Mahardika yang baru bangun di kagetkan dengan suara dering ponselnya berkali-kali. Nama 'Nina' tertera di layarnya. Tumben pikirnya. Ia pun tanpa curiga mengangkat panggilan itu.
"Kangen sama gue ya?" ucap Dika mulai menggoda Nina.
"Heh, punya otak gak sih lo?" Bukannya kata selamat pagi malah ocehan yang Dika dapat.
"Slow beb, lagi dapat ya?"
"Lo baru bangun ya?" tanya Nina yang akhirnya menormalkan suara.
"Itu lo tau."
"Buka media sosial lo sekarang!"
"What for?"
"Nama lo lagi viral karna bawa cewek tadi malam ke konser!" ucap Nina terdengar gemas karena Dika selalu ceroboh.
"Gue tau bakal viral."
"Bego banget jadi manusia!"
"Hei hei, bego gini banyak yang suka."
Dika bisa membayangkan Nina sedang merotasi bola matanya sekarang.
"Serius Dika!"
"Iya, lo tenang aja. Gue bisa nyelesainnya kok."
Lalu diam beberapa detik membuat Dika menebak pasti Nina lagi merenung. Secara gadis itu overthinking banget.
"Lo gak usah galau, oke. Dah, gue mau mandi dulu ya, bye bye," ucapnya memutus panggilan.
Ia melihat banyaknya panggilan dari mas Andra. Pasti laki-laki itu akan mengomelinya nanti. Namun, Dika tak ambil pusing. Ia sudah tahu harus bagaimana nanti.
***
Usai mandi Dika kembali melihat ponselnya dan bersamaan dengan panggilan dari 'Mas Andra'. Hal pertama yang ia lakukan adalah menarik nafas dalam-dalam.
"Ya, Mas?"
"Lo udah liat berita?"
"Udah."
"Lo harus klarifikasi sekarang, gue gak mau nama Semesta ikut dalam skandal lo," ucap Andra dingin.
"Oke, gue siap tanggung jawab." Lalu sambungan dimatikan.
Dika menatap dirinya di depan cermin. Menampilkan tubuh bagian atasnya yang belum dibalut pakaian. Ia tersenyum di sana.
"Udah cukup untuk sekarang," gumamnya.
***
Karena berita 'Mahardika Marcello membawa wanita di konsernya' menjadi trending nomor satu membuat ponselnya tak henti berdering seperti tak ada habisnya. Ia pun mengubah ponselnya menjadi mode pesawat biar tidak ada lagi yang mengganggu.
Di depan kantor manajemennya sudah banyak wartawan hingga ia banting setir ke arah belakang kantor. Ia keluar secara diam-diam hanya dengan memakai topi yang untungnya tidak ada yang tahu.
Ketika ia membuka ruangan manajemennya sudah hadir semua teman-teman bandnya dan juga manajernya. Wajah mereka terlihat tegang.
"Sorry gue telat," ucap Dika sembari duduk di samping Ricard.
"Setengah jam lagi kita bakal adain konferensi," ucap ketua manajemennya.
"Gue bilang juga apa, gak usah bawa tu cewek," ucap Andra.
"Udah Mas, sekarang bukan itu yang kita bahas," sahut Langit.
"Emang kenapa sih?" ucap Dika membuat semua mata menatapnya.
"Apa gak boleh? Kita, kan juga manusia dan punya hak buat ngapain aja. Terlepas apa yang kita lakuin itu bukan sesuatu yang negatif."
"Tapi kita ini publik figur. Setiap gerak-gerik kita bakal di sorot, Dik," balas Andra.
"Gue tau, Mas. Sejak gue memutuskan gabung dalam grup ini gue udah tau kok, tapi bukankah kita bebas selagi bukan kejahatan?"
"Kalau itu bukan kejahatan tapi malah membuat berkurangnya penggemar dan rasa suka mereka lebih baik jangan dilakukan."
"Gue udah buka komentar-komentar mereka, dan tanggapan mereka positif kok. Jangan terlalu takut kalau nanti fans itu akan menghilangkan. Dari dulu, gue cuma mau nampilin yang terbaik, terlepas bakal di sukai atau gak itu terserah mereka."
"Lo suka sama Shena?"
Pertanyaan dari Andra sukses membuat Dika bungkam dan semua yang berada di dalam ruangan itu merasa ikut tegang dan canggung. Hingga akhirnya perdebatan keduanya ditengahi oleh sang manajer. Bagaimana pun mereka harus tetap mengklasifikasikan semuanya.
****
Blits dari kamera menyorot tepat pada wajah Dika yang baru saja keluar menuju meja panjang. Begitu pula ketua manejer dan teman-teman bandnya juga ikut menemaninya.
Para wartawan sudah siap dengan alat tulis mereka dan juga dengan ponsel serta alat-alat perekam lainnya.
"Apa benar wanita yang bersama Mas Dika tadi malam pacar Mas?" tanya salah satu wartawan.
"Bukan, dia cuma teman," jawab Dika tenang.
"Tapi tampaknya kalian begitu dekat."
"Memangnya gak boleh sesama teman dekat?"
Dan masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang hampir sama, namun tetap dijawab oleh Dika dengan santai.
Setengah jam kemudian Dika dan teman-temannya berpamitan. Sesi klarifikasi sudah selesai dan tinggal menunggu berita yang akan keluar. Yang pastinya hanya ada berita yang baik saja tentunya.
"Gue balik dulu," ucap Dika usai menuntaskan rokoknya.
"Dik, setelah ini tolong jangan aneh-aneh lagi," pesan Ricard sembari menepuk bahunya.
"Gue gak janji ya," balasnya. Lalu beranjak meninggalkan ruangan itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Mahardika Marcello
JugendliteraturMahardika Marcello bukan hanya memiliki suara yang bagus tapi juga wajah tampan yang bisa memikat wanita manapun. Namun, di usia yang sudah memasuki kepala tiga ini ia belum berniat untuk mengakhiri masa lajangnya hingga mamanya sudah bosan dan pasr...