PROLOG

321 127 70
                                    

!!WARNING!!

Yang mau bawa-bawa nama lapak lain di lapak ini, bawa-bawa nama karakter lain di lapak ini, silahkan angkat kaki.

Iya saya ngusir.

Makasi sama-sama.

FOLLOW SEBELUM BACA, BANYAK PART YANG AKAN DI PRIVATE!

Bukan mau nyombong apa gimana, tapi ketika kamu ngebawa cerita lain, ngebawa karakter cerita lain ke dalam cerita ini, itu jadi penurun mood-ku gais. Bahkan kebanyakan author juga pasti gitu🙏🏻

Mohon pengertiannya gais.

Mohon pengertiannya gais

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

****

Minggu, 20 Januari 2017.

Gadis kecil itu berdiri diam. Matanya mulai berkaca-kaca, sementara kepalanya masih belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi di hadapannya saat ini. Namun, satu hal yang dia sadari sekarang, Ayahnya tergeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Cairan berwarna merah pekat mulai mengalir dari beberapa sisi tubuh Ayahnya.

Haura, gadis berusia sembilan tahun itu, menatap lekat-lekat tangannya yang berlumur darah. Sepenuh hati dia berharap jika apa yang dia pikirkan tidak terjadi. Bukankah mereka baru saja pulang dari liburan di pantai? Bukankah mereka baru bersenang-senang? Lalu, kenapa sekarang Ayah....

"AYAHHH!"

"AYAHHH!"

"BANGUN AYAH! BANGUN!"

Seketika, suara teriakan nyaring yang semakin mendekat, membuat lamunan Haura teralihkan. Pandangannya nanar, menatap empat anak laki-laki yang kini berlari dan mengerumuni Ayahnya. Setelah itu, matanya menatap sang Bunda yang menangis tersedu-sedu. Haura mematung. Tak bicara, tak berkedip, tak bergerak, hanya air mata yang keluar begitu saja tanpa diperintahkan.

Biru, salah satu dari empat anak laki-laki itu, mengangkat kepala dan menatapnya dengan sorot kebencian yang tak terbantahkan.

"AYAH CELAKA GARA-GARA KAMU!" teriak Biru emosi. "PEMBUNUH! HAURA PEMBUNUH!"

Pembunuh?

Air mata Haura seketika menetes. Dia tidak terisak, tapi detak jantungnya berdegup hebat. Dia tak membayangkan jika kejadian beberapa menit lalu akan membawa pengaruh terhadap dirinya pada masa depan.

Lagi-lagi, terbayang kenangan beberapa menit sebelumnya, saat dia secara semberono berlari menyeberang jalan yang penuh dengan kendaraan melaju kencang. Gara-gara itu pula dia tidak melihat mobil yang tengah melaju ke arahnya. Tubuhnya mematung, syok, dan akhirnya Ayahnya mendorong Haura ke arah depan. Alhasil, Ayahnya terpelanting karena benturan yang lumayan hebat. Kepala Ayahnya terantuk trotoar di bahu jalan, sementara beberapa tubuhnya lebam dan lecet. Sepertinya beberapa rusuk di dadanya patah lantaran kecelakaan yang tak terelakkan tersebut.

Tangisan yang ingin dia tahan tersebut akhirnya meledak juga, ditumpahkan begitu saja tanpa lagi dia bisa bendung. Haura baru sadar apa yang telah terjadi dan kenyataan itu menghancurkan hatinya karena dia tak mampu mengubah keadaan tersebut.

"Aku tak sengaja membunuh Ayah."

Sejak saat itu, di usianya yang baru 9 tahun untuk pertama kalinya dia mendapat sebutan yang akan melekat pada dirinya seumur hidup, "Seorang Pembunuh".

***

Prolog
aja dulu.

Sudah vote belum? Kalau belum vote yah💜

Semoga antusias kalian untuk cerita Rumah Untuk Haura lebih besar dari cerita-ceritaku sebelumnya gais💜

Purple you💜

HAURA JASMINE [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang