Bab 7

950 105 10
                                        

Sepanjang perjalanan menuju rumah Oma, Winter beberapa kali menoleh Summer yang terlihat begitu tegang. Wanita itu sudah berkali-kali melihat cermin kecil yang dipegangnya hanya untuk memastikan dandanannya pas, juga selalu mengeluhkan pakaiannya yang dirasa kurang cocok.

"Hei, rileks ... kita cuma mau ketemu Oma, bukan Ratu Elizabeth. Nggak usah setegang itu." Winter memegang tangan Summer, terasa sangat dingin.

"Kesan pertama Oma ke aku tuh udah jelek, makanya aku takut pertemuan kedua ini lebih nggak berkesan lagi." Summer mendesah.

"Siapa yang bilang kesan pertamanya jelek? Oma nggak akan nelepon aku berkali-kali buat mastiin kamu dateng kalau emang Oma nggak suka sama kamu." Winter meyakinkan.

Meski begitu, Summer tetap gelisah.

"Pokoknya santai aja, Oma baik kok."

"Tapi menurut kamu, dandanan aku terlalu lebay nggak? Lipstick aku terlalu merah, kan?" tanya Summer dengan posisi duduk menghadap ke Winter.

Winter berbagi tatap antara jalan di depan dengan wanita di sampingnya. "Menurut aku udah cantik banget," jawabnya.

"Bohong banget." Summer mendesah.

"Aku serius. Emang kapan sih kamu pernah nggak cantik?" puji Winter.

Summer sedang tidak haus pujian. Dia sedang cemas tanpa alasan.

Winter menepi di tempat yang sepi. Dia mengamati wajah Summer lebih teliti. "Kayaknya iya deh, lipstick kamu terlalu merah," ucapnya serius.

"Tuh, kan. Makanya aku nggak pede." Summer langsung mengambil tisu.

Saat Summer akan mengelap bibirnya dengan tisu itu, Winter menahan tangannya. Pria itu memajukan wajah dan tiba-tiba saja mencium bibirnya. Ciuman yang lebih seperti sedang mengunyah bibir atas dan bawahnya bergantian.

Winter memundurkan kepalanya lagi setelah selesai. Dia tersenyum sambil menyeka bibirnya yang masih terasa aroma cherry. "Baru pas," ucapnya penuh arti.

Summer memalingkan wajahnya ke depan, jantungnya sedang tantrum. Padahal, hanya ciuman. Tapi kenapa selalu terasa luar biasa.

Winter melajukan mobilnya kembali.

"Oma sukanya apa?" tanya Summer.

"Mawar," jawab Winter. "Oma paling suka bunga mawar, terutama mawar merah."

"Oma pasti romantis, ya?" Summer tebak.

"Banget. Selain romantis, juga puitis." Winter terkekeh.

"Tapi kok nggak nurun ke cucunya?" sindir Summer.

"Jadi, menurut kamu aku nggak romantis?" Winter memegang paha Summer, lalu meremasnya.

"Ahh." Summer memukul punggung tangan Winter. "Geli, bego."

"Heh, ngatain bego lagi. Belajar dari mana bahasa kayak gitu?" Winter mencubit pipi Summer.

Summer cekikikan. "Habisnya punya tangan nggak bisa sopan," cibirnya.

"Bukannya kamu suka?" Winter kembali memegang paha Summer dan mengusapnya hingga ke dalam.

"Winter ... ahh ..." Summer meremas pergelangan tangan Winter, menahan pria itu berbuat lebih jauh.

Winter tertawa geli sambil menarik tangannya, namun tetap menempel di paha Summer, sesekali meremasnya. Kebiasaan seperti ini sepertinya tidak akan bisa hilang selamanya, karena Winter sudah nyaman.

Sampailah mereka di istana oma yang megah. Saat mereka masuk, sepasang suami istri yang sudah berusia senja terlihat sedang berdansa. Meski tanpa musik, keduanya tetap menghayati gerakan mereka seolah-olah musik itu telah tertanam di dalam memori yang melekat di otak.

Kiss Me DangerousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang