02. KEHANGATAN YANG TELAH HILANG

163 113 53
                                    

Jangan lupa follow akun ini gais❤️

02. KEHANGATAN YANG TELAH HILANG

"Percuma Ayah ngerelain nyawanya buat anak yang gedenya manja kayak lo!" -Biru

****

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 6 pagi saat Haura menyelesaikan sarapan yang terasa bagai selamanya itu. Setelah selesai makan, dia bergegas mencuci piring. Ada hal yang harus didiskusikan bersama Biru, kakak sulungnya. Kalau tidak salah, cowok itu ada kelas pukul sembilan. Makanya dia harus bergegas sebelum kakaknya meninggalkan rumah.

Haura melangkah cepat menuju ruang keluarga, membuat cardigan biru mudanya bergerak-gerak mengikuti gerak tubuhnya. Sesampainya di sana, dia memindai sekitar. Saat menyadari kalau ruangan itu kosong, Haura beranjak menuju ruang tamu. Perkiraannya tepat, Biru terlihat tengah duduk seraya memasang sepatu.

Sambil mengatur napasnya yang sedikit tersengal karena terburu-buru, cewek itu meremas pelan gantungan kunci squishy yang terpasang di tas, sebelum memantapkan niat menghampiri Biru. Jauh dalam lubuk hatinya, dia ketakutan. Pasalnya, jika diurutkan siapa yang paling membencinya di rumah ini, maka Samudera Biru Hastana menempati peringkat kedua setelah sang Bunda.

"Mas," panggil Haura dengan suara pelan.

Biru mendongak, lalu memberi Haura tatapan tajam, jelas sangat terusik melihat keberadaan adiknya itu.

"Ngapain lo?"

"Aku boleh minta tolong cariin ojek pengganti? Bang Jeff cuma bisa antar sampai hari ini... Aku udah coba chat Bunda, tapi nggak direspon," kata Haura gugup, sementara tangannya terus meremas gantungan kunci squishy. Tatapan tajam Biru saat ini seolah mengulitinya hidup-hidup. Haura bahkan harus menggigit bibir bagian dalamnya sebagai pelampiasan rasa takut. Sebetulnya dia ingin minta tolong Bi Ijah, tapi perempuan itu sedang pergi ke pasar dan besok tidak masuk. Tak ada pilihan baginya selain minta tolong Biru.

"Cari sendiri. Ngerepotin banget hidup lo."

Biru kali ini membuang pandangan ke arah lain dan lanjut mengikat simpul tali sepatu. Dia muak berlama-lama menghabiskan waktu bersama orang yang telah membuatnya kehilangan sosok Ayah.

Meski ketakutan setengah mati, Haura tidak gentar. Dia tidak beranjak barang selangkah pun dan malah menunggui Biru selesai mengikat sepatu, baru kemudian meminta tolong yang, bagi Biru, terdengar seperti rengekan.

"Aku beneran nggak tahu ojek yang bisa dipercaya lagi, Kak." Haura kembali bertutur takut-takut.

Helaan napas kasar Biru mengudara. Tangannya mengempas kasar jemari Haura yang baru saja mendarat di lengan kemejanya. Adik bungsunya itu sudah benar-benar menghancurkan mood-nya pagi ini. Dia lalu ganti membawa tangannya pada rambut Haura dan menariknya kuat-kuat, mengarahkan wajah lugu tersebut ke arahnya.

Haura meringis kesakitan.

"M-mas...," rintih Haura. Dia memegang tangan Biru yang masih menarik rambutnya dengan kuat.

"Lo tuli ya? Udah gue bilang cari sendiri! Kalau begini, harusnya lo aja yang mati! Percuma Ayah ngerelain nyawanya buat anak yang gedenya manja kayak lo!" teriak Biru persis di depan wajah Haura. Setelah itu dia mendorong kepala adiknya itu menjauh.

HAURA JASMINE [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang