebelum menodongkan pecahan tersebut kepada Joey. Sorot mata Poppy yang dibalut emosi menatap nyalang saat Joey berucap,

"Calm down ... okay. Just calm down ..."

Geligi Poppy saling gemeletuk mendengar perkataan Joey seraya meremas kuat ujung vas bunga. Sebagian kecil alam bawah sadarnya menahan agar tidak menyerang sang kakak sebab bakal menyulut masalah lain. Namun, sisi lainnya berkusu-kusu dan beranggapan jikalau afirmasi sederhana itu tidak akan bisa mendinginkan kobaran amarah yang menjilat-jilat kewarasannya.

Atmosfer di sekitar kakak-beradik yang sedang berseteru tersebut kian pekat seolah-olah tidak ada seorang pun yang bisa meredamkan emosi-terutama Poppy. Dia juga tidak peduli jikalau namanya bakal menjadi headline media sosial sebagai skater gila. Ya! Dia memang gila! Rutuknya dalam hati. Gila akibat dibodohi orang-orang yang disayang ternyata menusukkan puluhan belati berbalut dusta.

"Aku bisa jelaskan segalanya, hanya saja ... tenangkan dirimu dan letakkan kembali vas bunga itu, Poppy," lanjut Joey setenang mungkin walau pikirannya ikutan kacau. Jika adiknya mengamuk karena teman kecilnya meninggal belasan tahun lalu, maka Joey pun sama. Dia baru saja kehilangan sahabat yang dipercaya tapi justru meniduri Poppy di belakangnya.

"Ini hanya salah paham, oke. Kau-"

"Salah paham?" sela Poppy makin muak lantas tertawa sumbang. Jelas-jelas ini salah keluarga Pearson dan Joey masih mengelak begitu mudah tanpa rasa bersalah. Bukankah iblis akan tertawa malu melihat kelakuan kakak juga kedua orang tuanya? Bagaimana bisa nyawa bocah tak berdosa seperti Grace dianggap sebuah kesalahpahaman belaka? "Salah paham tapi membuat nyawa orang melayang maksudmu, Jo?" sambungnya seiring garis senyum lenyap di bibir. "Gee ... apa kau melupakan bocah itu, Jo? Bocah yang dulu selalu dekat denganku ... Kenapa kalian menyembunyikan ini dariku? Kenapa?"

Bahu Poppy gemetaran bersamaan kristal-kristal bening jatuh dari pelupuk mata berselimut gelisah. Kilasan tubuh kecil Grace terseret ombak ketika bermain bersama Poppy di pantai membayanginya sekali lagi. Riak air yang mendekapnya mesra. Udara berbaur hangatnya mentari juga aroma pasir kian menjauh berganti dinginnya laut yang menariknya ke dasar. Teriakan Grace yang meminta tolong, raut ketakutan Joey dan Heath hingga ... kepala Poppy membentur karang sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

Tidak seharusnya aku memaksamu liburan bersamaku, Gee. Ini salahku ...

Aku kehilanganmu dan bodohnya ... aku tidak pernah menyadari hal itu, Gee.

Lie With Me, BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang