01. SUATU PAGI YANG MENYAKITKAN

211 116 59
                                    

Hai gais❤️

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN INI YA, KARENA TIAP UP PART AKU BAKAL UMUMIN DI WALL, SUPAYA KALIAN NGGAK KETINGGALAN.

01. SUATU PAGI YANG MENYAKITKAN

"Inget Ra, kalau bukan karena lo, Ayah pastinya masih ada sampai detik ini!" -Heksa

****

Enam tahun kemudian.

Haura terduduk diam di pinggir ranjangnya. Remaja 16 tahun itu sudah mengenakan seragam sekolahnya dengan rapi. Namun, alih-alih berdandan, atau menyiapkan keperluan sekolah, cewek itu justru hanya terdiam. Seperti biasa, Haura mengawali harinya dengan sebuah lamunan, juga dengan kebisingan dalam kepalanya.

Kamarnya yang bernuansa putih dan biru muda itu sebetulnya cukup tenang dan damai. Cahaya matahari yang mulai masuk melalui jendela yang terbuka, serta kicauan burung yang juga terdengar, membuat ketenangan semakin terasa. Namun, tidak dengan isi kepalanya. Ada banyak hal yang berkecamuk di sana, entah itu apa dan bagaimana, semuanya terus membuatnya merasa bising. Secara fisik, dia melamun, tapi dengan kepala yang penuh.

Cukup lama Haura berdiam di tempatnya, mengkhawatirkan sesuatu, selalu seperti itu. Semakin lama, rasanya untuk menjalani hari-harinya pun sudah tidak bersemangat lagi. Sebab biasanya, banyak kekhawatiran yang akan terjadi. Sekarang, dia hanya ingin pergi ke tempat yang jauh tanpa bisa tergapai oleh siapa pun, untuk mencari tenang, juga melepas semua kegelisahannya.

"Non, sarapan dulu."

Panggilan seseorang dari luar kamar, diiringi ketukan pada pintu, membuat Haura tersentak. Lamunannya buyar.

"Non, sarapan dulu. Ayo." Seseorang di luar sana mengulang panggilannya, sambil tetap mengetuk pintu. Itu suara Bi Ijah, asisten rumah tangga di rumah ini.

Haura melihat ke arah pintu, berpikir sejenak, lalu menyahut, "Iya."

Suara ketukan pun berhenti. Haura menarik napas lebih dulu, lalu membuangnya. Ada rasa yang tak bisa dia jelaskan. Setelah mencoba menyakinkan diri, dia beranjak dari duduknya, bersiap untuk turun dan sarapan.

****

Dulu, Haura pernah sangat menyukai ruang makan di rumah ini, rumah keluarga Hastana. Suasana pagi selalu meriah karena tingkah laku keempat kakak laki-lakinya, serta Ayah dan Bunda yang tak henti-henti menengahi keributan di antara mereka berlima. Namun, sejak enam tahun lalu, ruang makan ini menjelma menjadi tempat penyiksaan baru bagi Haura, setidaknya, bagi hatinya.

Sebelum Haura mencapai tangga, suara riuh di ruang makan masih terdengar olehnya. Sepertinya Bunda dan keempat kakaknya sedang sarapan bersama. Namun, begitu dia melangkah turun, suara-suara itu mendadak senyap, seperti ada yang baru menekan tombol senyap.

Seketika Haura merasa sedikit canggung. Tangannya meremas pinggiran rok seragamnya. Saat matanya dan mata Gistara, Bundanya, tak sengaja bertemu, tatapan mereka saling bertemu. Haura menelan ludah saat melihat Gistara melemparkan tatapan dingin, lalu memalingkan pandangannya ke arah lain. Setelah itu, sang Bunda tiba-tiba berdiri dan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, meninggalkan meja makan.

Ethan dan Zidan, kedua kakak Haura yang juga ada di meja makan, sontak melihat kepergian Bunda mereka. Zidan ingin menahan, tapi Ethan menggeleng. Alhasil Zidan membiarkan Gistara dan kembali melanjutkan makannya.

HAURA JASMINE [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang