LXR 44

668 66 0
                                    

Kompak mereka menatap ke arah suara yang memperlihatkan seorang siswi remaja terlihat kesal saat siswi lain menumpahkan nampan berisi minuman ke arahnya.

Dan itu membuat seragam putih nya kotor dan basah karena air tersebut.

"Aleen gak sengaja.. Aleena juga udah hati-hati"

"Gak sengaja mata lo buta!? Jalan lebar-lebar, gak ada juga orang lain yang lewat dan lo masih bilang gak sengaja!? Ngaca sialan!"

Bisik bisik kembali terdengar yang kini membicarakan gadis yang memanggilnya Aleena itu.

"Terlalu kasar gak sih? Kan dianya udah bilang gak sengaja?"

"Tapi gak mepet mepet juga kali, jalanan luas begitu juga"

"Si aleen kan masih adek tingkat ya wajar kan kalau gak sengaja"

"Adek tingkat apaan? Adek tingkat kelakuan nya kek jalang murahan gitu? Suka caper ke cowo lain di bilang adek tingkat?"

Rui sontak menatap Ishaq dan Andara seolah meminta penjelasan apa yang terjadi selama ia tidak berangkat ke sekolah. Tentunya mereka berdua mengerti dan menceritakan detailnya tidak terlalu keras.

"Jadi ini karena si Aleenanjing itu udah berani buat ngelakuin tindakan begini. Ini juga karena ia ada dukungan dari para donatur sekolah yang terus belain dia dengan bilang dia masih kecil dan belum ngerti kalau tindakan begini ngebuat orang lain rugi" Jelas Ishaq.

"Terus juga gak cuma itu, kadang ada abangnya di Davis itu yang belain dia kalau ada yang bully dia. Padahal selama ini dia yang suka bully orang lain di belakang sekolah. Tentunya keluarga nya gak tau kalau dia pembully di sekolah, yang mereka tau Aleenanjing itu anak kesayangan yang belum dewasa" Sambung Andara.

'Belom dewasa atau belom ngutek sialan, anak kesayangan ya? Biar kita liat sejauh apa dia berani cari mati sama gue. Donatur sekolah? Berarti tu jalang udah ngejual diri ke mereka? Heh, bener-bener murahan'

'Biar gue kasih liat ke mereka... Kalau anak kesayangan mereka ini udah jadi barang murahan'

Singkat nya dari penjelasan keduanya itu, Rui menyimpulkan jika Aleena ini menjual tubuhnya pada donatur sekolah. Dan itu membuat mereka melindungi segala bentuk tindakannya yang salah.

Hal tersebut membuat para siswa sulit untuk membalas perbuatan nya. Hingga mereka hanya bisa meladeni dengan amarah tertahan.

Tentang keluarga mereka... Mungkin Rui harus melakukan tindakan lebih untuk menyadarkan mereka. Sepertinya tidak ada salahnya ia mulai dari sekarang.

"Abang"

Rui menatap Ary yang memanggilnya dengan alis terangkat tanda bertanya.

"Abang yang semalam nganterin aku pulang ya? Abang kenapa gak nungguin dulu di sana? Ayah sama Bunda mau ketemu sama Abang lagi tau" Ujar Ary dengan tatapan kesalnya.

"Ada urusan, lagipula kemarin bukankah sudah pernah bertemu?" Sahut Rui menjawab sekaligus bertanya.

"Kata ayah ada yang ingin di bicarakan, pribadi juga"

Rui menatap heran ke arah si empunya. Apa dirinya memiliki masalah dengan keluarga Arbianka akhir-akhir ini? Seperti nya tidak. Lantas untuk apa mengundang nya ke sana?

"Makanan kalian sudah siap, maaf ya jika sedikit lama"

Suara pria paruh baya membuyarkan lamunan Rui, yang mana pesanan mereka yang ada di sana kini di antarkan oleh bapak kantin yang bertugas. Ada juga Aleena yang mengikuti dari belakang dengan membawa nampan berisi gelas minuman.

Ohh... Jadi yang di maksud Farrel dia? Pfftt, benar-benar pantas untuknya yang semakin terlihat seperti seorang pelayan.

"Selamat di nikmati"

Begitu bapak kantin beranjak pergi. Kini berganti dengan Aleena yang meletakan nampan berisi minuman mereka.

Secara kebetulan Rui dan Aleena saling bertatapan sesaat. Dan yang paling mengejutkan adalah Aleena menatap Rui dengan tatapan kebencian besar.

Seolah ada dendam dalam tatapan itu.

'Harusnya... Tempat itu milikku. Ketenaran, pujian, bahkan orang-orang ini... Semuanya milikku. Tapi dia!'

Aleena mengeratkan pegangannya pada nampan yang ia bawa.

'Aku pasti akan melakukan apapun untuk membuat nya tiada! Dia harus tiada! Posisi itu milikku! Hanya milik Nona Besar Aleena seorang! Siapapun yang berada di posisi tersebut mereka harus mati!'

Rui tersenyum puas dalam hati saat paham dengan arti tatapan mata Aleena. Kebencian dan rasa iri yang terlihat olehnya itu membuatnya sadar, Sang Antagonis wanita ini sedang dalam perjalanan menuju titik terendah nya.

'Jadi dia... Si penjelajah itu? Terlihat seperti gumpalan debu yang akan hilang tertiup angin. Dan lagi liat tangan nya itu, terlihat jelas dia ingin membuat masalah lagi. Dilihat dari respon orang-orang di sini akan tindakan nya barusan sudah membuktikan sebagian sudah termasuk korban rayuan murahan itu'

Rui menerima gelas minuman yang barusan di campurkan sesuatu oleh Aleena tanpa seorang pun menyadari nya. Dengan senyuman kecil yang ia buat untuk mengelabui mereka yang di sana, membuat mereka tentunya tidak peduli.

'Racun.. Bahkan seperti nya tidak terlalu kuat hingga membuat ku mati besok. Racun ini sudah pernah masuk ke tubuhku yang dulu, tapi untuk sekarang mungkin berbeda. Sepertinya akan ada sedikit efek ketika aku meminum ini'

'Sistem : Ruby'

‘Saya di sini Tuan Rumah’

‘Coba kau cek ponsel milik Antagonis itu, periksa apakah data yang di kirimkan rekan ku sudah masuk ke ponselnya? Dan pastikan itu pesan permanen yang tidak bisa di hapus’

‘Baik, proses peretasan di mulai’

Selagi menunggu kabar dari Ruby, Rui memakan roti miliknya dengan santai. Sesekali ia juga menegur teman-teman kecil nya yang berbicara saat makan.

(Teman-teman kecil, yang di maksud karena umur mereka lebih muda dari Rui)

"Abang, masa cuma makan roti? Emangnya kenyang?" Tanya Tian yang melihat Rui selesai memakan makanannya.

"Porsi makan ku berbeda dengan kalian, habiskan saja makanan kalian"

'Sebenarnya aku bisa saja makan banyak, hanya saja di kondisi begini tidak bisa'

Tian mengangguk mengerti yang kemudian melanjutkan memakan makanan nya.

Rui sejenak menatap gelas minuman miliknya, yang kemudian ia menatap satu persatu orang yang duduk di bangku meja yang sama dengannya itu. Entah kenapa rasanya damai saja jika ada perkumpulan seperti ini.

Jika terjadi sesuatu yang melibatkan nyawa mereka menjadi taruhannya, sepertinya Rui tidak akan berfikir dua kali untuk menolong mereka.

'Ya.. Ayo kita coba untuk mati dulu. Jika berhasil selamat itu artinya imun tubuh ini cukup kuat untuk menahan takaran satu ton racun mematikan sekalipun'

Rui segera meminum minuman miliknya. Sementara itu, Putra dan Diki terlihat berbincang dengan adik mereka. Ngomong-ngomong mereka sudah selesai makan, jadi tinggal menunggu yang lain.

"Apa dia yang lo maksud guru privat itu?" Tanya Putra pada adiknya.

"Yup, ganteng kan?" Sahut Tian menjawab.

"Heleh masih ganteng gue" Sahut Putra dengan pd nya.

"Kalian sudah berbaikan?" Tanya Diki pada adiknya.

"Udah dong, kalau belum kita gak mungkin ketemuan sama Rui di sini" Sahut Andara menjawab.

"Emang kalian deket banget sama dia ya?" Heran Farrel melihat interaksi mereka berempat dengan Rui.

"Iya dong itu jel—"

"Uhuuk"

Degg

"Abang!"

_____________________________
__________________________
_____________________
_____________
________

To be continue....

[Transmigrasi] "Who Am I?"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang