Al-Qur'ân Bukan Untuk Orang Mati

339 8 0
                                    

Admin / 13 Mar 2013

AL-QUR'AN BUKAN UNTUK ORANG MATI

Oleh
Ustadz Abu Ismail Muslim al-Atsari

Adalah kebiasaan di beberapa daerah, orang membaca kitab suci al-Qur'ân –atau membaca surat Yâsin- kemudian pahalanya dihadiahkan untuk orang yang telah mati. Bahkan sebagian orang, ada menyewa atau membayar seseorang atau sekelompok orang untuk membaca al-Qur'ân dan menghadiahkan pahalanya kepada keluarganya yang telah meninggal dunia. Pembacaan al-Qur'ân ini terkadang dilakukan di rumah duka, di kuburan atau lainnya. Benarkah perbuatan mereka itu menurut syari'at Islam? 

Membaca al-Qur'ân untuk orang mati tidak dibenarkan dalam agama Islam dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1. Membaca al-Qur'ân lalu menghadiahkan pahalanya untuk orang yang telah mati tidak pernah dikerjakan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam , para sahabat dan para tabi'in. Sementara kewajiban kita dalam beragama adalah mengikuti petunjuk, bukan membuat perkara baru. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, ikutilah aku, niscaya Allâh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." [Ali 'Imrân/3:31]

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Sesungguhnya pada (diri) Rasûlullâh itu telah ada suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allâh dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allâh. [Al-Ahzâb/33:21]

2. Orang yang membolehkan membaca al-Qur'ân lalu menghadiahkan pahalanya untuk orang yang telah mati, dia harus mendatangkan dalil dari al-Qur'ân atau as-Sunnah. Jika dia tidak bisa mendatangkan dalil, berarti dia telah berbicara tentang agama tanpa dasar ilmu.

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah, "Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allâh dengan sesuatu yang Allâh tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allâh apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allâh tanpa ilmu)" [al-A’râf/7:33]

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullâh bin Bâz rahimahullah mengatakan, “Berbicara tentang Allâh tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan Allâh. Bahkan itu lebih tinggi dari perbuatan syirik. Karena dalam ayat tersebut Allah Azza wa Jalla mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai dari yang paling rendah ke yang paling tinggi. Berbicara tentang Allâh tanpa ilmu, meliputi berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukum Allah, syari’at-Nya dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla . Ini lebih besar dosanya daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’at dan agama Allah Azza wa Jalla .”[1] 

3. Barangsiapa membolehkan membaca al-Qur'ân untuk dihadiahkan pahalanya buat orang yang telah mati, berarti dia telah membuat syari'at yang tidak diidzinkan oleh Allâh Azza wa Jalla. Allah Azza wa Jalla berfirman mengingkari orang-orang musyrik yang mengikuti syariat agama yang tidak diidzinkan oleh Allah: 

Al-Quran : TafsirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang