9

5 0 0
                                    

Disinilah aku sekarang, dimeja panjang dengan 20 orang yang duduk berjajar dengan makanan dan minuman yang hampir setengahnya dimakan.

Tentu saja ada Bumi dan Sadam sebagai penyelenggara juga anak-anak kelas yang tidak hadir semua.

"Yaya anak lu anteng banget" Tari yang sudah selesai makan memangku Mita - anak Yaya

"Berapa bulan Ya?" Tanya Tami

"Masuk 9 bulan, tantrumnya kalau telat ngasih susu" jawab Yaya melanjutkan makan yang sempat tertunda

"Selanjutnya siapa nih yang nyusul gue sama Yaya?" Pertanyaan Santi disambut jawaban oleh Rika

"Nih gue sekalian bawa undangan, dua minggu lagi gue nikah, lu pada harus datang" ucap Rika yang duduk paling ujung.

"Diam-diam emang diam ya lu Rik" ucap Tami yang tak menyangka salah satu teman kelas yang dulu dikenal pendiam akan melangkah ke pelaminan.

"Cepat salip Tam" usul Anggara

"Kayak dia punya laki aja Mi" ejek Sadam

"Sialan, tengil kalian gak ilang-ilang ye" jawab Tami diiringi kekehan

"Nanti gue nyusul bareng Tari" Andra melirik Tari yang masih memangku Mita, menaik turunkan kedua alisnya bermaksud menggoda "iya ga Tar?"

Tari mendelik memasang muka sok garang, yang terlihat menggemaskan.

Dari tempat yang kududuki saat ini aku bisa melihat Angga selalu memperhatikan Tari secara terang-terangan.

"Kerja bareng Sadam ya Ra?" Suara diseberang meja memecah lamunanku.

"Eh Ta" kagetku "Iya nih bareng Sadam"

"Dekatlah sama tempat gue"

"Emang lu dimana?" Tanyaku

"Barista cafe Termia, 5 menit dari tempat lu" jawabnya

"Lah kok gue ga tau?" Kagetnya

"Lu jarang keluar kantor sih, padahal Sadam sering kesana" balas Tirta.

Dunia emang sesempit itu ya, masanya aja yang udah selesai makanya susah buat sekedar papasan.

"Masih contact-an sama mereka?" Tanyaku ragu menunjuk Angga dan Sadam yang sedang mengghibah dengan calon pengantin.

"Iya dong, seenggaknya sehari sekali grup gak boleh sepi"

"Gila panjang umur persahabatan inimah" decakku.

"Laki suka ghibah juga ga Ta?" Indy yang baru kembali dari toilet bergabung disamping kanan.

"Lakimah parah kalau ghibah pasti" jawabnya sendiri

"Masih aman kalau ga bahas cewek mah" sambar Bumi yang duduk disamping Tirta diikuti Sadam yang duduk disamping kiri.

Aku melirik kearah tempat duduk Tari yang sudah kosong, seakan tau isi kepalaku Sadam berucap.

"Yaya sama Tari pulang duluan anaknya mulai tantrum searah jugakan" jelas Sadam

Pantes.

"Guys kita duluan ya, mau belanja dulu" pamit Tami disusul yang lain.

"Hati-hati"

"TTDJ guys"

Jawab kami serentak.

Tinggalah kami berlima diantara banyaknya orang yang keluar masuk cafe dimalam minggu. Aku, Indy, Bumi, Tirta dan Sadam yang kembali memesan minum.

"Ga malmingan sama doi Dy?" Tanya Sadam

"Kagak Dam, dia lagi sibuk kerja" jawabnya kesal mengingat bahwa hubungannya dengan sang pacar mulai merenggang.

"Lu udahan ya sama Jihan?" Tanya Indy, Jihan - teman kelas kami sahabat dekat Tami

"Kita ga cocok" jawab Sadam sekenanya. Kami percaya sih dengan alasan sederhana Sadam, pasalnya ketika dikelas dulu jika mereka berantem sadis abis, saling menendang kursi, saling memegang sapu, saling kejar-kejaran sambil teriak-teriak bikin orang geleng-geleng deh pokoknya.

"Lu juga" tunjuk Indy pada Bumi "Kenapa putus sama Fani?"

Bumi mengangkat kedua bahunya "Udah ga nyambung aja sih kayaknya" jawabnya malas.

"Cuma Tirta deh kayaknya yang adem ayem abis dapetin anak kelas" ucap Sadam yang telat tau kalau ternyata temannya ini sudah sejak lama mengincar Airin - teman kelas, sahabat dekat Tami juga Jihan.

"Iya nih sat set sat set abis lulus langsung gas" ujar Bumi

"Gue udah spill dikit ya sama lu pada" bela Tirta.

"Lu gimana nih Ra, gue ga pernah denger cerita lu?" Tanya Anggara tiba-tiba.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIA ABADITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang